Benarkah IKN Liveable dan Loveable?

Oleh. Afiyah Rasyad
(Aktivis Peduli Umat)

Sudah masyhur, pembangunan IKN dan wacana perpindahan ibu kota kian santer. Proyek ini seakan menunjukkan sebuah ambisi kerakusan yang berserakan dalam jiwa penguasa. Berbagai apasan dikemukakan untuk memindah ibu kota dari Pulau Jawa ke Pulau Kalimantan. Bukan tak ada protes, gelombang penolakan perpindahan dan juga pembangunan IKN terus berdatangan sejak wacana perpindahan itu diumumkan.

Jargon Liveable dan Loveable

Betapa manis dan indah makna dari dua jargon yang diorbitkan. Liveable menunjukkan harapan bahwa IKN nantinya akan menjadi tempat yang nyaman dan layak huni. Sementara loveable diharapkan IKN bisa menjadi kota yang dicintai. Namun, apakah demikian prosesnya? Memang, negeri ini tak lama lagi akan memiliki ibu kota baru.

Pemimpin terpilih kelak juga siap meneruskan mata rantai kebijakan dan program pemerintahan sebelumnya. Walaupun protes dan kritik bertebaran untuk membatalkan perpindahan ibu kota dan proyek pembangunan IKN, tetapi sepertinya hanya menjadi angin lalu semata. Jargon liveable dan loveable ditebar untuk menggambarkan keindahan, kenyamanan, dan kelayakan bakal ibu kota baru tersebut.

Proyek pembangunan dengan konsep forest city dan smart city disebut akan menjadikan Ibu Kota Nusantara (IKN) sebagai kota impian bagi setiap orang. Proyek yang dibangun di Provinsi Kalimantan Timur, sebagian Kabupaten Penajam Paser Utara dan sebagian Kabupaten Kutai Kartanegara dengan luas sekitar 2.561 km² ini dipromosikan sedemikian rupa hingga akan menjadi dambaan setiap orang. IKN memang diproyeksikan menjadi kota yang liveable dan loveable. Namun sepertinya keadaan ini hanya untuk orang-orang yang memang memiliki keterikatan dengan IKN.

Pada kenyataannya, masyarakat penghuni asli di sekitar wilayah IKN, yakni masyarakat adat yang telah menetap lama berpuluh-puluh tahun justru menjadi pihak yang tak layak tinggal dan seakan pantas diusir. Warga sekitar IKN harusnya menjadi pihak yang paling mendapatkan manfaat pembangunan ibu kota baru tersebut, tetapi justru menjadi pihak yang paling menderita. Sebagaimana kondisi tak nyaman ini dialami oleh masyarakat adat di Kampung Tua Sabut, Desa Pemaluan, Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur. Mereka terancam terusir karena Otorita IKN memaksa mereka untuk membongkar rumahnya. Pihak Otorita meminta kepada warga adat untuk segera pindah dari kawasan tersebut dalam waktu 7x 24 jam (ayobandung.com, 3/4/2024).

Hal itu menimbulkan reaksi penolakan dari masyarakat adat. Tentu saja mereka keberatan pindah karena mereka sudah puluhan tahun tinggal di wilayah tersebut. Otoritas IKN memaksa warga Kampung Tua untuk merobohkan rumah mereka. Alasannya karena dianggap melanggar rencana tata ruang IKN. Keputusan itu merangsang gelombang penolakan dari berbagai elemen masyarakat. Dengan kerasnya penolakan dari warga adat dan kritikan dari lembaga-lembaga HAM akhirnya surat keputusan tersebut dikabarkan telah ditarik.

Pembangunan ibu kota baru atau pembangunan lainnya yang dicanangkan pemerintah ataupun perusahaan harusnya tak sekadar mempertimbangkan materi. Bagaimana liveable dan loveable akan terwujud jika masyarakat setempat belum apa-apa sudah menelan pil pahit. Penggusura atau perampasan tanah tak boleh dilakukan oleh pihak mana pun, termasuk pemerintah. Selain pertimbangan kemanusiaan, faktor lingkungan juga wajib diperhatikan.

Dalam proyek pembangunan IKN ini, sebenarnya banyak sekali saran dan kritik terhadap dampak pembangunan IKN. Seperti kasus dibloknya Sungai Sepaku untuk pembangunan IKN, masyarakat adat yang biasa mengambil air jarak tempuh 1 km menjadi menjadi 10 km. Tentu saja jika ini dibiarkan akan menjadi masalah besar ke depan. Belum lagi pembangunan tersebut juga akan merusak tatanan ekosistem setempat, habitat tumbuhan (hutan) akan rusak, habitat hewan seperti beruang madu, monyet, dan hewan lainnya juga akan semrawut dan punah. Hal itu bisa mengakibatkan mutasinya hewan ke rumah-rumah penduduk.

Adapun Walhi dan Pokja Pesisir Kaltim juga melaporkan bahwa Teluk Balikpapan rusak akibat pembangunan IKN. Rusaknya Teluk Balikpapan dimulai karena masuknya industri. Akibatnya, banyak hutan rusak dan mangrove hancur. Dampaknya terjadi kekeruhan air laut yang luar biasa dan hancurnya terumbu karang. Hal ini jelas membuat ribuan nelayan makin cemas karena sumber hidupnya akan tergusur pelan-pelan (tempo.co, 11/4/2024).

Apa yang terjadi di IKN dengan jargon apik itu seakan memberikan kado pahit yang berkepanjangan nantinya. Hal itu terjadi karena pembangunan tunduk pada paradigma kapitalisme. Di mana untung rugi bagi pihak penyelenggara pembangunan IKN menjadi hal paling krusial. Kebijakan zalim bisa terlahir dengan asas manfaat, tak peduli rakyat dan habitat di wilayah IKN sekarat. Sampai-sampai undangan bagi investor dalam proyek pembangunan tersebut digaungkan demi meraup keuntungan yang sebesar-besarnya.

Sejatinya, tidak ada yang salah dalam pembangunan ataupun perpindahan ibu kota. Namun, hal itu akan menjadi masalah jika pembangunannya tidak dipertimbangkan secara matang dan terencana. Apakah ibu kota baru sangat mendesak dan butuh ataukah tidak wajib dipertimbangkan. Bagaimana ekosistem lingkungan dan permukiman juga wajib diperhatikan. Sialnya nasib rakyat dalam cengkeraman kapitalisme, jargon liveable dan loveable hanya pemanis saja. Sementara negara hanya menjadi regulator.

Paradigma Islam

Dalam Islam, negara memiliki tugas untuk memastikan terpenuhinya seluruh kebutuhan pokok rakyat dengan cara yang baik. Islam menjadikan negara sebagai penjamin terpenuhinya kebutuhan poko tersebut. Sehingga, negara akan memenuhi tanggung jawabnya tanpa berkompromi pada apa pun atau dengan pihak mana pun yang dapat menimbulkan kerugian atas kepentingan rakyat. Islam mewajibkan negara menjadi pelayan rakyat dengan pedoman riayah suunil ummah, yakni mengurus dan melayani kepentingan rakyat.

Pembangunan infrastruktur dan fasilitas umum dalam Islam tidak boleh didanai dari pinjaman, utang luar negeri ataupun investasi asing. Selain mengandung riba yang jelas haram, utang luar negeri merupakan ancaman bagi kedaulatan negara. Pinjaman atau investasi asing menjadikan negara tidak berdaulat dan mudah didikte dengan berbagai kepentingan pihak yang memberikan pinjaman ataupun investor.

Pembiayaan atau pengeluaran negara dalam sistem Islam akan memprioritaskan anggaran untuk memenuhi kebutuhan dasar rakyat terlebih dahulu, seperti sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, dan keamanan. Maka dari itu, negara akan memprioritaskan pembangunan yang bisa memenuhi enam pokok kebutuhan wajib tersebut. Ibu kota negara boleh pindah asalkan tidak menelan banyak biaya. Perencanaan pemindahan ibu kota negara juga akan dipikirkan dengan matang. Pembangunannya akan dilaksanakan terlebih dahulu tanpa terburu-buru menyesuaikan dengan kebutuhan pembiayaan kebutuhan pokok lainnya. Dalam sejarah peradaban Islam, ibu kota Khilafah pernah berpindah sebanyak empat kali.

Pembangunannya pun akan memperhatikan kelestarian lingkungan. Negara akan menjaga habitat alam dan tidak akan merusaknya. Sebab, negara akan senantiasa berpedoman pada Al-Qur’an dan As-Sunnah dalam membuka lahan baru ataupun memindah permukiman untuk pembangunan. Negara tidak akan serampangan merusak lingkungan karena peringatan dalam surah Ar-Rum ayat 41,

“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).”

Inilah paradigma Islam tentang cara mengelola negara dan melayani kepentingan rakyat. Penguasa hadir sebagai perisai dan pelindung rakyat, bukan pelayan kepentingan asing sebagaimana negara yang menerapkan ideologi kapitalisme. Penguasa akan terus memperhatikan kebutuhan rakyat, sudahkah terpenuhi atau belum. Pembangunan ibu kota baru bisa ditunda jika memang kebutuhan dasar rakyat lebih mendesak untuk dipenuhi. Penguasa tak akan zalim atas rakyat dan juga penghuni alam lainnya seperti tumbuhan dan hewan. Rasulullah saw. bersabda:

“Sesungguhnya di dalam neraka jahanam itu terdapat lembah dan di lembah itu terdapat sumur yang bernama Habhab. Allah pasti akan menempatkan setiap penguasa yang sewenang-wenang dan menentang kebenaran di dalamnya.” (HR. Ath Thabrani, Al Hakim, dan Adz Dzahabi)

Wallahu a’lam.

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi