Benarkah Investasi Cina Menjadi Solusi Ketenagakerjaan di Indonesia?

Oleh. Lailiyah Maulidatul Hasanah, S.Si.
(Pendidik Generasi)

Pengangguran di Indonesia kian hari makin meningkat. Hal ini selain dipicu sulitnya lapangan pekerjaan, juga disebabkan banyaknya industri lokal yang mulai mengalami kemrosotan sehingga memicu adanya PHK masal. Kali ini, PHK massal terjadi pada perusahaan tekstil yang terdapat di Indonesia.

Usaha tekstil merupakan usaha padat karya. Namun, sangat disayangkan dengan banyaknya produk impor dari Cina yang membanjiri Indonesia, menjadikan produk lokal menurun eksistensinya. Melonjaknya pasokan tekstil di pasar wilayah timur mengancam mata pencaharian penduduk lokal di Indonesia. Namun, dengan maraknya gelombang tersebut , Menko Maritim dan Investasi Luhut B. Pandjaitan mengungkapkan adanya keinginan perusahaan tekstil asal Cina menanamkan modal. Dia menyingkap rencana investasi itu berupa pendirian dua pabrik di Kertajati, Jawa Barat dan Sukoharjo, Jawa Tengah (Bisnis.com, 27/6/2024).

Rencana investasi tersebut bagaikan angin segar. Namun nyatanya, proteksi terhadap industri tekstil sedang mengalami tarik ulur. Hal tersebut terlihat ketika penerapan kebijakan Larangan dan Pembatasan atau Lartas impor yang dimulai dari penerbitan Permendag No. 36/2023. Permendag yang juga menerapkan Lartas bagi produk industri lainnya itu, mengalami beberapa kali revisi hingga berujung penerbitan Permendag No. 8/2024 dengan muatan pelonggaran izin impor. Para pengusaha tekstil pun berang, seiring juga badai PHK dari pabrik tekstil besar hingga raksasa seperti PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) atau Sritex (Bisnis.com, 27/6/2024).

Apabila investasi tersebut terjadi ketika industri lokal kolaps akibat banyaknya barang yang masuk dari Cina. Hal ini menunjukkan seperti ada serangan yang terstruktur. Setelah industri kita hancur maka investasi mereka datang untuk menguasai pasar (Bloomberg Technoz, Juni 2024).

Konsep Ekonomi Kapitalisme di Balik Janji Investasi Cina

Perlu kita sadari bahwa bangkrutnya industri tekstil di Indonesia bukan karena kurangnya modal maupun bahan baku. Namun, kurangnya daya beli terhadap produk lokal yang dipicu oleh banyaknya produk impor yang masuk, salah satunya dari Cina. Sehingga, investasi yang Cina janjikan bukanlah solusi untuk masalah pengangguran yang ada di Indonesia saat ini.

Seharusnya, lapangan pekerjaan dapat dibentuk oleh negara sendiri tanpa investasi negara asing. Pada kenyataannya, banyak industri tekstil dari skala kecil hingga besar tersebut terpaksa tutup. Hal itu disebabkan rendahnya daya beli masyarakat yang mengakibatkan kebangkrutan.

Kelonggaran peraturan terhadap barang impor memudahkan produk-produk asing masuk ke Indonesia. Investasi asing nyatanya tidak menjadi solusi apalagi upah buruh yang rendah, dan berbagai kebijakan tenaga kerja sesuai dengan UU Cipta kerja. Investasi asing sejatinya merupakan alat menguasai ekonomi negara lain. Nasib rakyat akan makin parah ketika SDA Indonesia juga masih dikuasai asing. Sementara negara lepas tangan akan nasib rakyatnya.

Paradigma Pembangunan dalam Islam

Perlu kita pahami dua hal dalam permasalahan ini, yaitu terkait investasi dan juga pengelolaan industri serta mekanisme suatu negara dalam menjalin kerjasama perdagangan antar negara. Investasi asing merupakan suatu alat yang digunakan oleh suatu negara untuk menguasai ekonomi negara lain. Investor akan menerapkan prinsip “no free lunch” dalam bisnis ini. Negara akan dibuat ketergantungan dan akhirnya terjerat hutang yang berkedok investasi.

Dalam kondisi seperti ini, aset-aset penting dan strategis negara akan terancam. Negara seharusnya memiliki kemandirian dalam melakukan pembangunan dan pengembangan industri. Penggunaan sistem Industri berat dalam Islam dapat menjadi tumpuan negara untuk dapat mengimbangi perubahan iklim industri dan teknologi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

Terkait kerjasama perdagangan antarnegara, Islam menetapkan sejumlah garis-garis besar yang berdasarkan pada syariat. Perdagangan luar negeri menurut Islam adalah aktivitas jual-beli yang terjadi antara negara atau individu yang menjadi warga negara suatu negara dengan individu dari negara lain. Negara dengan sistem Islam memiliki wewenang untuk mengintervensi aktivitas perdagangan luar negeri. Ini dilakukan untuk mencegah keluarnya komoditas-komoditas vital dari dalam negeri ke luar negeri, atau untuk memasukkan komoditas-komoditas tertentu dari luar negeri yang sangat masyarakat butuhkan di dalam negeri.

Aktivitas impor boleh saja dilakukan oleh suatu negara, baik berupa barang jadi maupun bahan baku. Dengan catatan barang tersebut memang tidak terdapat di dalam negeri atau pasokan yang dimiliki terbatas (tidak memenuhi kebutuhan dalam negeri). Namun, karena negara dalam sistem Islam merupakan negara yang mandiri, maka negara wajib untuk mengupayakan dan mengerahkan para ahli agar komoditas yang masyarakat butuhkan dapat tersedia di dalam negeri.

Sehingga adanya impor dalam sistem Islam ini tidak akan membahayakan dan mengancam industri yang terdapat di dalam negeri seperti di Indonesia saat ini. Impor hanya dilakukan sesuai dengan kebutuhan yang ada. Jika kebutuhan tersebut sudah terpenuhi secara mandiri maka kegiatan impor tersebut akan dihentikan.

Hal yang paling menonjol dalam aktivitas industri dan perdagangan luar negeri dalam sistem Islam adalah kedudukan penguasa sebagai penanggung jawab penuh dalam mengelola negara. Artinya, negara tidak boleh melimpahkan tanggung jawabnya kepada siapa pun. Begitulah Islam mengatur keberlangsungan ekonomi negara. Islam memberikan solusi yang tepat karena memiliki paradigma yang berpijak pada pengurusan urusan umat, sehingga terwujudlah kemaslahatan bagi umat maysarakat secara menyeluruh. Wallahualam.

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi