Bukan Wisata Halal, Inilah Sumber Pemasukan Negara dari Sistem Khilafah


Oleh: Ilma Rabiya

Bagai magnet yang menarik, industri halal jadi semakin diminati oleh pemegang kebijakan saat ini. Begitulah faktanya. Terlebih kabar yang datang baru-baru ini, Indonesia menjadi surga wisata halal dunia dengan meraih predikat Top Muslim Friendly Destination of The Year 2023 di ajang Mastercard Crescent Rating Global Muslim Travel Index (GMTI) 2023 di Singapura.

Hal ini tentu menjadi suatu hal baik dan membanggakan bagi Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Hanya saja dalam era kapitalisme, wisata halal dipandang sebagai salah satu sumber devisa yang dapat menambah pundi-pundi kas negara. Jika sepintas disadari, tentu tak ada yang salah memang, namun sebenarnya pandangan ini dapat mengkaburkan potensi-potensi besar pemasukan kas negara lainnya yang jauh lebih strategis.

Data yang dikutip dari CNN Indonesia, pemerintah memperkirakan potensi penerimaan devisa dari sektor pariwisata halal ini mencapai sekitar US$5,5 – US$10 miliar atau setara Rp77-Rp140 triliun (kurs Rp14 ribu per dolar Amerika Serikat). Sedangkan jika kita menelusuri kembali pendapatan dari salah satu sumber strategis seperti emas-tembaga, pendapatan PT Freeport-McMoran Inc. mencatatkan pendapatan sepanjang tahun 2022 sebanyak US$ 22,78 miliar atau setara Rp341,70 triliun (asumsi kurs Rp15.000/US$). (Sumber CNBC Indonesia).

Sungguh angka tersebut begitu fantastis perbedaannya. Kita dapat bayangkan berapa banyak pendapatan perusahaan tersebut yang sudah beroperasi sejak zaman orde baru. Tentu hasilnya jauh lebih besar. Sayangnya negeri ini terkungkung dengan sistem kapitalisme yang membuat kekayaan alam justru dikuasai oleh asing, bukan umat. Belum lagi ancaman terhadap utang negara yang begitu besar, sehingga wajar jika pemerintah terus mengais-ngais sumber pendapatan dari berbagai macam celah seperti menaikan pajak dan juga menarik sumber pendapatan devisa dari wisata halal.

Kali ini, lagi-lagi masyarakatlah yang menjadi korbannya. Sudahlah jatuh karena kemiskinan yang sistemik, masyarakat juga harus ketiban tangga akibat negara yang tak bisa menopang kehidupan rakyat dengan fasilitas yang memadai untuk pendidikan, kesehatan, dan lainnya sebab kas negara kosong.

Pandangan wisata halal dalam Islam sungguh sangat jauh berbeda jika dibandingkan dengan era kapitalisme hari ini. Negara Islam, Khilafah tidak pernah memandang bahwa wisata sebagai salah satu pendapatan devisa negara. Sebab negara sudah memiliki 3 (tiga) sektor utama sebagai sumber pendapatan negara yang terbukti dapat menjamin kesejahteraan rakyat. Yaitu, pertama adalah pos kepemilikan negara, kedua pos kepemilikan umum, ketiga pos zakat yang terakumulasi di Baitul Maal.

Setiap pos memiliki sumber pemasukan dan pengeluaran masing-masing. Contoh pos kepemilikan negara seperti harta fa’I, jizyah, kharaj, usyur, jizyah, ghanimah, ghulul, dan dharibah. Harta ini akan dikeluarkan untuk keperluan negara seperti biaya jihad, infarstruktur, menggaji pegawai negara.

Pos kepemilikan umum berasal dari pengelolaan harta kepemilikan umum yakni sumber daya alam. Harta ini dikeluarkan untuk keperluan warga Khilafah untuk membiayai kebutuhan kesehatan, pendidikan dan kemananan. Sedangkan pada pos zakat sumber pendapatannya berasal dari zakat fitrah, zakat maal, fidyah, wakaf yang pengeluarannya berdasarkan aturan yang sudah ditetapkan syariat.

Negara Khilafah tidak mengambil wisata sebagai jalan untuk pendapatan sumber devisa negara, sebab ketiga pos tersebut sudah dapat menyelesaikan basic needs masyarakatnya. Sehingga wisata digunakan sebagai alat atau objek syiar dan dakwah untuk mentadaburi setiap hal yang telah diciptakan Allah SWT. Selain itu, sebagai sarana dakwah kepada mereka yang belum menerima Islam sebagai agamanya agar dapat mengingatkan kepada ketauhidan karena mereka menikmati keindahan alam yang telah Allah ciptakan.

Objek wisata juga dapat menciptakan propaganda bagi mereka yang ragu dengan Islam. Sehingga bagi mereka yang masih ragu, bisa diperkenalkan kepada mereka tentang bagaimana hebat dan megahnya peradaban yang sudah dibangun oleh umat Islam di zaman Khilafah sebagai pembuktian.

Jadi sangatlah jelas bagaimana sebuah ideologi mengubah pandangan masyarakat hari ini. Sudah sepatutnya kita sebagai muslim/muslimah mulai kembali mempelajari ajaran agama kita, sehingga cara pandang kita terhadap sesuatu tidak hanya sebatas untuk mengumpulkan materi atau kekayaan, melainkan harus berasaskan kepada ketakwaan kepada Allah SWT. Sebab dalam Al-Quran surat Adz-Dzariat ayat 56 Allah meminta kita untuk terus beribadah kepada Nya.

“Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia, melainkan supaya mereka menyembah-Ku.” (QS. Adz-Dzariat: 56)

Wallahu’a’lam bishawab.

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi