Ada Apa di Balik Silaturahmi?

Oleh. Afiyah Rasyad
(Aktivis Peduli Ummat)

Duhai, pelik nian permasalahan hidup. Ibarat benang kusut, mengurainya membuat siapa pun ekstra gabut. Permasalahan di negeri ini kian menumpuk. Sementara performa para pemangku kebijakan seakan berjalan di atas kepentingan pribadi dan golongan. Betapa tidak, di tengah impitan persoalan yang tak kunjung usai, lawatan demi lawatan kepada teman sejawat (koalisi) terjadwal dengan alasan silaturrahmi.

Ada Udang di Balik Batu

Tahun 2024 masih jauh dari jangkauan rakyat. Terlebih rakyat yang terbebani dengan efek domino kenaikan BBM. Namun, sepertinya beberapa politisi dan pejabat papan atas mulai meleburkan tujuan bersama koalisi dalam memenuhi ambisi sebuah kontestasi. Beberapa waktu lalu, tersiar kabar kontestasi ketua DPR RI dengan Memhan. Kini, tersiar pula kabar Menko Bidang Perekonomian RI melakukan silaturrahmi ke dua pondok pesantren di Jawa Timur.

Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto mengunjungi 2 Pondok Pesantren di Probolinggo. Didampingi sejumlah elit Partai Golkar, Menko Bidang Perekonomian itu berkunjung ke ponpes untuk menjalin kembali kedekatan Partai Golkar dengan ulama di Jawa Timur. Sebelum berkunjung ke Ponpes Zainul Hasan Genggong, Airlangga juga sempat berkunjung ke Ponpes Nurul Jadid, Paiton. Ia sempat bertemu dengan pengasuh ponpes K.H. Zuhri Zaini (detik.com, 14/9/2022).

Mempererat silaturrahmi memang harus dilaksanakan oleh siapa pun dan kapan pun. “Kami hanya ingin silaturahmi bertemu dengan Kiai Mutawakkil dan keluarga besar Ponpes Genggong. Juga ke Kyai Zuhri Zaini pengasuh Ponpes Nurul Jadid. Tidak ada yang lain,” ujar Airlangga kepada sejumlah wartawan, Rabu (14/9/2022).

K.H. Mutawakkil dan Gus Haris selaku pengasuh dan salah satu pengurus Ponpes Zainul Hasan Genggong menegaskan bahwa kedatangan Menko memang untuk silaturahmi. Namun demikian, hal itu seakan berkebalikan dengan harapan Gus Haris. “Punya sejarah sejak dahulu antar Partai Golkar dan Ponpes Genggong. Intinya, Pak Menko Perekonomian RI datang ke pondok untuk silaturahmi. Semua kyai mendoakan Pak Airlangga. Kalau pasangan Capres Airlangga Hartarto dengan Khofifah Indar Parawansa itu untuk kebaikan warga Jatim, pasti kami dukung,” kata Gus Haris.

Ada udang di balik batu. Mungkin pribahasa itu kitanya yang tepat dengan pernyataan Gus Haris. Pernyataan berupa sebuah harapan itu seakan menunjukkan kunjungan silaturahmi Menko ada maksud lain.

Sistem Politik dalam Cengkeraman Kapitalisme

Siapa pun dalam sistem kapitalisme ini berpeluang melakukan kontestasi demi melanggengkan jabatan yang dimiliki. Jika perlu, kontestasi bisa berkoalisi dengan partai lainnya ataupun nonpartai demi mewujudkan ambisi kekuasaan semata. Kepentingan pribadi atau partai (golongan) begitu kuat dalam cengkeraman asas manfaat. Akidah sekularisme, yakni pemisahan agama dari kehidupan membuat siapa pun bisa terjerumus dalam politik uang.

Jika ditelaah lebih jauh, ideologi kapitalisme dengan demokrasi sebagai sistem pemerintahan menjadikan harga sebuah kekuasaan sangatlah mahal. Amanah yang seharusnya ditunaikan untuk rakyat kini dilabeli dengan nominal. Biaya walimah politik tidaklah sedikit. Mahar politik dan dana kampanye mewarnai atmosfer perpolitikan dalam demokrasi.

Belum lagi serangan-serangan amplop pada rakyat demi meraih kantong suara juga turut menghiasi perjalanan pemilihan umum. Nahasnya, empat kebebasan dalam hak asasi manusia menjadi nilai yang semakin membuka lebar pintu gila jabatan dan keserakahan. Kongkalikong antara penguasa dan pengusaha sering berjalan beriringan dalam urusan meraih kekuasaan. Biaya politik yang tinggi akan disokong oleh pengusaha. Selanjutnya, siapa yang terpilih akan lebih condongbkepada siapa yang memberi modal, bukan pada rakyat. Kompensasi modal itu kerap dibalas dengan kebijakan pesanan. Sehingga, amanah memelihara urusan rakyat sering terbengkalai bahkan tak tersentuh sama sekali.

Islam Mudah dan Memudahkan

Islam tak mengenal kontestasi. Pemilihan dalam Islam amatlah mudah dan memudahkan, serta tidak dipungut biaya. Mekanisme pengangkatan khalifah dilakukan oleh mahkamah madzalim dengan tata cara yang syar’i. Bisa dengan ahlul halli wal ‘aqdi ataupun seleksi ketat sesuai syarat in’iqad khalifah. Pengangkatan khalifah dilakukan dengan cara bait in’iqad dan baiat taat.

Sementara pemimpin atau penguasa dalam Islam memiliki amanah riayaj syuunil ummah (memelihara urusan umat). Artinya, khalifah wajib menjamin segala urusan rakyat agar terpenuhi dan terealisasi. Seluruh kebutuhan rakyat, baik kebutuhan pokok individu maupun komunal dijamin pemenuhannya oleh khalifah.

Terkait silaturahmi, Islam mewajibkan setiap muslim untuk terus menyambung silaturahmi. Sialturahmi dilakukan kepada anggota keluarga. Begitupun silah ukhuwah islamiah, menjadi kewajiban setiap muslim untuk diterapkan. Sebab, setiap mukmin adalah bersaudara. Maka, adanya silah ukhuwah maupum silaturahmi seharusnya dilakukan murni karena itu memang perintah Allah semata. Silah ukhuwah dan silaturahmi adalah kewajiban personal, bukan komunal ataupun parpol.

Sementara dalam Islam, parpol dibangun berdasarkan akidah Islam. Akidah Islam harus menjadi kaidah berpikirnya, sekaligus ikatan yang akan mengikat anggotanya. Fungsi dan peran parpol adalah untuk melakukan muhasabah lil al-hukkam (mengoreksi penguasa). Hal ini sangat menentukan keberlangsungan penerapan Islam yang diterapkan negara mengingat penguasa adalah manusia, bukan malaikat.

Sebuah parpol ideologis yang ada di tengah umat akan berdiri kukuh di atas fondasi Islam sebagai qiyadah fikriyah (kepemimpinan berpikirnya). Kepemimpinan berpikir ini diemban parpol di tengah umat untuk memberikan kesadaran kepada mereka tentang Islam yang sebenarnya. Maka jelas, keberadaan parpol dan politisi parpol tersebut sebagai pengontrol perjalanan negara dalam menerapkan syariat Islam secara kaffah dalam kehidupan plus membantu negara dalam urusan amar makruf nahi munkar alias dakwah Islam.

Parpol juga akan menyukseskan peran para penguasa dengan mentatsqif (mendidik) kader dengan suasana keimanan. Para kader parpol wajib berideologikan Islam sehingga akan terwujud calon pemimpin mulia yang senantiasa melaksanakan aktivitas dan amanahnya dengan ruh. Ruh dengan arti kesadaran akan hubungannya dengan Allah. Jadi, kader parpol yang jadi kandidat penguasa akan amanah karena konsekuensi keimanan.

Dengan demikian, sistem Islam jelas mendatangkan ketenteraman jiwa dan kepuasan akal. Sistem Islamlah yang sesuai dengan fitrah manusia. Saatnya kaum muslim melepas jubah usang kapitalisme dan mengenakan jubah kemuliaan Islam.

Wallahu a’lam.

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi