Yani,
Dramaga
Berulangnya kecelakaan kerja, mengindikasi adanya kelalaian perusahaan dalam menjamin keselamatan pekerja dan abainya upaya pencegahannya. Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sulawesi Tengah, mendesak pemerintah menghentikan produksi nikel di PT. Indonesia Morowali Industrial Park(IMIP). Hal ini seiring terjadi nya kecelakaan kerja berulang kali di kawasan tersebut. Teranyar, terjadi kebakaran pada tungku smelter nikel milik PT Indonesia Tsingshan Stainless Steel (PT ITSS) yang menewaskan 12 orang pada Ahad pagi, 24 Desember 2023.
Kepala advokasi dan kampanye walhi Sulteng, Aulia Hakim lewat keterangan tertulisnya meminta pemerintah tidak hanya kampanye hilirasi nikel dengan angin surga atas keuntungan yang diperoleh, tanpa melihat kenyataan di lapangan. Sebelum insiden di ITSS, pada 22 Desember 2022 ada kecelakaan kerja serupa yang merenggut nyawa dua pekerja. Keduanya meninggal gara-gara ledakan tungku di kawasan industri nikel milik PT Gunbuster Nicek industri, perusahaan besar asal tiongkok yang beroprasi di kabupaten Morowali utara. Kemudian pada 27 April 2023 ada kecelakaan kerja lagi di PT Indonesia Guang ching Nickel and stainless industri dan menewaskan dua pekerja (Tempo.co, 24/12/2023).
Lagi-lagi, kita melihat bagaimana pekerja yang ditumbalkan, guna mengejar keuntungan semata. Sangat miris menyaksikan rakyat yang berjibaku demi memperoleh penghasilan yang tidak seberapa, meski nyawa taruhannya. Demi memenuhi tuntutan hidup, mereka tetap bertahan dan bekerja. Kecelakaan kerja diakibatkan karena penyediaan APD atau alat keselamatan yang tidak pernah dipatuhi oleh perusahaan. Ditambah jam kerja yang semena-mena, rotasi kerja yang kacau dan peralatan yang dioperasikan tidak terkontrol, merupakan pemicu kecelakaan yang terjadi. Hal lain yang berpengaruh adalah regulasi negara, termasuk tidak tegasnya sanksi negara atas perusahaan. Faktor kepemilikan perusahaan di tangan asing dan kebebasan kepemilikan yang menjadi prinsip ekonomi kapitalisme, sehingga perusahaan swasta bisa menguasai kepemilikan umum. Hal ini meneguhkan potret perusahaan dalam sistem kapitalisme, yang mengutamakan keuntungan dan abai akan tanggung jawabnya terhadap pekerja.
Hal seperti ini tidak akan terjadi jika dalam negara ini menerapkan sistem ekonomi islam, yaitu Daulah Khilafah. Dalam Islam kekayaan alam termasuk kepemilikan umum yang wajib dikelola negara, dan hasil pengelolaannya digunakan untuk memenuhi semua kebutuhan rakyat. Dan haram hukumnya menyerahkan pengelolaan kepemilikan umum kepada individu, swasta ataupun asing. Islam sangat memperhatikan keselamatan untuk para pekerja, agar terlindungi dari kecelakaan kerja serta menjamin kesejahteraan pekerja.
Karena dalam Islam ada akad ijarah antara pekerja dan perusahaan, yakni akad/ kesepakatan atas suatu jasa dengan adanya imbalan/kompensasi tertentu. Kedua belah pihak harus sama-sama memahami rukun-rukun ijarah beserta hak dan kewajiban masing-masing. Jaminan keselamatan kerja adalah kewajiban majikan/perusahaan yang mempekerjakannya. Khilafah akan memastikan semua perusahaan menjalankan kewajiban, konsep kesehatan dan keselamatan kerja (K3) dan akan tegas memberikan sanksi kepada perusahaan yang lalai dari tanggung jawabnya.
Sebagai pelayan rakyat, negara bertanggung jawab memenuhi semua kebutuhan rakyatnya. Hanya dengan penerapan syariat islam dan Khilafahlah yang akan mewujudkan kesejahteraan bagi pekerja. Namun faktanya yang terjadi saat ini, regulasi hanya berpihak pada korporasi. Pengusaha dan pemilik modal saja. Sementara itu rakyat harus menjadi korban dari kebijakan yang hanya menguntungkan pihak-pihak tertentu. Rakyat bertaruh nyawa, korporasi justru melenggang mulus meraup banyak keuntungan. Wallahua’lam bishshowab.