Balada Dispensasi Perkawinan, Sihir Liberalisme dalam Pergaulan

Oleh. Afiyah Rasyad
(Aktivis Peduli Ummat)

Duhai, amat mengerikan pergaulan anak zaman now. Hiduo oetantang petenteng dengan pasangan tidak halal. Aktivitas oacaran dan segudang aktivitas mendekati zina lainnya menjadi aktivitas yang wajib dikonsumsi. Mirisnya, orang tua dna keluarga besar menganggap sebuah bencana jika anak bujang atau gadisnya tak memiliki pasangan.

Jalan menuju pergaulan bebas berkibar di ujung tiang tertinggi dan direstui oleh semua pihak, keluarga, masyarakat, dan negara. Pacaran dianggap hal yang sangat biasa. Akibatnya fatal, perzinaan tak dapat dihindari. Dilansir kompas.com (13/1/2022), ratusan anak di Ponorogo, Jawa Timur, mengajukan dispensasi perkawinan atau menikah pada usia dini di pengadilan agama (PA) setempat. Selain alasan tidak mau meneruskan sekolah, kebanyakan pemohon sudah hamil di luar nikah.

PA Kabupaten Ponorogo mencatat ada 198 permohonan pengajuan dispensasi perkawinan usia anak sepanjang 2022. Delapan permohonan dispensasi perkawinan tertolak karena tidak ada unsur mendesak. Untuk 106 lebih pemohon lainnya, PA menyarankan untuk melanjutkan sekolah karena mereka masih pelajar SMP atau usia 15 tahun.

Berbagai alasan diska (dispensasi nikah) yang diajukan, tetapi alasan terbanyak adalah karena hamil di luar nikah. Petugas PA setempat mengimbau kepada orang tua dan guru untuk lebih ketat menjaga dan mengawasi pergaulan anak agar tidak terpaksa nikah dini.

Sihir Liberalisme dalam Pergaulan Generasi

Maraknya permohonan diska adalah pengulangan kasus yang terjadi. Hal ini membuktikan bobroknya sistem pergaulan generasi. Meski pemerintah telah merumuskan kebijakan pendewasaan usia perkawinan (PUP), diska masih kerap terjadi, tak terkecuali dika karena hamil di luar nikah. Merujuk kebijakan tersebut, usia ideal bagi laki-laki untuk menikah adalah minimal 25 tahun dan perempuan minimal 20 tahun. Berbagai alasan ilmiah pun turut menyertai kebijakan PUP.

Regulasi pendewasaan usia pernikahan tak diimbangi dengan pencegahan dan penjagaan pegaulan. Stimulus yang membangkitkan nafsu, gelombangnya amatlah besar, terutama dari kecanggihan teknologi yang tidak diimbangi dengan edukasi. Siapa pun, dari orang tua hingga anak kecil begitu mudah mengakses dan membuka konten berbau porno.

Gaya hidup bebas dengan konsep seks aman “meski tidak dalam ikatan pernikahan” menjadi faktor krusial. Sihir liberalisme mencengkeram dan melumpuhkan adab pergaulan. Generasi dinombardir dengan suguhan musik dan film erotis. Mereka seolah dituntun untuk memilih cara aman untuk melampiaskan nafsunya. Na’udzubillah!

Pernikahan dalam Pandangan Syariat Islam

Islam adalah agama paripurna yang mengatur.seluruh aspek kehidupan, termasuk pergaulan. Islam melarang laki-laki dan perempuan bukan mahrom untuk berdua-duaan dan bercampur baut tanpa udzur syar’i. Setiap muslim wajib menundukkan pandangan dan menutup aurat dengan sempurna. Selain itu, muslimah dilarang bertabarruj. Adapun bagi muda-mudi yang tak bisa menjaga pergaulan, Islam justru menganjurkan para pemuda yang telah mampu untuk menikah. Rasulullah saw. bersabda:

“Wahai para pemuda, siapa saja di antara kalian yang telah mampu menanggung beban, hendaklah segera menikah. Sebab, pernikahan itu lebih menundukkan pandangan dan lebih memelihara kemaluan. Siapa saja yang belum mampu menikah, hendaklah ia berpuasa karena puasa adalah perisai baginya.” (Muttafaq ‘alaih)

Islam mendorong negara untuk menjaga suasana keimanan di tengah keluarga, lingkungan masyarakat, dan juga kehidupan bernegara. Keluarga akan berfungsi dengan baik dalam sistem Islam. Edukasi terkait pergaulan akan diperoleh anak sejak dini di dalam rumah. Sementara kontrol masyarakat akan berfungsi dengan baik. Amar makruf nahi munkar akan terlaksana tanpa pandang bulu. Setiap ada indikasi pergaulan bebas, masyarakat akan gerak cepat mencegahnya.

Sedangkan negara akan terus menjamin dan menjaga pergaulan. Qodi muhtasib akan berpatroli untuk mengontrol dan mengamankan pergaulan di kehidupan umum. Sementara dalam pendidikan, negara akan menjaga para siswa dan mahasiswa agar tidak bercampur baur apalagi berduaan dengan memisahkan kelas-kelas siswa. Sehingga, celah menuju zina tertutup rapat.

Negara akan memfasilitasi pemuda yang siap nikah untuk menikah. Dalam kitab Nizham ijtima’i, Syekh Taqiyuddin an-Nabhani menjelaskan bahwa perkawinan merupakan pengaturan hubungan antara unsur kelelakian (adz-dzakuurah/maskulinitas) dengan unsur keperempuanan (al-unuutsah/feminitas). Dengan kata lain, perkawinan merupakan pengaturan interaksi antara dua jenis kelamin dengan aturan khas.

Maka, negara akan menikahkan pemuda yang siap nikah. Negara juga akan memotivasi pemuda dan membekali mereka dengan tsaqofah terkait pernikahan agar mereka tidak tertarik dan tidak terjerumus dalam pergaulan bebas.

Wallahu a’lam

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi