Derita Ojol di Sistem Kapitalisme

Oleh. Ummu Alfarizki (Komunitas Menulis Setajam Pena)

Lengkap sudah penderitaan para pengemudi ojol. Mereka bekerja bagaikan sapi perah. Bagaimana tidak, mereka bekerja banting tulang demi sesuap nasi, namun adanya potongan yang fantastis dari perusahaan membuat mereka kelimpungan. Mampukah Islam mengatasi penderitaan ojol saat ini?

Menurut menteri perhubungan (menhub) Budi karya Sumadi bahwa pendapatan sopir ojek online (ojol) naik berkat adanya motor listrik di bantah oleh ketua Serikat pekerja angkutan Indonesia (SPAI) Lily Pujiati. Menurut Lily pernyataan tersebut tidak benar lantaran para pengemudi ojol terbebani biaya sewa motor listrik. Para pengemudi ojol harus membayar sewa motor listrik setiap harinya ke aplikator (bisnis.tempo, 29/7/2023).

Meskipun tidak bekerja, para pengemudi ojek online harus tetap membayar sewa motor. Para pengemudi ojol harus membayar Rp40.000,00 sampai Rp50.000,00 setiap harinya. Mereka bekerja banting tulang hanya untuk mengejar setoran.

Pastinya kondisi seperti ini sangat memberatkan para pengemudi ojol. Mereka tidak mempunyai cuti walaupun sakit. Terlebih kepada perempuan mereka tidak mempunyai cuti hamil, haid maupun menyusui. Alih- alih mendapatkan cuti, mereka tetap membayar sewa motor listrik walaupun tidak bekerja.

Mirisnya lagi, kondisi kerja tidak layak ini disebabkan oleh status kerja sopir ojol yang hanya dianggap sebagai mitra oleh aplikator akibatnya mereka tidak bisa menuntut hak-haknya seperti karyawan. Selain itu, diperburuk dengan adanya aturan yang tertuang di dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 12 tahun 2019. Permen tersebut menyebutkan bahwa hubungan aplikator dengan pengemudi ojol adalah hubungan mitra dan ini bertentangan dengan undang-undang ketenagakerjaan. Seharusnya, para pengemudi ojol berhak mendapatkan upah minimum setiap bulannya, upah lembur, kerja 8 jam, istirahat serta jaminan sosial.

Dengan melihat fakta tersebut, maka kesejahteraan pengemudi ojol tidak kunjung berubah menjadi lebih baik. Adapun perubahan aturan ini lebih mengikuti kemauan aplikator ketimbang mensejahterakan pengemudi ojol. Praktik yang merugikan ini terjadi karena status mitra yang melekat pada pengemudi ojol. Sedangkan aplikator terus berusaha meraih profit sebesar-besarnya dan tidak mempekerjakan pengemudi ojol sebagai status kerja.

Dampaknya pengemudi ojol mengalami ketidakpastian pendapatan. Pasalnya mereka tidak memiliki jaminan pendapatan bulanan seperti upah minimum yang layak. Para pengemudi ojol juga dipaksa untuk bekerja lebih dari 8 jam bahkan sampai 17 jam.

Begitulah watak kapitalisme terlihat jelas yaitu prinsip mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya dengan biaya semurah-murahnya yang terlihat nyata di depan mata kita. Walhasil, pengemudi ojol sebagai korban dari kerakusan sistem saat ini. Sistem yang hanya berlandaskan manfaat tanpa memperdulikan hal-hal haram. Selama mereka menghasilkan cuan maka akan terus berlangsung walaupun menzalimi banyak masyarakat termasuk pengemudi ojol. Solusi yang diambil hanya tambal sulam.

Itu semua wujud ketidakhadiran negara bagi para pengemudi ojek online serta tidak berpihaknya pemerintah pada kepentingan pengemudi ojol. Kondisi seperti ini menunjukkan bahwa pemerintah dalam menjamin kesejahteraan masyarakat termasuk para pengemudi ojol mengalami kegagalan. Karena pada saat ini negara hanya sebagai regulator saja tanpa bisa bertindak apapun.

Kapitalisme berbeda dengan Islam. Islam adalah sistem yang berlandaskan akidah Islam. Standarnya halal haram dan tujuannya menggapai ridha Allah. Islam mampu memecahkan problem yang ada di kehidupan ini, tak terkecuali permasalahan pengemudi ojol.

Di dalam Islam, kerjasama atau ijarah harus jelas kesepakatannya dari awal sesuai dengan hukum syarak. Sistem kontrak kerja harus jelas, baik jumlah waktu maupun gajinya. Maka dari itu, akad harus jelas sejak awal. Seorang karyawan digaji karena telah memberi manfaat dari jasa yang telah ia lakukan. Apabila manfaat itu sudah ditunaikan pengusaha wajib menggaji dan tidak boleh terjadi ghoror (ketidakjelasan) seperti pada saat ini ada potongan-potongan yang tidak jelas. Potongannya hingga 40 persen yang mengakibatkan menurunnya pendapatan para pengemudi ojol saat ini.

Di sisi lain, negara berkewajiban melakukan asistensi pengawasan dan memenuhi kebutuhan hajat hingga per individu masyarakat. Sehingga, per individu masyarakat tidak mengandalkan gaji untuk memenuhi seluruh kebutuhan. Dalam Islam, kebutuhan pokok seperti sandang, pangan, papan,bahkan pendidikan, kesehatan serta keamanan telah dijamin dan disediakan oleh negara dengan sangat layak. Sehingga, gaji karyawan hanya untuk keberlangsungan hidup keluarga saja tanpa memikirkan peliknya seluruh kehidupan.

Ketika kedua problem yaitu akad yang jelas serta adanya tanggungjawab dari negara teratasi, maka kesejahteraan para pekerja akan terwujud. Perlu diketahui bahwa semua itu butuh yang namanya sebuah negara yang melindungi dan mengayomi serta menerapkan aturan Islam tersebut. Dengan begitu, maka keberkahan akan didapatkan. Wallahu a’lam bishowab.

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi