Arah Toleransi dalam Timbangan Syar’i

Oleh: Afiyah Rasyad
(Ketua LSM Golden Victory)

“Bagimu agamu dan bagiku agamaku.” (QS. Al-Kafirun: 6)

Ayat yang fenomenal dan akan selalu viral sepanjang zaman. Sebab, keberagaman agama merupakan sebuah keniscayaan di setiap peradaban. Dari keberagaman itu, lahirlah toleransi di ranah akidah dan ibadah. Adanya toleransi di masa Rasulullah, khulafaur rasyidin pengganti beliau, dan masa kekhilafahan amatlah berbeda dengan isu toleransi kontemporer. Kini, toleransi tampak seakan mencampuradukkan ibadah atau akidah.

Toleransi Salah Kaprah

Duhai, generasi muda yang saat ini dikenal dengan generasi milenial dan generasi Z (Gen Z) berjumlah lebih dari 60% dari total penduduk Indonesia. Sebagaian besar mereka beragama Islam. Angka tersebut tentu tidak boleh dipandang sebelah mata. Jumlah yang besar tentu memiliki potensi yang lebih besar pula. Apalagi generasi muda disebut-sebut agen perubahan.

Nahas, kondisi generasi muda, termasuk generasi muslim saat ini terjerat dan terperangkap gaya hidup Barat yang super bebas dan no care dengan agama alias sekuler. Arus Barat yang diembuskan adalah toleransi beragama yang salah arah. Pembajakan potensi generasi muda oleh negara adalah dengan menggiring moderasi beragama hingga mereka kehilangan jati diri muslimnya.

Toleransi yang salah arah terus berembus lewat arus moderasi beragama. Gagasan moderasi Islam dan Islam moderat merupakan ide untuk memasukkan cara pandang baru terhadap Islam. Tujuan moderasi agama ini adalah agar kaum muslim menerima peradaban demokrasi, termasuk gagasan tentang HAM, kesetaraan gender, pluralisme, dan menerima sumber-sumber hukum nonsektarian. Gagasan ini begitu kental dengan ideologi kapitalisme yang memiliki asas manfaat (keuntungan materi) dan berakidah sekularisme.

Gagasan dan tujuan moderasi agama yang melahirkan generasi muslim moderat atau toleran ini sejatinya mengacu pada apa yang disebutkan oleh RAND Corporation dalam bukunya, Building Moderate Muslim Network, khususnya pada bab “Road Map for Moderate Network Building in the Muslim World (Peta Jalan Untuk Membangun Jaringan Moderat di Dunia Muslim).” (mediaumat.id,9/11/2021).

Oleh karena itu, jelas bahwa propaganda radikalisme, intoleran, dan antipluralitas ditujukan untuk melanggengkan dominasi paham sekuler demokrasi di negeri-negeri muslim. Bahkan, di negeri ini, moderasi agama menjadi arus utama dalam program prioritas nasional Revolusi Mental dan Pembangunan Kebudayaan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2020—2024.

Dengan gegap gempita, stigma generasi intoleran di sejumlah lembaga pendidikan merupakan buah dari peradaban Barat. Toleransi yang dikehendaki sistem kapitalisme adalah menanggalkan hukum-hukum Ilahi dari segala aspek kehidupan melalui institusi negara secara resmi. Tak ayal, berbagai program bermunculan, mulai jaringan Islam liberal yang banyak menuai pertentangan, hingga moderasi beragama yang dieperhalus istilahnya dan digiring melalui wilayah formal. Adapun sasarannya adalah generasi muslim.

Islam Rahmat Semesta Alam

Keberagaman dan perbedaan corak kehidupan (agama, suku, bahasa, ras, bentuk fisik) merupakan sebuah keniscayaan. Ini haeus dipahami oleh kaum muslim terutama generasi mudanya. Kemajemukan alias pluralitas tak akan bisa dihindari oleh setiap manusia di zaman apa pun. Sejatinya Islam dan kaum muslim tidak pernah memiliki masalah dalam mengatur, keberagaman dan pluralitas (kemajemukan). Justru faktanya, Islam dan kaum muslim mampu mengatur dan mengelola pluralitas sesuai dengan tuntunan syariat Islam hingga keberagaman tidak menjadi sebuab ancaman dan sumber masalah bagi kehidupan.

Tinta emas sejarah telah membuktikannya. Betapa Islam menjadi mercusuar peradaban mulia di semesta alam sejak Zaman Baginda Nabi saw., Khulafaurasyidin, hingga para khalifah setelah masa Khulafaurrasyidin, tidak pernah bermasalah dengan pluralitas dan toleransi. Islam memiliki aturan baku dan paten dalam mengatur keberagaman secara sempurna. Islam menjelaskan hukum dan etika untuk memecahkan persoalan-persoalan yang lahir dari keduanya. Selama 13 abad lebib, kaum muslim bisa hidup berdampingan dengan ahlu dzimmah (kaum kafir yang hidup di bawah tatanan pemerintahan Islam). Kaum muslim berhasil membuktikan keunggulan Islam dalam menyelesaikan problem keberagaman, kemajemukan, dan turunannya. Allah telah jelas menetapkan sebuah keharaman atas kaum muslim untuk memaksa nonmuslim untuk masuk Islam. Allah Swt. berfirman dalam surah Al-Baqarah ayat 256:

“Tidak ada paksaan dalam (menganut) agama (Islam), sesungguhnya telah jelas (perbedaan) antara jalan yang benar dengan jalan yang sesat. Barangsiapa ingkar kepada Tagut dan beriman kepada Allah, maka sungguh, dia telah berpegang (teguh) pada tali yang sangat kuat yang tidak akan putus. Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui.”

Dalam lindungan daulah Islam, nonmuslim (kafir dzimmi) dijamin dan dibiarkan menjalankan peribadatan sesuai agama dan keyakinan mereka. Kaum muslim dilarang mencela sembahan agama lain tanpa dasar ilmu. Sebagaimana firman Allah dalam surah Al-An’am ayat 108, “Dan janganlah kamu memaki sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa dasar pengetahuan.”

Islam juga memerintahkan kaum muslim berdiskusi dengan orang-orang kafir dengan cara yang makruf. Firman Allah dalam surah Al-Ankabut ayat 46, “Dan janganlah kamu berdebat dengan Ahli Kitab, melainkan dengan cara yang baik.”

Selain itu, negara wajib menjamin pemenuhan hak-hak orang kafir dalam batas-batas yang telah ditetapkan Islam. Misal, mereka bebas memakai pakaian ala agama mereka, memakan dan meminum yang haram hanya di wilayah tempat tinggal mereka saja (perkampungan mereka). Negara juga justru wajib menhaga agama, jiwa, harta, dan darah mereka. Kaum muslim dikarang menodainya. Demikianlah arus toleransi dalam timbangan syar’i yang seharusnya dijalankan oleh kaum muslim, bukan toleransi yang dijajakan Barat agar kaum muslim mencampuradukkan agama bahkan bisa menjauhkannya dari Islam (islamofobia), terutama di kalangan generasi muda.

 

Wallahu a’lam.

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi