Bunuh Diri Marak, Kapitalisme Sistem Rusak

Oleh : Ismawati

Sungguh ironi, seorang siswi di Semarang nekat mengakhiri hidupnya karena tidak diterima di PTN (Perguruan Tinggi Negeri) impiannya. Dari akun twitter @utbkfess menyebutkan adiknya yang saat itu sedang menunggu pengumuman kelulusan masuk perguruan tinggi, memiliki nazar jika ia benar diterima di PTN impiannya ia akan memberi santunan untuk anak yatim. Namun, jika tidak diterima ia akan bunuh diri.

Hasilnya, benar bahwa sang adik bernama Dena tidak diterima di Universitas Gadjah Mada (UGM). Dena meninggal akibat overdosis alkohol dan beberapa obat yang diberikan oleh psikiater (Hops.id, 13/7/22).

Tidak berhenti di situ, kasus bunuh diri juga terjadi pada Mahasiswa berinisial BH. BH nekat mengakhiri hidupnya karena kuliahnya selama 7 tahun tak kunjung selesai. Kanit Reskrim Polsek Sungai Pinang, Iptu Fahrudi menyebutkan, setiap mengajukan skripsi selalu ditolak oleh dosennya. Sehingga, BH diduga stres dan mengakhiri hidup dengan gantung diri (Kompas.com, 15/7/22).

Sejatinya bunuh diri adalah perilaku tercela yang wajib dihindari. Namun seringkali, bunuh diri dijadikan cara paling cepat mengakhiri segala penderitaan atau tekanan hidup yang mendera.

Bunuh diri adalah masalah Kesehatan Global dan menempati peringkat kedua peyebab kematian paling umum pada kelompok usia 15-29 tahun di dunia (Rosemary, et al. 2016).

Dikutip dari Kompas.com (21/9/2022), menurut Asosiasi Internasional untuk Pencegahan Bunuh Diri, setiap 40 detik, seseorang melakukan bunuh diri di seluruh dunia. Artinya, ada sekitar sekitar 800.000 kejadian bunuh diri setiap tahunnya. Sementara di Indonesia, berdasarkan data Potensi Desa (Podes) Badan Pusat Statistik (BPS) 2021 menyebut telah terjadi 5.787 korban bunuh diri maupun percobaan bunuh diri.

Itu baru yang terdata saja, sementara itu masih banyak yang belum terdata dan jumlah setiap hari semakin meningkat. Hal ini tentu menimbulkan pertanyaan, mengapa banyak manusia yang nekat melakukan bunuh diri? Segitu beratkah dunia ini, sampai-sampai solusi cepat adalah bunuh diri? Mengapa banyak pemuda yang tidak punya semangat hidup?

Telah jamak diketahui bahwa, kehidupan manusia saat ini tidak diatur oleh agama (sekularisme). Agama hanya sekadar pelengkap dalam kolom KTP saja. Sementara dalam hidup, manusia bebas menentukan arah hidupnya sendiri, tidak tahu lagi halal atau haram.

Alhasil, sekularisme ini membentuk pemuda menjadi pribadi yang lemah, ketika menghadapi masalah berat, seolah-olah menjadi makhluk yang paling menderita sedunia, merasa tidak ada jalan keluar. Daripada terus menderita, bunuh diri menjadi solusinya. Nauzubillah!

Padahal, dunia adalah tempatnya ujian. Ujian bukan hanya berupa kesedihan, tapi juga kesenangan yang melenakan. Lihatlah, di satu sisi bunuh diri karena tidak diterima di PTN favorit. Sementara, di sisi lain depresi sebab kuliah yang tak kunjung selesai. Ini membuktikan bahwa, manusia tidak lepas dari ujian. Apa yang kita impikan pun, bisa menjadi ujian yang seharusnya kita hadapi.

Belum lagi dalam sistem saat ini (kapitalisme), kehidupan manusia penuh dengan tekanan. Sulitnya memenuhi kebutuhan ekonomi, hingga kemiskinan di mana-mana. Pun, demikian dengan pendidikan. Para pemudanya dituntut untuk berpendidikan tinggi. Namun, pendidikan terbaik berbiaya mahal dan sulit diakses.

Output pendidikannya berstandar pada materi. Minim membentuk generasi yang beriman dan bertakwa. Hendak menjadikan dunia sebaik-baik tempat untuk menata bekal sebelum kembali, namun sayang, semua terpinggirkan sebab sekularisme menghilangkan tujuan pendidikan yang sebenarnya.

Oleh karena itu, penting dibutuhkan kesadaran sebagai seorang hamba. Dengan begitu, ia akan sadar bahwa ada al-Khaliq sebagai Pencipta dan Pengatur hidup manusia. Sekaligus pula Dzat yang Maha Tahu kapan kematian seorang hamba tiba. Sebab, Allah Swt. berfirman bahwa setiap yang bernyawa pasti akan mati.

“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kemudian hanyalah kepada Kami kamu dikembalikan.” (QS. Al Ankabut: 57).

Maka, sebagai seorang hamba tentu kita tidak boleh jauh dari aturan Pencipta. Setiap kehidupan yang dijalani harus terikat dengan syariat-Nya. Termasuk mengetahui bahwa, hukum bunuh diri dalam Islam adalah haram. Sudahlah tersiksa di dunia, akan tersiksa lagi di akhirat sebab dosa bunuh diri.

Dari sisi pemenuhan kebutuhan hidup, dalam Islam tanggung jawab penuh ada pada negara.
Abdullah bin Umar mengatakan, Rasulullah Saw. berkata

“Ketahuilah bahwa setiap dari kalian adalah pemimpin dan setiap dari kalian akan dimintai pertanggung jawaban atas kepemimpinannya, seorang pemimpin umat manusia adalah pemimpin bagi mereka dan ia bertanggung jawab dengan kepemimpinannya atas mereka.”

Pendidikan gratis dan terbaik wajib dipenuhi oleh negara. Tujuan pendidikan dalam Islam selain agar unggul di segala bidang ilmu dunia, juga membentuk karakteristik generasi mulia yang beriman dan bertakwa.

Dengan begitu, ia akan menjadi generasi bermental kuat. Ketika menghadapi masalah, ia senantiasa berikhtiar dan mengharap rahmat dan pertolongan dari Allah Swt.

Pendidikan bervisi islami hanya bisa terwujud dalam sistem Islam. Sebuah sistem kehidupan yang menjadikan Allah Swt. sandaran perbuatan. Semoga Allah segerakan pertolongan-Nya dengan tegaknya syariat dalam mengatur kehidupan ini. Selain itu, mampu menyelamatkan generasi dari kerusakan mental dan akhlaknya.

Wallahua’lam bishowab.

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi