Yani,
Bogor
Penularan antraks terhadap puluhan warga kabupaten Gunungkidul, DI Yogyakarta, menjadi buah bibir. Pasalnya, tradisi brandu disebut-sebut sebagai biang kerok masifnya penularan antraks di daerah tersebut. Kementerian Pertanian menyebut tradisi brandu atau purak, jadi salah satu faktor yang meningkatkan risiko penularan antraks di sana.
Dalam sebuah investigasi oleh Balai Besar Veteriner Wates dan Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Gunungkidul disebutkan, bahwa tradisi ini merupakan pemotongan sapi atau kambing sakit lalu dagingnya diperjualbelikan ke tetangga dengan harga di bawah standar. Peneliti menyebut, warga sebenarnya sadar akan risiko antraks dan larangan mengonsumsi ternak yang sakit atau mati mendadak. Namun, hal ini sering diabaikan.
Ada dugaan tradisi terus berjalan akibat kondisi sosial ekonomi masyarakat pedesaan. Dari sisi peternak, ada dorongan mempertahankan nilai ekonomi dari ternak yang mati. Sementara dari sisi masyarakat, tradisi ini dianggap sebagai asas gotong royong dan bentuk kepedulian terhadap warga yang mengalami musibah. Menurut Kabid kesehatan Hewan Dinas peternakan dan kesehatan Hewan, Retno Widiyastuti menyebutkan, tradisi brandu membuat kasus antraks terus bermunculan di Gunungkidul. Tujuan tradisi ini pada dasarnya memang baik, hanya saja tradisi ini justru membawa petaka buat warga. Mengonsumsi daging hewan yang terpapar antraks sangat dilarang, dan kebiasaan mengonsumsi hewan ternak yang mati adalah pilihan salah. Di sinilah pentingnya edukasi untuk masyarakat (CNNIndonesia.com, 7/7/2023).
Kasus antraks di Gunungkidul ini bukan yang pertama kalinya. Berdasarkan data Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan (DPKP) DIY, antraks pernah muncul pada Mei dan Desember 2019, Januari 2020, Januari 2022, dan Juni 2023. Sayangnya, pemerintah Kabupaten Gunungkidul tidak segera menetapkan status Kejadian Luar Biasa(KLB). Selain itu, Kepala Dinas Kesehatan DIY, Pembajun Setyaningastutie menyatakan bahwa seharusnya pemerintah Kabupaten Gunungkidul sudah mengumumkan status KLB antraks sejak tahun 2019.
Lambatnya penetapan status KLB bisa berbahaya bagi masyarakat. Karena, antraks bisa menular dari hewan ke manusia melalui konsumsi daging hewan yang terinfeksi, cipratan darah hewan, dan spora bakteri yang tersebar. Spora ini bisa bertahan 40-80 tahun di tanah. Oleh karenanya, seharusnya pemerintah bertindak cepat untuk menyelesaikan kasus ini sebelum makin menyebar dan memakan banyak korban jiwa. Pemerintah seharusnya tidak membiarkan tradisi ini berlangsung di tengah masyarakat. Selain menunjukkan kurangnya riayah penguasa pada rakyat, tradisi brandu ini merupakan potret kemiskinan yang parah di tengah masyarakat.
Kemiskinan bisa membuat mereka melakukan apa pun demi bisa makan, meski membahayakan kesehatan . Efek dari kemiskinan yang melanda negeri ini, nyawa masyarakat menjadi korban akibat kegagalan penguasa menyejahterakan rakyatnya. Semua ini akibat penerapan sistem ekonomi kapitalisme yang menghasilkan penguasaan sumber ekonomi oleh segelintir korporasi, hingga kesejahteraan rakyat terabaikan.
Akan sangat berbeda jika sistem Islam yang diterapkan dalam semua peraturan negara. Karena, Islam mengharamkan umatnya memakan bangkai. Sebagaimana terdapat dalam surah Al-Maidah ayat 3, Allah Swt.berfirman, “Diharamkan bagimu (memakan) bangkai.”
Pengharaman ini ditegakkan melalui hukum dengan pemberlakuan syariat kaffah. Pemerintah tidak boleh sekadar memberi sosialisasi dan imbauan pada masyarakat. Namun, harus ada tindakan tegas karena menyangkut keselamatan nyawa manusia.
Hanya sistem Islam yang mampu memberi solusi dalam setiap permasalahan yang ada dalam kehidupan. Dalam kasus antraks ini, penyelesaiannya tidak cukup sekadar dari aspek kesehatan, tetapi butuh penyelesaian sistemis dengan kembali pada sistem Islam. Hanya dengan menerapkan sistem ekonomi Islam, negara dapat mewujudkan keadilan ekonomi dan menyejahterakan rakyat.
Karena dalam Islam, pemimpin negara adalah sebagai ra’ain yang mengurus semua urusan rakyatnya. Negara wajib memenuhi semua kebutuhan sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan dan keamanan bagi seluruh rakyat, termasuk dalam kesehatan dan kehalalan pangan yang masyarakat konsumsi. Semua ini hanya akan terwujud dalam Daulah Khilafah Islamiyah. Demikianlah profil penguasa dalam sistem Islam yang wajib meriayah rakyatnya secara kaffah, agar seluruh rakyat bisa merasakan kesejahteraan dan terhindar dari kemiskinan.
Wallahua’lam bishshowab.