Sosok predator anak, pimpinan pesantren panti Asuhan di Tangerang ini tengah jadi sorotan media. Gimana nggak, figur ayah yang sejatinya pelindung dan pengayom anak asuh malah disalahgunakan untuk memaksa anak-anak santri mengikuti nafsu bejatnya. Ngeri!
Dampaknya, masyarakat ada yang punya pikiran negatif dengan pendidikan di Pesantren. Mereka berpikir ulang untuk mengajak anaknya nyantri. Nggak deh. Entar jadi korban lagi. Nah lho!
# Jejak Para Pahlawan Santri
Pondok pesantren sebagai salah satu pilihan tempat menimba ilmu agama tak boleh dipandang sebelah mata. Meski kasus predator anak itu telah mencoreng nama baik pesantren, tapi bukan berarti semua pesantren sama kondisinya. Nggak gitu konsepnya. Itu hanya oknum aja.
Karena dari dulu sejak jaman perjuangan kemerdekaan, pesantren menjadi salah satu produsen para pahlawan nasional. Para santri pejuang telah meninggalkan jejak sejarah berjuang mengusir para penjajah dari bumi pertiwi. Mereka diantaranya:
1. KH Hasyim Asyari
Pendiri Nahdlatul Ulama (NU), sebagai seorang ulama ternama di Indonesia, KH Hasyim Asyari pernah mengenyam pendidikan agama di berbagai pesantren, termasuk Pesantren Wonokoyo di Probolinggo, Pesantren Langitan di Tuban, dan Pesantren Trenggilis di Semarang. Selain itu, Beliau juga menimba ilmu di Pesantren Kademangan di Bangkalan dan Pesantren Siwalan di Sidoarjo yang diasuh oleh Kyai Ya’qub.
2. KH Ahmad Dahlan
Pendiri Muhammadiyah yang lahir dengan nama Muhammad Darwis, memiliki latar belakang pendidikan di pesantren sejak kecil. Beliau bahkan pernah belajar agama dan bahasa Arab di Makkah selama lima tahun pada tahun 1883 saat berusia 15 tahun
3. Pangeran Diponegoro
Dalam masa kecilnya, Pangeran Diponegoro dibesarkan oleh nenek buyutnya, GKR Ageng Tegalreja, yang merupakan putri dari salah satu ulama terkenal, yaitu Ki Ageng Derpoyudo. Diponegoro memiliki keterlibatan awal dalam dunia pesantren dan erat hubungannya dengan ulama-ulama masa itu. Beliau juga belajar di Pondok Pesantren Gebang Tinanar di Ponorogo yang dipimpin oleh Kiai Hasan Besari.
4. KH Wahid Hasyim
Putra dari KH Hasyim Asy’ari pernah menuntut ilmu di beberapa pesantren, termasuk Pondok Pesantren Siwalan, Panji, dan Lirboyo di Kediri.
5. KH Zainal Arifin
Beliau adalah seorang pemimpin Hizbullah dan pernah menjabat sebagai Wakil Perdana Menteri Indonesia. Dia belajar di dua pesantren, yaitu Pondok Pesantren Karay Sumenep dan Syaikhana KH. Muhammad Kholil Bangkalan.
6. KH Zainal Mustafa
Beliau adalah Wakil Rais Syuriyah NU dan penggagas pemberontakan melawan penjajah di Singaparna, Tasikmalaya, Jawa Barat. KH Zainal Mustafa memiliki latar belakang pendidikan dari empat pesantren yang berbeda, yakni Pondok Pesantren Gunung Pari, Cilenga Leuwisari, Sukaraja Garut, Sukamiskin Bandung, dan Jamanis Rajapolah.
7. KH Noer Ali
KH Noer Ali dikenal sebagai simbol perjuangan dan keberanian di Bekasi. Selama hidupnya, KH Noer Ali menimba ilmu dari Guru Maksum di Kampung Bulak, Guru Mughni, dan pesantren Guru KH Marzuki.
8. H Andi Mappanyukki
Beliau merupakan seorang Raja Bone dari Suku Bugis, adalah salah satu tokoh yang memegang peran penting dalam perjuangan melawan penjajah Belanda dan Jepang antara tahun 1945-1949. H Andi Mappanyukki merupakan simbol perjuangan Sulawesi Selatan dan kontribusinya dalam memerdekakan tanah airnya diakui secara resmi.
9. Buya Hamka
Prof. DR. H. Abdul Malik Karim Amrullah, adalah seorang tokoh yang memiliki banyak peran dalam sejarah Indonesia. Buya Hamka adalah seorang ulama, sastrawan, wartawan, penulis, dan pengajar. Selain itu, ia terlibat dalam dunia politik melalui partai Masyumi hingga partai tersebut dibubarkan. Buya Hamka juga menjadi Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) pertama, dan ia aktif dalam Muhammadiyah hingga akhir hayatnya.
# Bukan Pemuda Biasa
Jejak Sejarah para pahlawan santri di atas patut kita teladani. Getol menimba ilmu di bangku sekolah baik di pesantren atau pendidikan formal sama-sama berpeluang menjadi calon pemimpin masa depan. Kuncinya, sebagaimana diingatkan oleh para ulama berikut:
Imam Syafi’i: “Jika kamu tidak menyibukkan dirimu dengan kebaikan, maka ia akan menyibukkanmu dengan keburukan.”
Syaikh Abdul Aziz bin Baz: “Pemuda harus menjadikan ibadah sebagai prioritas, karena usia muda adalah waktu paling kuat untuk beramal.”
Ibnu Taimiyah: “Kebahagiaan pemuda adalah ketika mereka memegang teguh ajaran agama dan menjauhi hawa nafsu.”
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin: “Jangan sia-siakan waktumu dengan hal yang tidak bermanfaat. Pemuda yang bijak adalah yang memanfaatkan waktunya untuk belajar dan beribadah.”
Syaikh Shalih Al-Fauzan: “Pemuda harus menjaga pandangan, karena pandangan yang tidak dijaga akan membawa pada kehancuran.”
Imam Nawawi: “Carilah ilmu sebelum engkau sibuk oleh dunia. Karena ilmu adalah warisan terbaik yang akan menemanimu hingga akhir hayat.”
Syaikh Muhammad Al-Ghazali: “Keberhasilan pemuda diukur dari bagaimana mereka memanfaatkan waktu dengan baik dan tidak tenggelam dalam kesenangan sementara.”
Nasihat para ulama di atas mengerucut pada satu aktifitas yang dekat dengan dunia pesantren. Ngaji. Ya. Terus ngaji sampai nanti sampai mati. Walopun tidak jadi santri, yang penting istiqomah mengenal Islam lebih dalam dan terikat syariat setiap saat. Yuk!