Darurat Demokrasi, Rakyat Butuh Solusi

Oleh. Triwidya Ningsih
(Pendidik dan Pegiat Literasi)

Ribuan masa berdemonstrasi di depan kompleks DPR/MPR-RI (Dewan Perwakilan Rakyat dan Majelis Perwakilan Rakyat), di kawasan Senayan. Masa mewakili berbagai elemen masyarakat mulai dari buruh, mahasiswa, komika hingga artis, menuntut pemerintah dan wakil rakyat untuk mematuhi putusan MK (mahkamah konstitusi). Aksi tersebut menolak revisi Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) karena akan menganulir putusan MK tentang pilkada (VOA.com Jakarta 22/08/2024).

Sejumlah stand up komedian ikut serta turun menggelar aksi demonstrasi Darurat Indonesia menolak pengesahan revisi RUU (rancangan undang-undang) Pilkada di depan Gedung DPR-RI dengan mengenakan atribut hingga spanduk (CNBCIndonesia.com, 22/8/2024).

Sebelumnya, badan legislasi atau Baleg DPR putuskan ambang batas syarat pencalonan kepala daerah tetap 20 persen kursi di parlemen. Putusan itu tertuang dalam draf revisi undang-undang (RUU) nomor 10 tahun 2016 tentang pemilihan gubernur, Bupati dan Walikota. Putusan Baleg DPR yang diketok palu pada Rabu 21 Agustus 2024 , otomatis mengkoreksi putusan MK yang telah menghapus ambang batas tersebut. Ketua Umum DPP GMNI Arjuna Putra Aldino menilai revisi UU Pilkada yang dilakukan oleh Baleg DPR cacat hukum dan inkostitusiona (Tempo.co, 22 /8/2024).

Hal ini tentu ada dugaan kuat yang berkaitan dengan majunya salah seorang calon untuk menjadi gubernur pada pilkada 2024. Inilah yang memicu protes masyarakat, secara terang-terangan memperlihatkan dinasti politik yang di dukung para kroni-kroninya. Bahkan untuk melancarkan tujuan politiknya, pemerintah tidak segan melanggar peraturan, dan menjegal parpol dan lawan politiknya.

Katanya negara demokrasi, dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat, tetapi benarkah demokrasi untuk rakyat dengan segala kekacauan sistem hari ini? Dinamika berdemokrasi sangat karut-marut. Bahkan sistem demokrasi tidak menjanjikan apa pun karena politik ala demokrasi seelastis itu.

Dalam pemerintahan, demokrasi memberikan peluang bagi siapa pun untuk berkompetisi secara bebas, bahkan untuk meraih kekuasaan. Prinsip kebebasan ini yang melegitimasi masuknya para elite dan kroninya berpeluang besar mengendalikan kekuasaan. Dengan begitu, siapa yang sejatinya memiliki kuasa di negeri demokrasi? Tentu saja tetap para elite.

Sedangkan rakyat dalam sistem demokrasi, hanya sebagai alat mereka dalam meraih kekuasaan. Dalam demokrasi, katanya rakyat bebas untuk menyuarakan pendapat, akan tetapi malah berbalik. Suara rakyat tidak pernah didengar, rakyat makin sengsara. Inilah kecacatan demokrasi yang memang sudah cacat dari lahir.

Syekh Abdul Qadim Zallum mengatakan bahwa demokrasi adalah sistem kufur karena demokrasi bertentangan dengan Islam secara diametral. Hal ini bukan karena demokrasi cacat bawaan akan tetapi prinsip dasar demokrasi bertentangan dengan Islam. Beliau mengungkapkan beberapa alasan, bahwa umat Islam harus meninggalkan demokrasi sebab:

Pertama, demokrasi lahir dari sekularisme, yaitu memisahkan agama dari kehidupan. Hal ini bertentangan dengan Islam karena selayaknya manusia tunduk dan patuh pada aturan Allah. Kekacauan dan keresahan hidup manusia tercipta karena meninggalkan agama sebagai sistem kehidupan. Padahal kita tahu bahwasanya aturan Allahlah yang menjadi sumber ketenangan hidup manusia.

Kedua, Kedaulatan berada di tangan rakyat. Hal ini bertentangan dengan syariat. Dalam Islam, hanya Allah Sang Pembuat hukum, bukan manusia, terlebih banyaknya pertentangan karena pola pikir dan kepentingan manusia yang berbeda-beda. Oleh sebab itu, aturan yang bersumber dari Allah jelas terbaik bagi manusia.

Ketiga, prinsip kebebasan yang mengakomodasi kebebasan berpendapat, berekspresi, kebebasan kepemilikan, dan kebebasan beragama merupakan sumber kekacauan hidup hari ini. Contohnya kebebasan dalam kepemilikan, demokrasi mengizinkan manusia memiliki segala sesuatu tanpa batas. Sesuatu yang harusnya menjadi milik umum jadi milik pribadi.

Kemudian kebebasan berekspresi, manusia dibebaskan mengumbar ekspresinya misal, bebas mengekspresikan naluri seksualnya di jalan yang keliru, seperti kaum L687 (lesbi4n, g4y biseksu4l dan tr4nsgender) yang jelas melanggar fitrah dan syariat. Demokrasi dianggap dan diterima sebagai sistem terbaik, yang cocok dengan masyarakat yang heterogen. Akan tetapi juga jangan lupa, bahwa Rasulullah saw. menerapkan syariat Islam di tengah masyarakat yang heterogen.

Saat ini, sistem demokrasi sekuler yang menyetir seluruh detail kehidupan. Maka, hanya prasangka buruk yang muncul saat ditawarkan Islam sebagai solusi. Mereka berpikir, Islam akan menghalangi kebebasan beragama bagi nonmuslim. Padahal, sejarah telah membuktikan, selama kurun 14 abad sistem Islam berkuasa, non muslim bebas menjalankan ibadah yang mereka yakini.

Sungguh, masyarakat butuh solusi dan ruang diskusi, sudah selayaknya menyuarakan peringatan darurat untuk segera meng-uninstall sistem demokrasi. Marilah buka mata dan pikiran bahwa sekarang Indonesia dan seluruh dunia, sedang tidak baik-baik saja.

Tidak ada sistem yang baik dan adil selain daripada Islam. Satu-satunya jalan yang sahih hanyalah cara Islam. Islamlah yang mengatur roda kehidupan manusia dan kebahagiaannya secara komprehensif .Wallahualam bisawab.

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi