Oleh. Tsabita
(Kontributor MazayaPost.com)
Bank Dunia mengungkapkan bahwa harga beras di Indonesia 20 persen lebih mahal daripada harga beras di pasar global. Bahkan saat ini harga beras dalam negeri konsisten tertinggi di kawasan ASEAN. Tingginya harga beras dalam negeri tak sebanding dengan pendapatan petani lokal. Merangkum dari hasil Survei Pertanian Terpadu, Badan Pusat Statistik (BPS), pendapatan rata-rata petani kecil kurang dari 1 dollar AS atau Rp15.199 per hari. Sementara, pendapatan petani per tahun hanya mencapai 341 dollar AS atau Rp5,2 juta (kompas.com, 20/9/2024).
Ketahanan pangan dalam hal ini beras menjadi isu seluruh masyarakat dunia. Banyak tantangan yang tengah dihadapi oleh industri beras dunia saat ini seperti perubahan iklim, gangguan ekonomi, dan ketegangan geopolitik yang memperumit lanskap produksi dan distribusi beras yang sudah kompleks. pada hari ini produksi beras dihadapkan pada serangkaian masalah yang berdampak luas pada komunitas lokal dan sistem pangan global. Salah satu tantangan paling mendesak adalah perubahan iklim. Pola cuaca yang tidak terduga, suhu yang meningkat, dan cuaca ekstrem seperti banjir dan kekeringan mengganggu hasil panen beras di seluruh dunia. Tekanan ekonomi semakin memperparah tantangan ini. Volatilitas pasar, pembatasan perdagangan, dan meningkatnya biaya input seperti pupuk dan energi membuat petani semakin sulit untuk menjaga operasional yang menguntungkan.
Tantangan-tantangan yang saling terkait ini menekankan perlunya pendekatan yang tangguh dan adaptif terhadap produksi beras. Adapun solusi yang diterapkan selama ini (pengelolaan dalam sistem sekuler demokrasi) tumpang tindih dengan berbagai kepentingan yang melingkupi kompleksitas masalah pertanian tersebut. Maka diperlukan analisis mendalam dan solusi tuntas yang mengakar sehingga permasalahan cabang tercerabut secara paripurna.
Setidaknya ada empat faktor yang menjadi penyebab tingginya harga beras dan tidak relevannya dengan kesejahteraan rakyat, di
antaranya;
Pertama, masalah biaya produksi pertanian. Faktanya, para petani merana menanggung biaya produksi pertanian yang tinggi, meliputi bibit, pestisida, pupuk, dll. Kebijakan subsidi pupuk yang sudah berjalan nyatanya tidak cukup meringankan beban biaya yang dikeluarkan petani. pengeluaran biaya produksi jauh lebih besar ketimbang pendapatan yang diterima petani
Kedua, rantai distribusi dari produsen ke konsumen cukup panjang. Sebagai contoh, beras dijual ke tengkulak-distributor-konsumen akhir dengan harga lebih tinggi. Rantai distribusi yang panjang sangat merugikan petani sebagai tangan pertama produsen beras. Di sisi lain, praktik tengkulak membeli gabah dengan harga rendah sebelum panen.
Ketiga, sektor pertanian dikuasai oligarki dari hulu ke hilir. Petani bermodal kecil dengan lahan sawah dan teknologi seadanya akan tergeser oleh pemilik usaha pertanian bermodal besar yang memiliki lahan berhektare-hektare yang ditunjang teknologi pertanian yang canggih. Kesejahteraan petani juga bergantung pada luas lahan yang dimiliki.
Keempat, meningkatnya harga beras juga dipengaruhi kebijakan negara yang membatasi impor beras. Impor beras seharusnya tidak menjadi solusi andalan pemerintah untuk menutupi defisit stok beras dalam negeri. Ketergantungan impor akan menjadikan negeri ini makin jauh dari kemandirian pangan. Di sisi lain, kebijakan impor beras juga membebani APBN yang akan membuat negara tekor serta menguntungkan negara lain sebagai pengekspor beras ke Indonesia. Berdasarkan data BPS, impor beras Indonesia melonjak 121,34% selama Januari hingga Agustus 2024. Dengan kebijakan yang memudahkan impor, ketahanan pangan nasional Indonesia terancam.
Akar Masalah
Fakta di atas menjadi bukti bahwa praktik kapitalisme sangat kuat. Negara hanya bertindak sebagai regulator bagi kepentingan oligarki kapitalis. Regulasi yang diterapkan hanya mengatur aspek teknis, belum menyelesaikan akar masalah pangan. Paradigma sekuler kapitalisme telah mengaburkan visi politik pangan.
Sistem Pangan dalam Islam
Negara Islam menempatkan ketahanan dan kedaulatan pangan sebagai salah satu dasar dalam pertahanan negara dan kesejahteraan rakyat. Negara Islam (Khilafah) akan menetapkan kebijakan yang dapat menjamin kesejahteraan petani, yaitu:
Pertama, membangun infrastruktur pertanian yang memadai, seperti jaringan irigasi yang canggih. Pada masa Kekhalifahan Umayyah, jaringan irigasi dibangun di seluruh wilayah lalu dikembangkan pompa-pompa irigasi hingga kincir air. Khilafah juga membiayai pemeliharaan kanal-kanal besar untuk pertanian. Air dari Sungai Eufrat dialirkan hampir ke seluruh wilayah Mesopotamia (sekarang Irak), sedangkan air dari Tigris dialirkan ke Persia. Negara juga membangun sebuah kanal besar yang menghubungkan dua sungai di Baghdad.
Kedua, memberikan dukungan permodalan baik dalam bentuk pemberian tanah, harga bibit dan pupuk murah, atau pinjaman tanpa bunga seperti pada masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz. Pinjaman tersebut baru dikembalikan dua tahun setelahnya.
Ketiga, menyediakan sarana produksi pertanian secara memadai dan memastikan produksi petani terdistribusi dengan baik, seperti membeli gabah petani dengan harga tinggi.
Keempat, mengembangkan iklim yang kondusif bagi kegiatan penelitian dan pengembangan sains dan teknologi, termasuk di bidang pertanian. Khilafah melahirkan banyak ilmuwan dan ahli pertanian, semisal Abu Zakaria Yahya bin Muhammad Ibn Al-Awwan yang menulis buku Kitab al-Fildhah. Ia menjelaskan secara rinci tentang 600 jenis tanaman dan budidaya 50 jenis buah-buahan, hama, dan penyakit serta penanggulangannya. Karya seperti ini bermanfaat bagi petani dalam meningkatkan produktivitasnya.
Demikianlah, Islam memberikan seperangkat sistem yang komprehensif dalam mengatasi pangan secara fundamental. Sistem politik ekonomi Islam akan mewujudkan visi pangan yang mandiri dan berdaulat. Wallahualam bisawab.