Awas, Pluralisme Makin Deras!

Meivita Ummu Ammar
Aktivis dakwah Ideologis

Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya menyiapkan Rumah Bhinneka untuk semua suku dan agama sebagai upaya menjunjung tinggi toleransi dan pluralisme di Kota Pahlawan, Jawa Timur (19/12/2022). Selain itu, menjelang Natal 25 Desember 2022, wajah Kota Surabaya tampil berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Pemkot Surabaya memasang berbagai ornamen dan hiasan Natal di beberapa tempat. Hal ini berdasarkan keinginan Wali Kota Eri Cahyadi agar diakui bahwa Kota Pahlawan merupakan kota pluralisme.

Pada Peringatan Hari Hak Asasi Manusia (HAM) Sedunia ke-74 Tahun 2022, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) memberikan penghargaan kepada 98 kabupaten/kota sebagai kota peduli HAM tahun 2021. Salah satu parameter penilaian adalah Hak Atas Keberagaman dan Pluralisme. Surabaya termasuk kota yang mendapat penghargaan tersebut.

Tampak bahwa pluralisme makin deras diaruskan oleh pemerintah. Seolah-olah keberagaman di negeri ini adalah masalah serius yang harus diatasi. Bahkan, ada indikasi menganggap Islam sebagai sumber masalahnya. Dengan beragam penghargaan, mereka menggulirkan opini bahwa pluralisme adalah solusi mumpuni untuk masalah keberagaman negeri ini. Padahal, ide ini sungguh berbahaya bagi umat Islam karena akan menjauhkan umat dari pemahaman Islam dan menghalangi tegaknya Islam ideologis.

Islam mengenal istilah pluralitas (keberagaman). Pluralitas berbeda 180 derajat dengan pluralisme. Menurut Wikipedia, plural atau pluralitas berarti ‘kemajemukan atau keberagaman’, sedangkan pluralisme adalah ‘kesediaan untuk menerima keberagaman (pluralitas)’. Artinya, untuk hidup secara toleran pada tatanan masyarakat yang berbeda suku, golongan, agama, adat, hingga pandangan hidup, pluralisme mengimplikasikan pada tindakan yang bermuara pada pengakuan kebebasan beragama, kebebasan berpikir, atau kebebasan mencari informasi (Wikipedia).

Majelis Ulama Indonesia mendefinisikan pluralisme sebagai paham yang mengajarkan bahwa semua agama adalah sama; kebenaran setiap agama adalah relatif; setiap pemeluk agama tidak boleh mengeklaim bahwa hanya agamanya saja yang benar, sedangkan agama yang lain salah. Pluralisme juga mengajarkan bahwa semua pemeluk agama akan hidup berdampingan di surga. Dalam pluralisme, tidak boleh ada klaim kebenaran bahwa hanya agamanya yang paling benar dan yang lain salah.

Kesalahan dalam memahami perbedaan pluralisme dan pluralitas akan berakibat pada kesalahan dalam beraktivitas. Dari definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa pluralitas diakui dalam Islam sedangkan pluralisme justru bertentangan dengan pemahaman Islam. Seorang muslim seharusnya dengan lantang menolak arus pluralisme ini karena dari sisi normatif, pluralisme bertentangan secara total dengan akidah Islam. Selain itu, paham pluralisme bukan berasal dari Islam, melainkan dari sekularisme Barat. Pluralisme diklaim bertujuan untuk menumbuhkan hidup berdampingan secara damai, toleran, dan saling menghormati antarumat beragama sehingga diperintahkan untuk ikut-ikutan merayakan agama lain. Ini jelas merupakan toleransi kebablasan yang menyimpang dari pemahaman Islam.

Seyogianya, negara mengambil peran sebagai pelindung akidah umat. Bukan justru mengikisnya dengan menderaskan arus pluralisme. Sejatinya, Islam mewajibkan negara menjaga akidah umat dari pemahaman yang rusak seperti pluralisme dan pemahaman keliru lainnya.

Wallahu a’lam bishshawab.

 

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi