Borok Demokrasi, Suap dan Korupsi Kian Lestari

Oleh. Afiyah Rasyad
(Aktivis Peduli Ummat)

Masa reformasi telah berlalu dalam hitungan dua dekade lebih. Namun, suap dan korupsi semakin tak terkendali. Istilah suap dan korupsu di atas meja telah jamak diketahui khalayak. Makin banyak tikus berdasi dan tikus berseragam yang berkeliaran di negeri ini.

Borok Demokrasi, Budaya Suap dan Korupsi Kian Lestari

Suap dan korupsi seakan dilestarikan dan diamini di negeri ini. Problem korupsi memang masih menjadi PR besar di Indonesia, baik korupsi dalam kelembagaan, maupun korupsi politik (suap) yang terkait dengan kekuasaan. Bukan saja melibatkan satu dua lembaga, tetapi sudah menjadi endemi dari kalangan atas hingga tataran rakyat jelata.

Betapa banyak pejabat tinggi pusat dan daerah yang tersangkut kasus suap dan korupsi. Ada pula wakil rakyat, menteri dan beberapa anggota kementerian tertangkap KPK. Tak ketinggalan para pejabat BUMN, aparat hukum, pejabat perguruan tinggi, dan lembaga pemerintahan lainnya terjerat kasus korupsi. Belum lagi yang tidak tercium dan tak tersentuh KPK, pasti jumlahnya lebih banyak yang tidak tertangkap.

Lembaga KPK sendiri baru-baru ini sedang diterpa badai suap dan korupsi. Suap dan korupsi seakan menjadi cara favorit untuk menambah pundi-pundi materi. Belum usai permasalahan tersebut, Basarnas diduga menerima suap dari dua perusahaan pengadaan barang penanggulangan bencana.

Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK menangkap Arif Budi Cahyanto bersama Direktur Utama PT Inter Tekno Grafika Sejati, Marilya; dan Direktur Utama PT Kindah Abadi Utama, Roni Aidil. Ketiganya ditangkap saat proses penyerahan uang suap yang ditujukan kepada Kepala Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas) Marsdya Henri Alfiandi di sebuah tempat di Bekasi, Jawa Barat, pada Selasa, 25 Juli 2023 (tempo.co, 28/7/2023).

Makin hari, kasus suap dan korupsi menjadi kasus yang beragam dan memuakkan. Betapa harta menjadi sebuah patokan baku dalam meraih kekuasaan, jabatan, bahkan investasi dan pengadaan barang di lembaga pemerintahan. Suap dan korupsi seakan menjadi rantai sistematis yang saling dimengerti.

Upaya pemberantasan korupsi berbanding terbalik dengan politik uang dalam bingkai sistem demokrasi. Sudah menjadi rahasia umum, biaya meraih kekuasaan dan menduduki sebuah jabatan tidaklah murah. Mahar politik dan walimahnya amat mewah. Sementara gaji tak sebanding dengan biaya yang dikeluarkan saat kampanye dan sebelum menjabat. Akhirnya, banyak pejabat dan penguasa yang gelap mata.

Borok sistem demokrasi kian membusuk. Bukan hanya dalam badai biaya yang tak ‘ketulungan’, tetapi borok tersebut merenggut nadi-nadi spiritual yang ditanggalkan oleh akidah sekularisme, yakni pemisahan agama dari kehidupan. Sistem pemerintahan demokrasi ini merupakan buah ideologi kapitalisme.

Ideologi ini memang tegak di atas paham sekuler liberal yang menafikan peran Allah dan agama dari kehidupan. Takaran halal haram dalam kehidupan tidak diberlakukan. Sehingga, kebebasan perilaku dan berkepemilikan menjadi hal yang lazim dan diniscayakan. Terlebih, asas manfaat mendorong siapa pun berlomba-lomba meraih harta dan materi saat menjabat.

Sulitnya memberantas korupsi makin menunjukkan buruknya sistem hidup yang sedang diterapkan. Lahirnya berbagai aturan hidup atau undang-undang yang ditegakkan, bahkan lembaga antirasuah seakan tak ada artinya. Sebab, semua produk aturan bersumber dari akal manusia yang terbatas dan lemah. Pandangan kemaslahatan dan kepentingan tiap kepala tentu berbeda. Aturan tentunya akan dibuat sesuai dengan kepentingan pribadi, partai, atau golongannya. Sehingga, celah kerusakan dan intervensi terbuka lebar bagi siapa pun yang hendak curang, terlebih bagi kapitalis dan korporasi yang memiliki banyak cuan. Sehingga, suap dan korupsi tetap lestari sekeras apa pun pemberantasan digalakkan.

Islam Solusi Tuntas Suap dan Korupsi

Sistem pemerintahan demokrasi yang bertumpu pada manusia bertolak belakang dengan sistem pemerintahan Islam. Sistem Islam tegak di atas landasan akidah yang direalisasikan dan diterapkan dalam seluruh amal perbuatan. Suasana keimanan terjaga dalam tiap helaan napas semua lapisan masyarakat. Halal haram menjadi patokan utama dalam perbuatan sehingga celah keburukan dan kemungkaran tertutup dan terkunci sangat rapat.

Sistem Islam memiliki seperangkat aturan kehidupan yang berasal dari Zat Yang Maha Menciptakan manusia, alam semesta, dan kehidupan. Sistem pemerintahan Islam akan menerapkan Islam secara kaffah agar tidak terjadi kemungkaran, termasuk menihilkan suap dan korupsi dalam tatanan kehidupan.

Terkait suap dan korupsi, Islam mengharamkannya. Maka dari itu, Islam memiliki beberapa lapis perlindungan agar suap dan korupsi tidak menjadi kebiasaan dan pembiasaan. Adapun perlindungan tersebut antara lain:

Pertama, asas kekuasaan dan kepemimpinan tegak di atas landasan keimanan dan ketakwaan kepada Allah Swt.. Konsekuensinya, fungsi kekuasaan dan kepemimpinan adalah menegakkan dan menerapkan aturan-aturan Islam dalam seluruh aspek kehidupan.

Kedua, penerapan aturan Islam sebagai konsekuensi iman para penguasa, aparat, dan pegawai pemerintahan, bahkan juga rakyatnya. Kenihilan korupsi bisa disolusi dengan aturan Islam yang sempurna meliputi seluruh aspek kehidupan. Penerapan syariat Islam dalam politik dan pemerintaha dipastikan membawa kebaikan, berupa jaminan kesejahteraan dan kebahagiaan hakiki hingga individu per individu.

Dalam sistem ekonomi, pengaturan kepemilikan membuat rakyat begitu mudah memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Negara menjamin pula kebutuhan pokok individu dan komunal. memfasilitasi berbagai layanan publik secara gratis dengan administrasi yang mudah, cepat, dan profesional. Sistem penggajian pegawai, aparat, dan pejabat pun benar-benar diperhatikan dan memadai.

Kebahagiaan dalam Islam adalah meraih rida Allah. Selurih rakyat dan penguasa akan berhati-hati dalam memiliki harta Sehingga, tak terbersit sedikit pun untuk menilap harta yang bukan haknya.

Adanya penyimpangan memang dimungkinkan terjadi. Sebab, hal itu manusiawi. Namun, sistem sanksi Islam yang dikenal sangat adil dan berat akan menjadikan penyimpangan dan kecurangan tersebut minimal sekali. Celah suap dan korupsi akan lenyap karena Islam akan memberikan sanksi yang tegas sesuai nas syariat.

Para pejabat akan dihitung jumlah kekayaannya sebelum dan setelah menerima jabatan. Khalifah Umar bin Khattab pernah mengangkan seseorang menjadi auditor harta pejabat. Hal itu akan menjadikan mereka berhati-hati dalam menunaikan amanah. Bahkan, Rasulullah melarang para pegawai dan penguasa menerima hadiah daei rakyat, sekecil apa pun.

Semua itu menjadikan kehidupan nihil suap dan korupsi. Tak akan ada borok dalam kehidupan rakyat. Sebab, suasana keimanan akan membimbing masyarakat senantiasa memiliku proteksi berupa kontrol sosial dengan amar makruf nahi mungkar dan koreksi pada penguasa. Begitu pula penguasa akan lapang dada menerima kritikan dan saran. Mereka akan selalu menjalankan amanah sebagai pemelihata urusan rakyat.

Demikianlah cara Islam memberikan solusi atas kasus suap dan korupsi. Penerapan Islam yang bertumpu pada ketakwaan individu, kontrol masyarakat, dan penegakan syariat secara konsisten oleh negara, insyaallah akan menjadi jaminan terwujudnya kebaikan di seluruh sisi kehidupan. Dengan penerapan Islam secara kaffah, insyaallah Allah akan menurunkan keberkahan dari langit dan bumi bagi penghuni bumi.

Wallahu a’lam.

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi