Bencana Tidak Kunjung Usai dalam Kepemimpinan Kapitalisme

Oleh: Eni Yani

Bencana seolah enggan beranjak dari negeri yang dijuluki jamrud khatulistiwa, Indonesia. Mulai dari banjir, tanah longsor dan gempa bumi, terus mengikuti perjalanan selama tahun 2022 yang lalu. Tentu ini harus menjadi renungan bagi seluruh komponen masyarakat, agar tidak kembali lagi bencana yang menelan banyak korban. Sejatinya bencana adalah ketentuan dari Sang Pencipta Alam, yang tidak bisa kita hindari, namun sebagai manusia yang dikarunia akal, kita mampu merasakan, karena perbuatan manusialah yang memicu bencana.

Kota hujan Bogor, sebagai salah satu daerah rentan bencana banjir dan tanah longsor. Menurut Badan Penanggulangan Bencana Daerah ( BPBD ) sepanjang tahun 2022 tercatat sebanyak 856 bencana yang terjadi, didominasi bencana tanah longsor. Menurut kepala BPBD, adanya peningkatan bencana dibanding tahun 2021. Bencana tanah longsor mengalami peningkatan yang tinggi dari bencana banjir dan pohon ambruk. Rincian bencana yang terjadi di Kota Bogor selama tahun 2022, bangunan ambruk sebanyak 164 kejadian, pohon tumbang 170 titik dan kejadian tanah longsor sebanyak 373 titik dan bencana lainnya yang terjadi di Kota Bogor. ( Meteopolitan.id, 2/02023 )

Tentu, ini harus menjadi bahan evaluasi bagi pemkot Bogor, meningkatnya jumlah bencana yang terjadi sepanjang tahun 2022, apakah murni akibat dari fenomena alam atau adanya keterlibatan tangan manusia. Hal ini akan menjadi barometer pemkot bagaimana penanganan dan pengaturan letak tata kota yang baik.

Kepemimpinan seseorang atas yang dipimpinya adalah hal yang berat dihadapan Allah, karena setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya. Namun, dalam sistem kapitalis sekuler saat ini, orang justru antusias bahkan ambisius menjadi pemimpin. Pemikiran kapitalis menjadikan jabatan yang diampu seseorang untuk meraup keuntungan yang sebesar – besarnya dan manfaat duniawi semata, tanpa menjadikan agama sebagai rem atau pengontrol atas perbuatan yang dilakukannya.

Tidak heran, jika dalam kepemimpinan kapitalisme sekuler tidak akan ditemukan pemimpin yang amanah dalam mengurusi rakyatnya. Setiap periayahan atas rakyat harus ada kompensasi berupa materi atau hal lain yang bisa diambil manfaatnya. Begitu juga dalam penanganan bencana yang berkaitan dengan keselamatan jiwa manusia, ada motif manfaat yang ingin diraih atas musibah dan bencana yang terjadi.

Bencana tanah longsor berkaitan dengan kondisi alam yang rusak dan mengalami pergeseran letak tanah akibat curah hujan. Ini bukan terjadi hanya karena faktor alam semata, tetapi disebabkan ulah tangan manusia, yang telah mengeksploitasi alam, khususnya daerah resapan air hujan. Hutan sebagai daerah resapan menjadi ladang bisnis bagi segelintir orang dengan cara menggunduli hutan untuk diambil manfaatnya, tanpa mempertimbangkan efek buruk yang akan menimpa masyarakat.

Begitu juga daerah hilir, dijadikan tempat pemukiman yang seharusnya menjadi daerah aliran sungai. Tidak adanya pengaturan tata letak kota yang baik diakibatkan kepemimpinan yang hanya mencari nilai materi tanpa memperhitungkan dan memikirkan efek buruk terhadap rakyat. Kerusakan lingkungan khususnya tanah longsor dan banjir menunjukkan buruknya pengurusan negara atas rakyat yang dipimpinnya. Negara lebih mengedepankan bisnis yang mengahasilkan profit dibanding periayahan rakyatnya.

Bencana banjir dan tanah longsor merupakan bencana yang bisa dikurangi melalui usaha manusia, khususnya oleh penguasa sebagai periayah umat. Penguasa justru tidak antisipasi atas musibah yang berulang, justru mencari kambing hitam, dengan menyalahkan alam atau menyalahkan penguasa sebelumnya.

Bencana alam bukan satu – satunya masalah yang lahir dalam sistem ini, sederetan masalah tak henti terjadi seperti kemiskinan, pengangguran, tawuran antar pelajar, perampokkan, pembegalan, perkosaan, prostitusi dan lainnya. Semua menumpuk seperti tugas yang tidak pernah terselesaikan, disusul dengan tugas lainnya. Semua berawal dari penerapan sistem kapitalisme sekuler yang menjadikan manusia sebagai pembuat hukum.

Cara Islam Atasi Bencana

Langkah pertama yang diajarkan syariat adalah dengan bertobat, itu yang dilakukan Umar Bin Khatab saat terjadinya bencana gempa bumi. Begitu juga saat kepemimpinan Umar Bin Abdul Aziz, dengan mengirim surat keseluruh wali negeri bahwa gempa bumi yang terjadi sebagai teguran dari Allah. Kemaksiatan yang terjadi dimuka bumi adalah karena mencampakkan hukum Allah.

Islam mengajarkan keseimbangan alam, memperlakukan alam sesuai syariat, penguasa Islam bukan saja menjaga dan mengurus rakyat, tetapi juga, bagaimana mengurus sumber daya alam agar bermanfaat sebesar- besarnya untuk kesejahteraan rakyat.

Islam menetapkan tanah, api, hutan dan air sebagai sumber daya alam milik rakyat, yang diatur pemakaianya serta pengurusannya. Islam mengatur bagaimana penggunaan tanan dan mengatur tata ruang. Kewenangan negara mengatur agar urusan umat terjaga sehingga dengan tegas melarang eksplorasi dan eksploitasi serampangan, seperti yang dilakukan sistem saat ini.

Kunci untuk mengakahiri segala musibah yang terjadi yaitu, dengan mencampakkan akar penyebabnya yakni ideologi kapitalis sekuler, sebagai biang segala kerusakan. Selanjutnya, terapkan ideologi dan sistem Islam secara totalitas dalam seluruh aspek kehidupan, termasuk dalam pengelolaan sumber daya alam, agar terjadi keharmonisan dan keseimbangan dalam kehidupan. Wallahu a’lam

Dibaca

 68 total views,  2 views today

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi