Data Bocor Berulang, Bukti Negara Abai

Oleh. Nikmatul Choeriyah (Kontributor MazayaPost.com, Aktivis Muslimah Purwakarta)

MazayaPost.com- dikutip katadata.co.id, Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) telah disahkan lebih dari satu tahun lalu. Meski demikian, pemerintah mendapatkan kritikan karena urusan perlindungan data dinilai tak kunjung membaik. Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) mencatat ada dugaan pelanggaran hukum dari pengungkapan atau kebocoran 668 juta data pribadi. Salah satunya, dari dugaan kebocoran sistem informasi daftar pemilih pada November 2023 lalu.

“Rentetan kasus dugaan insiden kebocoran data pribadi di atas menunjukkan rendahnya atensi pengendali data yang berasal dari badan publik,”. demikian keterangan tertulis ELSAM, Minggu (28/1/2023).

Beberapa dugaan kebocoran yang disinggung ELSAM antara lain adalah yang pertama dugaan kebocoran 44 juta data pribadi dari aplikasi MyPertamina pada November 2022, yang kedua dugaan kebocoran 15 juta data dari insiden BSI pada Mei 2023, yang ketiga dugaan kebocoran 35,9 juta data dari MyIndihome pada Juni 2023, yang keempat dugaan kebocoran 34,9 juta data dari Direktorat Jenderal Imigrasi pada Juli 2023, kelima dugaan kebocoran 337 juta data Kementerian Dalam Negeri pada Juli 2023, dan terakhir adalag dugaan kebocoran 252 juta data dari sistem informasi daftar pemilih di Komisi Pemilihan Umum pada November 2023.

ELSAM mengatakan badan publik terutama institusi pemerintah memang menekankan inovasi untuk transformasi pelayanan publik ke digital. Namun, hal tersebut dinilai tak dibarengi langkah-langkah pengamanan dalam pemrosesan data. Mereka juga menyoroti adanya kesalahan dalam memahami pemberlakukan UU PDP. Pemerintah menyatakan UU ini berlaku dua tahun setelah diundangkan yakni 2024. UU ini diundangkan pada 17 Oktober 2022 dan langsung berlaku saat diundangkan. Namun, pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat memberikan masa transisi selama 2 tahun.

Sedangkan Kementerian Komunikasi dan Informatika mengatakan lembaga perlindungan data pribadi ditargetkan terbentuk tahun ini. Badan pengawas Undang-Undang Pelindungan Data Pribadi atau UU PDP ini ditargetkan beroperasi selambatnya pada Oktober 2024.

“Targetnya mid term. Badan ini harus beroperasi Oktober sesuai UU PDP,” kata Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan informatika atau Kominfo Semuel A Pangerapan dalam acara Ngopi Bareng Kominfo di Press Room Kominfo, Jumat (26/1/2024).

Kebocoran Data Berulang?

Fakta tentang terulang lagi kebocoran data sudah tidak mengherankan karena memang sejatinya itu hanya menggambarkan betapa lemahnya SDM (Sumber Daya Manusia) yang dimiliki negara, baik dari segi keterampilan maupun keahlian dan juga aspek tanggungjawab atau amanah. Meskipun di atas sudah ada undang-undang, namun dikarenakan SDM-nya rendah terkait pengamanan digital, maka kebocoran data yang terus berulang tidak bisa terhindarkan.

Belum lagi cara pandang kehidupan dalam sistem saat ini adalah serba materi yang mencari keuntungan yang sebanyak-banyaknya. Hal ini kemudian akan mencetak SDM yang tidak bertanggung jawab dan tidam amanah dalam menjalankan tugasnya. Demi untuk mendapatkan keuntungan, SDM terkait menjual data milik warga kepada para pemilik modal. Di mana data tersebut akan digunakan sesuai dengan kepentingan mereka, contoh nyata adalah untuk data pemilu.

Lemahnya SDM manusia saat ini, sangat berkaitan erat dengan sistem pendidikan yang lemah yang diterapkan negara. Karena tujuan pendidikan saat ini adalah untuk mencetak generasi yang siap kerja, bukan menjadi inventor (seseorang atau sekelompok orang yang melaksanakan ide yang dituangkan kedalam kegiatan yang menghasilkan invensi (penemuan). Keilmuan yang dimiliki juga hanya dicukupkan untuk menjadi seorang buruh, sehingga akan berdampak pada minimnya SDM yang memiliki kapasitas pengembangan. Demikianlah nasib rakyat ketika diatur oleh sistem kapitalisme buatan manusia.

Islam Menjamin Keamanan Data Rakyat

Sebenarnya, jaminan keamanan data membutuhkan negara yang memahami perannya sebagai pelindung warga negaranya. Sebagaimana yang digambarkan Rasulullah saw. dalam sabdanya,

“Sesungguhnya seorang imam itu adalah perisai. Dia akan dijadikan perisai, di mana orang akan berperang di belakangnya dan digunakan sebagai tameng. Jika dia memerintahkan takwa kepada Allah ‘Azza wa jalla dan adil maka dengannya dia akan mendapat pahala. Tetapi jika dia memerintahkan yang lain, maka dia akan mendapatkan dosa atau azab dengannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Negara yang bisa dan mampu mewujudkannya, hanya negara yang menerapkan sistem Islam secara kaffah (keseluruhan). Islam memandang keamanan termasuk di dalamnya keamanan data digital merupakan dalam kebutuhan dasar publik. Rasulullah saw. bersabda,

“Barang siapa dalam pagi dalam kondisi aman jiwanya, sehat badannya, dan punya bahan makanan cukup untuk hari itu. Seolah- oleh dunia telah dikumpulkan untuknya.” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah)

Oleh sebab itu, keamanan data digital menjadi persoalan yang strategis. Hal ini menuntut sebuah negara untuk mengerahkan kekuatannya untuk melindungi data dan rakyatnya. Negara dengan penerapan sistem Islam secara kaffah akan menjadi negara yang proaktif, bukan malah menjadi negara yang reaktif. Maksudnya adalah negara akan fokus pada upaya antisipasi bukan negara yang baru akan bergerak ketika muncul masalah.

Negara dengan penerapan Islam kaffah akan senantiasa memastikan data pribadi setiap warga negaranya terjaga secara maksimal dalam sistem IT (Information Technology) yang hebat. Negara akan menetapkan mekanisme perlindungan data tersebut dengan cara mengintegrasikan dalam desain teknologi secara holistik dan komprehensif.

Selain itu, negara juga akan memberikan sistem keamanan total. Negara akan memerintahkan seluruh lembaga informasi untuk bersinergi dengan baik, yaitu melakukan tugas pokok dan fungsinya dengan jelas.

Negara juga akan menyiapkan SDM yang berkualitas dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Mereka adalah orang- orang yang beriman, terampil atau profesional, dan berintegritas atau bertanggung jawab. SDM tersebut otomatis akan tercetak melalui sistem pendidikan Islam. Karena tujuan sistem pendidikan Islam adalah untuk mencetak generasi yang memiliki kepribadian Islam. Yakni pola pikir Islam atau akliyah islamiah dan pola sikap atau nafsiah islamiah.

Selain itu, sistem pendidikan Islam juga akan melahirkan manusia yang terampil dan ahli. Dalam memanfaatkan, mengembangkan, dan bahkan hingga berinovasi terhadap ilmu-ilmu alat kehidupan, termasuk alat ilmu teknologi digital. Begitulah Islam sebagai solusi dari semua problematika umat. Sudah saatnya umat sadar dan kembali kepada penerapan sistem Islam secara sempurna (kaffah). Wallahu a’lam bi ash-showab.

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi