Ada Apa dengan Minyak Goreng?

Afiyah Rasyad
(Aktivis Peduli Ummat)

Beberapa bulan terakhir, harga minyak goreng melambung tinggi. Rakyat kecil sedih tiada terperi. Janji pemerintah untuk menyediakan minyak goreng harga murah terealisasi. Sayang sejuta sayang, harga empat belas ribu rupiah perliter jumlah pembeliannya dibatasi.

Ada Apa dengan Minyak Goreng?

Kini, fenomena menghilangnya minyak goreng di rak berbanderol Rp14.000,00/liter dan Rp28.000,00/liter menjadi pemandangan lumrah. Swalayan yang menjual minyak goreng program minyak murah dari pemerintah diserbu konsumen seketika. Tak ayal, kekosongan rak itu bertahan lama. Jika pun ada lagi, maka panic buying menghantui.

Tentu saja fenomena tersebut membuat YLKI angkat suara. Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menyebut bahwa penetapan harga minyak goreng Rp14 ribu sia-sia. Kebijakan satu harga tersebut diberlakukan di tengah harga ‘selangit’. Pasalnya, YLKI menilai sebagai negara dengan penghasil minyak kelapa sawit (CPO) terbesar di dunia, seharusnya masyarakat menikmati harga minyak goreng yang terjangkau tanpa perlu ada program satu harga (CNNIndonesia.com, 29/1/2022).

“Dalam catatan saya, kebijakan subsidi (dengan anggaran) Rp3,5 triliun dan Rp1,2 miliar liter itu sebuah kebijakan yang sia-sia seperti menggarami laut. Terbukti tidak efektif sampai detik ini,” kata Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus dalam Webinar Para Syndicate, Jumat (28/1).

Benar saja, akhirnya minyak goreng seakan menghilang dari rak ataupun etalase swalayan yang menjual harga minyak murah. Sementara di pasar tradisional ataupu toko kelintong, harga minya maish cenderung sangat tinggi. Rakyat kecil kelabakan mengatur pemasukan yang sering lebih rendah dibanding pengeluaran.

Menelusuri Akar Masalah

Sudah menjadi rahasia umum, negeri gemah ripah lih jinawi ini setia dengan penerapan sistem kapitalisme. Meski kaya CPO, jika pandangan keuntungan jauh lebih besar dengan memasoknya ke pasar internasional, maka CPO dalam negeri sulit tak jadi soal. Kapitalisme dengan asas manfaatnya memnjadikan negara penganut mabda ini hanya berpandangan pada untung rugi.

Pemerintah yang seharusnya tampil sebagai pelayan rakyat, kini tak ubahnya seperti pedagang. Kapitalisme menjadikan hubungan negara dan rakyat laksana produsen dan konsumen atau antara makelar dan konsumen. Subsidi harga minyak yang diberikan juga tak lepas dari kelkulasi untung rugi. Bukan kesejahteraan rakyat yang jadi prioritas utama, tapi korporasi dan pengusahalah yang dipikirkan. Bagaimana kiranya mereka tak mengalami kerugian.

Tingginya harga minyak yang mencekik rakyat karena mekanisme dari sistem ekonomi kapitalisme. Pandangan ekonomi kapitalisme ialah negara jangan sampai dibebani oleh hajat hidup rakyat. Kebebasan kepemilikan menjadikan negeri ini ladang bagi pemodal untuk mengeksploitasi s
SDA yang ada, termasuk CPO. Dorongan liberalisme dalam sektor ekonomi menjadikan negeri ini diam seribu bahasa saat dieksploitasi atas nama investasi.

Negara berotak pedagang tak lain dan tak bukan karena setia mengemban ideologi kapitalisme. Akar masalah kacaunya harga minyak goreng dan tingginya harga kebutuhan pokok lainnya tersebab penerapan sistem ekonomi kapitalisme. Sehingga, negara tak lagi berperan sebagai pelayan dan penjamin kebutuhan rakyat, tapi negara lebih berfungsi sebagai penjual ataupun regulator.

Islam Solusi Problematika Harga

Islam adalah agama yang diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad dengan seperangkat aturan kehidupan, termasuk tatanan ekonomi. Islam melarang adanya privatisasi kepemilikan harta milik umum seperti api, air, dan padang gembala. Semua dikelola negara dan hasilnya didistribusikan untuk kesejahteraan rakyat.

Begitupun dengan mekanisme pasar, sistem ekonomi Islam juga memiliki aturan berupa larangan bagi penguasa (khalifah) untuk mematok harga. Semua perkara harga dikembalikan pada mekanisme permintaan dan penawaran. Islam juga melarang penimbunan dan monopoli. Sehingga, ketika harga pasar naik atau turun, tidak ada intervensi dari negara, apalagi pihak swasta.

Kelangkaan barang kebutuhan akan segera diatasi negara sesuai syariat Islam. Jika memang musim paceklik di suatu wilayah, maka khalifah bisa membuat kebijakan dengan mendatangkan barang kebutuhan semisal dari wilayah lain dengan biaya dijamin negara semata untuk kesejahteraan rakyat. Sehingga, rakyat tak kebingungan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.

Wallahu a’lam bishowab.

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi