BBM Naik, Wajarkah?

Oleh. Cahya Candra Kartika, S.Pd.

Pertamina mengumumkan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) nonsubsidi per 1 Oktober 2023. Adapun jenis BBM yang mengalami kenaikan antara lain Pertamax, Pertamax Green 95, Pertamax Turbo, Dexlite, dan Pertamina Dex.

“PT Pertamina (Persero) melakukan penyesuaian harga bahan bakar minyak (BBM) Umum dalam rangka mengimplementasikan Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM No. 245.K/MG.01/MEM.M/2022 sebagai perubahan atas Kepmen No. 62 K/12/MEM/2020 tentang Formula Harga Dasar Dalam Perhitungan Harga Jual Eceran Jenis Bahan Bakar Minyak Umum Jenis Bensin dan Minyak Solar yang Disalurkan Melalui Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum,” ucap VP Corporate Communication Pertamina, Fadjar Djoko Santoso dalam pengumuman di situs resmi Pertamina di Jakarta, dikutip Minggu (1/10/2023).

Sebagai contoh, harga Pertamax di Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan DI Yogyakarta dibanderol Rp14.000 per liter. Harga Pertamax Turbo naik Rp700 menjadi Rp16.600 per liter dari yang semula Rp15.900 per liter. Dexlite mengalami kenaikan menjadi Rp17.200 per liter dan Pertamina Dex menjadi Rp17.900 per liter. Kenaikan harga per 1 Oktober 2023.

Dampak Kenaikan Harga BBM

Tentu saja kenaikan harga BBM di Indonesia bukan berita gembira bagi masyarakat terutama yang berpenghasilan menengah ke bawah. Dan ini akan membawa dampak bagi kehidupan penduduk Indonesia.

1. Penyesuaian Harga di berbagai Sektor
Ini artinya harga-harga akan semakin meningkat mengingat kebutuhan BBM berkaitan dengan hampir seluruh aspek kehidupan. Termasuk di antaranya adalah industri logistik, barang dan jasa, transportasi, dll. yang membutuhkan bahan bakar dalam menjalankan operasionalnya.

2. Daya Beli Masyarakat Menurun
Tingkat harga BBM bisa dibilang krusial dalam perekonomian Indonesia, sehingga jika terjadi kondisi seperti sekarang ini, perekonomian negara kita juga turut terdampak. Salah satunya daya beli masyarakat yang menurun.

3. Menyebabkan Terjadinya Inflasi
Inflasi adalah peristiwa kenaikan harga barang dan jasa yang berlangsung terus-menerus, sehingga nilai mata uang akan semakin berkurang. Inflasi yang nggak terkendali juga menjadi pemicu berkurangnya daya beli masyarakat.

Kenaikan harga BBM saat ini sudah pasti akan menyulut inflasi mengingat jumlah pengguna bahan bakar subsidi solar dan pertalite mencapai lebih dari 70%. Keadaan yang lebih buruk sebagai dampak inflasi adalah stagflasi dan ini bukan mustahil menjadi kenyataan di Tanah Air. Stagflasi sendiri adalah kondisi ekonomi yang ditunjukkan dengan pertumbuhan yang lemah, serta jumlah pengangguran yang semakin tinggi.

4. Usaha Kecil Makin Terpuruk
Peningkatan harga BBM akan paling terasa dampaknya pada berbagai sektor usaha kecil karena beban produksi menjadi semakin besar. Modal yang terbatas tentunya sulit akan menutup biaya produksi yang kian meroket lambat laun akan membuat bisnis kecil terpuruk dan gulung tikar.

Seperti yang kita ketahui, nggak sedikit bisnis kecil yang menggunakan kendaraan untuk operasional harian. Ini misalnya mengantar order, mengambil pesanan, belanja bahan baku ke supplier, dan sejenisnya.

Dampak kenaikan BBM bagi mereka salah satunya adalah makin membengkaknya ongkos operasional. Selain biaya operasional naik, usaha kecil juga harus menghadapi berbagai permasalahan lain sebagai imbas kebijakan ini.

Sementara mereka juga sulit membebankan biaya produksi kepada konsumen karena customer bisa balik badan dan mencari brand atau alternatif produk lain. Pasalnya, target market usaha kecil biasanya juga masyarakat bawah, karena nggak sanggup bersaing pada pangsa pasar kelompok menengah ke atas.

5. Pengangguran dan Kemiskinan Bertambah
Kenaikan harga BBM Pertamina akan menimbulkan efek domino bagi masyarakat. Berawal dari kenaikan harga BBM bersubsidi, biaya produksi usaha jadi membengkak. Kondisi tersebut mau nggak mau memaksa pengusaha untuk melakukan PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) demi meminimalkan beban usaha.

Atau pada skenario kedua, kenaikan harga BBM membuat daya beli masyarakat menurun sehingga perusahaan terpaksa mengurangi produksinya. Akhirnya pemilik bisnis terpaksa mengurangi karyawannya karena kesibukan produksi jauh berkurang. Akhirnya PHK tetap harus dilakukan. Sebenarnya PHK bisa aja nggak terjadi dengan mengurangi jam kerja pegawai, misalnya dengan jadwal kerja yang digilir. Namun, tentu aja penghasilan karyawan juga turut berkurang.

Nggak adanya penghasilan tentu mempersulit masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidup sehingga membuat mereka jatuh ke jurang kemiskinan. Sebagai solusinya, pemerintah biasanya memberikan kompensasi dalam bentuk bantuan kepada masyarakat bawah dengan kriteria yang telah ditentukan. Tujuannya adalah sebagai jaring pengaman yang menjaga mereka dari keterpurukan yang semakin dalam pada jurang kemiskinan.

Bagaimana Islam Mengatur Pengelolaan SDA?

Islam hadir tentu tidak hanya sebagai agama ritual dan moral belaka. Islam juga merupakan sistem kehidupan yang mampu memecahkan seluruh problem kehidupan, termasuk dalam pengelolaan kekayaan alam. Allah Swt. berfirman:

وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ تِبْيَانًا لِكُلِّ شَيْءٍ وَهُدًى وَرَحْمَةً وَبُشْرَى لِلْمُسْلِمِينَ

“Kami telah menurunkan kepada kamu (Muhammad) Al-Qur’an sebagai penjelasan atas segala sesuatu, petunjuk, rahmat serta kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri.” (QS An-Nahl: 89)

Menurut aturan Islam, kekayaan alam adalah bagian dari kepemilikan umum. Kepemilikan umum ini wajib dikelola oleh negara. Hasilnya diserahkan untuk kesejahteraan rakyat secara umum. Sebaliknya, haram hukumnya menyerahkan pengelolaan kepemilikan umum kepada individu, swasta apalagi asing.
Di antara pedoman dalam pengelolaan kepemilikan umum antara lain merujuk pada sabda Rasulullah saw.:

الْمُسْلِمُونَ شُرَكَاءُ فِي ثَلَاثٍ فِي الْمَاءِ وَالْكَلَإِ وَالنَّارِ

“Kaum Muslim berserikat (memiliki hak yang sama) dalam tiga hal: air, rumput dan api.” (HR. Ibnu Majah)

Rasul saw. juga bersabda:

ثَلَاثٌ لَا يُمْنَعْنَ الْمَاءُ وَالْكَلَأُ وَالنَّارُ

“Tiga hal yang tak boleh dimonopoli: air, rumput dan api.” (HR. Ibnu Majah)

Terkait kepemilikan umum, Imam At-Tirmidzi juga meriwayatkan hadis dari penuturan Abyadh bin Hammal. Dalam hadis tersebut diceritakan bahwa Abyad pernah meminta kepada Rasul saw. untuk dapat mengelola sebuah tambang garam. Rasul saw. lalu meluluskan permintaan itu. Namun, beliau segera diingatkan oleh seorang sahabat, “Wahai Rasulullah, tahukah Anda, apa yang telah Anda berikan kepada dia? Sungguh Anda telah memberikan sesuatu yang bagaikan air mengalir (mâu al-iddu).” Rasul saw. kemudian bersabda, “Ambil kembali tambang tersebut dari dia.” (HR At-Tirmidzi)

Mau al-iddu adalah air yang jumlahnya berlimpah sehingga mengalir terus-menerus. Hadis tersebut menyerupakan tambang garam yang kandungannya sangat banyak dengan air yang mengalir. Semula Rasullah saw. memberikan tambang garam kepada Abyadh. Ini menunjukkan kebolehan memberikan tambang garam (atau tambang yang lain) kepada seseorang. Namun, ketika kemudian Rasul saw. mengetahui bahwa tambang tersebut merupakan tambang yang cukup besar—digambarkan bagaikan air yang terus mengalir—maka beliau mencabut kembali pemberian itu. Dengan kandungannya yang sangat besar itu, tambang tersebut dikategorikan sebagai milik bersama (milik umum). Berdasarkan hadis ini, semua milik umum tidak boleh dikuasai oleh individu, termasuk swasta dan asing.

Tentu yang menjadi fokus dalam hadis tersebut bukan “garam”, melainkan tambangnya. Dalam konteks ini, Al-Allamah Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani mengutip ungkapan Abu Ubaid yang mengatakan, “Ketika Nabi saw. mengetahui bahwa tambang tersebut (laksana) air yang mengalir, yang mana air tersebut merupakan benda yang tidak pernah habis, seperti mataair dan air bor, maka beliau mencabut kembali pemberian beliau. Ini karena sunnah Rasulullah saw. dalam masalah padang, api dan air menyatakan bahwa semua manusia bersekutu dalam masalah tersebut. Karena itu beliau melarang siapa pun untuk memilikinya, sementara yang lain terhalang.”

Alhasil, menurut aturan Islam, tambang yang jumlahnya sangat besar baik garam maupun selain garam seperti batubara, emas, perak, besi, tembaga, timah, minyak bumi, gas, dsb. semuanya adalah tambang yang terkategori milik umum sebagaimana tercakup dalam pengertian hadis di atas.

Karena itulah, Ibnu Qudamah dalam kitabnya, Al-Mughni, sebagaimana dikutip Al-Assal & Karim (1999: 72-73), mengatakan, “Barang-barang tambang yang oleh manusia didambakan dan dimanfaatkan tanpa biaya seperti garam, air, belerang, gas, mumia (semacam obat), minyak bumi, intan dan lain-lain, tidak boleh dipertahankan (hak kepemilikan individualnya) selain oleh seluruh kaum Muslim sebab hal itu akan merugikan mereka.”

Pandangan Islam

Sebagai umat Islam tidak cukup menolak kenaikan BBM tapi lebih dari itu adalah tata kelola energi ke depan harus dengan perspektif Islam, karena memang tidak ada solusi lain kecuali syariat Islam.

“Dalam perspektif Islam, BBM dan sumber energi lainnya seperti batubara dan migas adalah harta milik umum yang haram dikuasai individu, korporasi, swasta maupun asing. Harta-harta yang terkategori milik umum wajib dikelola oleh negara dan dikembalikan manfaatnya kepada rakyat,” bebernya.

Artinya, seluruh swasta yang bermain di sektor energi baik tambang minyak, gas hingga batubara harus hengkang, dan tambang-tambang itu dikelola oleh negara sebagai wakil rakyat. Dengan pengelolaan seperti ini maka orientasinya adalah pelayanan bukan profit.

“APBN pun harus dikelola berdasarkan petunjuk syariah. Barang-barang yang terkategori milik umum menjadi sumber pemasukan APBN, sehingga setiap penambahan pemasukan APBN semakin menyejahterakan rakyat,” jelasnya.

Hanya saja, kata Ahmad, pengelolaan energi secara islami tidak bisa dilakukan kalau tidak ada institusi yang menegakkannya, karena otoritas yang punya kewenangan untuk menegakkan Islam kaffah adalah negara Islam. Negara Islamlah yang akan mengelola kebijakan fiskal negara secara islami.

“Syariat Islam adalah perintah Allah. Mustahil Allah Swt. menurunkan wahyu, mengutus Nabi saw. untuk memberikan contoh penerapan syariah Islam itu untuk menyengsarakan kita. Pasti syariah Islam itu akan menyejahterakan kita, menyelamatkan kita dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan kita, juga menyelamatkan kita di kehidupan yang sejati di akhirat.”

Wallahu a’lam bishawab

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi