Apa Benar, Kemajuan Indonesia Bertumpu pada Keluarga?

Oleh: Sarah Fauziah Hartono

Dari laman cnbcindonesia.com, disebutkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia selama dua dekade terakhir menunjukkan angka stagnan, bertahan pada tingkat sekitar 5%. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), pada tahun 2003, pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya mencapai 4,9%. Meskipun sempat mengalami peningkatan hingga 6,9% pada tahun 2007, pada tahun 2013, angka tersebut kembali menurun menjadi sekitar 5,78%, dan pada tahun 2014 hanya mencapai 5,01%.

Dilihat dari data tersebut, terlihat hal yang menjadi penghancur peluang Indonesia menjadi negara maju adalah taraf ekonominya. Di lain sisi, juga ada Hasto, selaku Kepala BKKBN, menyatakan bahwa keluargalah yang menjadi fondasi utama terwujudnya kemajuan bangsa. Keluarga harus memiliki pola asuh yang baik, terhindar dari stunting, harus ASI eksklusif, sehingga dapat mewujudkan keluarga yang menjadi fondasi kemajuan negara tersebut.

Padahal, Indonesia tidak akan mampu mencapai derajat sebagai negara maju apabila masih bergantung sepenuhnya pada prinsip-prinsip kapitalisme. Dominasi kapitalisme membuat Indonesia, sebagai negara berkembang, terus bergantung pada negara lain, meskipun memiliki sumber daya alam yang melimpah, tetapi pemanfaatannya lebih cenderung untuk investasi oleh pihak kapitalis. Dampaknya terasa luas, menyebabkan sektor ekonomi rentan dan memicu masalah kemiskinan, kelaparan, serta peningkatan tingkat kriminalitas karena minimnya kesejahteraan. Di samping itu, rendahnya tingkat literasi dan kelemahan mental generasi muda juga menjadi tantangan yang perlu diatasi. Muncul pandangan bahwa keluarga dianggap sebagai pondasi negara maju, tetapi seharusnya pembentukan negara maju menjadi tanggung jawab negara, bukan hanya keluarga.

Sebaliknya, sangat aneh jika negara mengalihkan tanggung jawab menjadi negara maju kepada keluarga. Hal ini mencerminkan bahwa negara kekurangan visi ideologis dan mengabaikan kewajiban negara. Padahal, yang bertanggung jawab memajukan negara adalah negara itu sendiri, bukan dari keluarga. Negara harus memiliki sistem yang mengacu pada prinsip-prinsip yang jelas berkomitmen untuk memajukan negara. Seperti halnya sistem Islam yang memiliki mekanisme tersebut.

Berbeda dengan kapitalisme, Islam memiliki mekanisme yang berpotensi mengantarkan negara menuju kejayaan dan keadidayaan. Islam tidak sekadar sebagai agama spiritual, melainkan juga sebagai ideologi yang dapat diaplikasikan dalam struktur institusi negara. Prinsip-prinsip ini tercermin dalam praktik Rasulullah dan para khalifah setelahnya dalam membentuk individu serta menyebarkan ajaran Islam secara terbuka.

Islam memberikan pandangan yang jelas tentang bagaimana menjadikan negara adidaya dan memberikan langkah-langkah untuk merealisasikannya.
Penerapan Islam secara menyeluruh akan membawa suatu negara menjadi negara maju yang dicintai oleh Allah Swt. (baldatun thoyyibatun wa rabbun ghaffur).

Untuk mencapai status negara adidaya, langkah pertama adalah memiliki wewenang untuk menerapkan syariat Islam secara menyeluruh. Setelah itu, stabilisasi dalam aspek politik, ekonomi, dan pertahanan dalam negeri menjadi langkah selanjutnya. Sementara itu, kegiatan politik luar negeri dengan dakwah dan jihad juga menjadi langkah yang telah terbukti dalam sejarah kejayaan negara berdasarkan prinsip Islam.

Jadi, jika ditelusuri PR pertama Indonesia untuk menjadi negara maju, bukan ada pada keluarga, melainkan negara itu sendiri yang harus memiliki sistem yang berlandaskan ideologi agar diaplikasikan dalam struktur institusi negara.

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi