Apatis dan Individualis Lahir dari Sistem Sekuler Kapitalis

Oleh. Yulweri Vovi Safitria

Tetangga adalah keluarga terdekat kita. Begitu ungkapan yang akrab di telinga. Apalagi bagi seseorang yang hidup di perantauan, jauh dari keluarga dan sanak saudara. Tetanggalah yang pertama kali tahu tentang kesedihan, kesusahan, ataupun kebahagiaan kita. Maka tidak heran pula muncul istilah, “Berbagi kebahagiaan dengan tetangga.”

Namun, itu tidak berlaku bagi seorang ayah di wilayah Ciledug. Sang ayah nekat menyimpan mayat bayinya di dalam feezer karena ketiadaan biaya untuk memakamkan mayat sang anak. Setelah diselidiki, ternyata pelaku yang merupakan orang tua bayi adalah golongan keluarga tidak mampu. Diduga pelaku adalah pendatang baru di wilayah tempat ia tinggal dan tidak memiliki sanak saudara (kompas.com, 6-7-2023).

Apatis dan Individualis

Fakta di atas hanyalah salah satu contoh akan kurangnya rasa kepedulian masyarakat, khususnya kaum muslim. Terlepas dari apapun alasan pelaku, rasa kepedulian individu terhadap sekitarnya adalah hal terpenting. Mungkin masih lekat di ingatan publik kematian satu keluarga di Kalideres yang diduga sudah meninggal berhari-hari. Beragam pertanyaan pun muncul. Apakah sedemikian parahnya sikap individualisme masyarakat sehingga tidak memperhatikan keadaan sekitarnya?

Dewasa ini, setiap individu sibuk dengan urusannya masing-masing seperti bekerja, arisan, ataupun aktivitas lainnya. Semua itu adalah sesuatu hal yang tidak bisa dimungkiri. Kesibukan dunia benar-benar telah menguras energi setiap orang sehingga terkadang lupa untuk memperhatikan lingkungan sekitar. Bila berada di komplek perumahan, akan didapati pula pagar tembok yang tinggi, bahkan untuk bertamu pun segan. Tidak jarang, ketika sebuah rumah kerampokan, tetapi tidak diketahui oleh warga sekitarnya. Sebuah fakta yang tidak bisa terbantahkan.

Buah Sistem Kapitalisme

Jika masyarakat mau menyadari, semua hal itu terjadi karena kehidupan masyarakat tidak lagi berlandaskan aturan yang syar’i, melainkan karena materi. Masyarakat lebih disibukkan dengan urusan seputar materi sehingga lupa bagaimana memiliki rasa peduli dan empati pada sekitar. Meskipun tidak semua orang berperilaku demikian, tetapi mencari mereka ibarat mencari jarum di tumpukan jerami.

Jamak diketahui, sistem kapitalisme juga menjauhkan individu dari tuntunan agama. Bisa dilihat bagaimana materi mampu mengalahkan segalanya. Mungkin sebagian orang bisa melihat atau bahkan mungkin pernah merasakan bahwa ketika memiliki materi, banyak orang akan mendekat, menjadikannya saudara. Sebaliknya ketika tidak memiliki apa-apa, maka perlahan-lahan, orang-orang pun akan pergi menjauh.

Begitulah sistem kapitalisme sekularisme, rapuh dan goyah. Sistem yang tidak dilandasi fondasi yang kokoh yakni akidah Islam memang rapuh dan rentan dipengaruhi pemikiran di luar Islam, karena pada hakikatnya sistem kapitalisme sekuler memang bukan berasal dari Islam.

Hak Muslim dalam Islam

Terkait persoalan di atas, hadis di bawah ini tentu akan mengingatkan kita sebagai seorang muslim akan hak-hak seorang muslim yang harus ditunaikan.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Hak muslim kepada muslim yang lain ada enam.” Beliau shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda, ”(1) Apabila engkau bertemu, ucapkanlah salam kepadanya; (2) apabila engkau diundang, penuhilah undangannya; (3) apabila engkau dimintai nasihat, berilah nasihat kepadanya; (4) apabila dia bersin lalu dia memuji Allah (mengucapkan ’alhamdulillah’), doakanlah dia (dengan mengucapkan ’yarhamukallah’); (5) apabila dia sakit, jenguklah dia; dan (6) apabila dia meninggal dunia, iringilah jenazahnya (sampai ke pemakaman).” (HR. Muslim)

Sayangnya, semua hal tersebut belum maksimal ditunaikan karena kehidupan manusia tidak diatur berlandaskan aturan Islam, sebagian aturan Islam diamalkan dan sebagian lagi ditinggalkan. Oleh karenanya, manusia bersifat masa bodo dan lebih mementingkana dirisendiri ketimbang memikirkan oran lain.

Meskipun ada sekelompok orang yang menuaikan hak saudara muslim lainnya, tentu tidak serta merta menggugurkan peran pemimpin yang ada, karena sesungguhnya pemimpinlah yang paling bertanggung jawab terhadap persolan yang ada di tengah-tengah umat.

Khatimah

Penerapan aturan Islam secara keseluruhan adalah hal yang sangat urgen dilakukan jika ingin kebahagiaan dan kesejahteraan dapat dirasakan oleh seluruh umat. Aturan Islam yang diterapkan oleh negara, bukan orang perorangan sebagaimana yang hari ini kita saksikan.

Wallahu a’lam.

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi