Oleh. Afiyah Rasyad
(Aktivis Peduli Ummat)
“Masa muda
Masa yang berapi-api
Yang maunya menang sendiri
Walau salah tak peduli ….”
Penggalan lirik lagu Darah Muda itu menggambarka betapa labilnya jiwa para remaja terlebih yang baru balig. Mereka harus beradaptasi dengan suasana fisik dan hormon yang baru. Apabila sinyal balig mereka tak diketahui dan tak ada persiapan, jiwa mereka akan rapuh dan mudah pecah saat menjumpai sebuah permasalahan. Betapa sering berita suicide beredar tersebab hal tertentu.
Darurat Mentall Illness
Tak dimungkiri, beberapa waktu lalu sempat viral seorang siswi yang bunuh diri lantaran tak lolis ujian masuk perguruan tinggi idamannya. Lebih baru lagi, awal bulan lalu, ada seorang mahasiswa yang nekat bunuh diri. Aksi nekat itu diduga kecewa dan depresi pada keputusan orang tuanya yang bercerai. Masih banyak lagi permasalahan mental illness remaja lainnya.
Indonesia National Adolescent Mental Health Survey (I-NAMHS), survei kesehatan mental nasional pertama yang mengukur angka kejadian gangguan mental pada remaja 10-17 tahun di Indonesia, menunjukkan bahwa satu dari tiga remaja Indonesia memiliki masalah kesehatan mental sementara satu dari dua puluh remaja Indonesia memiliki gangguan mental dalam 12 bulan terakhir.
Angka ini setara dengan 15,5 juta dan 2,45 juta remaja. Remaja dalam kelompok ini adalah remaja yang terdiagnosis dengan gangguan mental sesuai dengan panduan Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders Edisi Kelima (DSM-5) yang menjadi panduan penegakan diagnosis gangguan mental di Indonesia (ugm.ac.id, 24/10/2022).
Fakta ini sungguh mencengangkan. Remaja yang menjadi harapan bangsa di masa depan dalam sebuah peradaban, justru terjebak dalam gangguan mental yang serius. Banyaknya data yang di atas menunjukkan negeri ini sedang darurat mental illness. Masih dilansir ugm.ac.id, selain dampak pandemi covid-19, I-NAMHS juga mengidentifikasi faktor risiko dan pelindung yang berhubungan dengan gangguan mental remaja seperti perundungan, sekolah dan pendidikan, hubungan teman sebaya dan keluarga, perilaku seks, penggunaan zat, pengalaman masa kecil yang traumatis, dan penggunaan fasilitas kesehatan.
Munculnya mental illness tentu bukan sekadar masalah personal saja. Jika hanya masalah personal, mental illness tak akan menyebar dan kian menjamur seperti data yang tersebut. Tentu ada faktor lain yang lebih berpengaruh. Menelisik faktor risiko yang berasal dari bully, pendidikan, keluarga, dan lainnya menunjukkan adanya rantai sebab yang berkaitan. Pola sistematis ini sudah membudaya dan jadi gaya hidup. Maka, bisa dipastikan faktor penyebab alias akar masalahnya adalah sistem yang diterapkan saat ini.
Adapun sistem yang sedang merajai dunia kini adalah sistem kapitalisme dengan akidah sekularisme, yakni pemisahan agama dari kehidupan. Asas sistem kapitalisme adalah asas manfaat yang memandang kebahagiaan adalah berlimpahnya harta dan kemewahan, serta terpenuhinya segala fasilitas hidup dengan mudah. Paradigma kebahagiaan semu ini merembet pada standar kecantikan dan hubungan personal, termasuk hubungan keluarga.
Sistem kapitalisme meniscayakan sebuah hubungan personal yang individualistik dan kebebasan dengan dalih hak asasi manusia. Gaya hidup easy going dan not my business menjadi corak yang khas dalam interaksi masyarakat pada umumnya, terutama di kalangan remaja. Beban hidup yang besar ditimpakan sepenuhnya pada kelompok usia yang sangat labil ini.
Bagaimana mereka diabaikan keluarga karena sibuk mengumpulkan cuan. Bagaimana mereka dituntut konsep pendidika materialistik. Bagaimana mereka bergaul dengan sistem pergaulan yang sangat tidak sehat semilsal bully, pacaran, zina, kekerasan fisik dan seksual, dan lainnya. Begitulah sistem kapitalisme menghadirkan beban hidup dan berbagai permasalahan di kalangan remaja.
Islam Menyelamatkan Remaja
Jika sudah diketahui akar masalahnya adalah kapitalisme, maka mau tak mau harus ada sistem tandingan yang berasal dari Dzat Pencipta dan Pengatur kehidupan. Tidak ada jalan lain untuk menyelamatkan remaja, kecuali dengan memberikan tatsqif atau pembinaan secara kntensif dengan tsaqofah Islam. Semua pihak, terutama negara harus menjamin pendidikan dan pembinaan remaja ini. Pembinaan intensif yang diselenggarakan negara dengan konsep pendidikan berbasis akidah Islam akan mampu membentuk syakhsiyah Islam pada diri remaja.
Dalam Islam, negara wajib membekali remaja dengan pemahaman yang benar tentang hakikat hidup. Tiga pertanyaan tentang dari mana mereka berasal, untuk apa hidup di dunia, dan akan ke mana setelah mati bisa membangun kesadaran. Islam juga menjaga tumbuh kembang akal, fisik, dan jiwa para remaja hingga terhindar dari mental illness.
Islam mendorong negara memahamkan remaja bahwa Islam adalah solusi setiap persoalan di dunia. Sehingga, para remaja akan memandang bahwa segala sesuatu yang akan diperbuat harus sesuai Islam. Sebab, mereka pun sadar bahwa pertanggungjawaban kepada Allah kelak akan dihadapinya. Sehingga, mereka akan memanfaatkan usia muda dengan kontribusi total untuk Islam dan umat.
Negara juga akan memberikan arahan, pembinaan, dan penyeluluhan pada setiap keluarga agar menjalankan kewajibannya di dalam rumah. Peran domestik seorang ayah dan ibu harus optimal dan akan dikontrol oleh negara. Selain itu, negara juga wajib menegakkan sistem sosial sesuai aturan Islam. Peran masyarakat akan berfungsi sebagaimana mestinya, yakni amar makruf nahi mungkar. Bahkan, negara harus menerapkan sistem pemerintahan, politik, ekonomi, pendidikan, dan hukum sesuai syariat Islam kafah agar mampu menyelematkan remaja dari gangguan mental.
Wallahu a’lam.