Oleh. Shafana Okta Kusuma, S.Pd.
(Pendidik & Aktivis Dakwah)
Bagi-bagi susu gratis di Boyolali, Jawa Tengah pada 8 November 2024 lalu menjadi sorotan publik (Tempo.co). Tidak hanya itu, aksi buang susu hasil perah pun tercatat oleh Badan Persusuan Nasional (BPN) mencapai 200 Ton setiap harinya. Problem ini sedang marak terjadi beberapa waktu ini. Para peternak sapi memberikan kesaksian bahwa ini terjadi karena (Industri Pengolahan Susu) IPS sedang membatasi penerimaan pasokan susu murni karena alasan Maintenance atau perawatan mesin.
Di sisi lain, diketahui bahwa pemerintah sedang membuat kebijakan mendatangkan impor susu murni dari luar negri dalam rangka memenuhi kebutuhan stok susu untuk program makan siang gratis milik Pak Prabowo. Wakil Menteri Sudaryono mengatakan, ada sekitar 60 pelaku industri dalam maupun luar negeri yang berkomitmen insvestasi sapi perah di Indonesia.
Hal ini menimbulkan kegeraman di tengah peternak sapi perah. Para peternak bahkan mengungkapkan bahwa mereka sebenarnya bisa memenuhi kebutuhan susu nasional, namun pemerintah malah impor dan membuat hasil ternak tidak terserap dan terdistribusikan dengan baik ke tengah-tengah masyarakat. Munculnya problem ini tak luput dari sistem yang dianut atau dijalankan oleh suatu negara tersebut. Dalam penerapannya, sistem yang dijalankan oleh Indonesia adalah sistem sekuler-kapitalisme. Sistem ini menganut prinsip ekonomi kapitalisme yang mengutamakan keuntungan sebesar-besarnya dengan modal sesedikit mungkin.
Di tambah lagi asasnya adalah sekularisme, yaitu sistem yg memisahkan agama dari kehidupan. Sehingga, permasalahan seperti di atas tak dapat dihindarkan lantaran tidak adanya penerapan hukum agama yang tegas dan tak dapat diganggu gugat jika ada kezaliman. Sedangkan hukum yang dijalankan saat ini bisa ditarik ulur oleh penguasa yang berselingkuh dengan korporat dan tak memihak rakyat.
Dalam pengelolaan Sumber Daya Alam nasional, Islam memiliki pengaturan pengelolaan yang baik dan terbukti menyejahterakan. Dalam Islam, negara wajib mengurusi rakyat dengan baik dan memastikan masyarakatnya terpenuhi dengan baik sandang pangan dan papannya. Jika dibandingkan dengan sistem yang saat ini diterapkan di Indonesia, sistem Islam menawarkan sistem pengelolaan yang barokah sesuai dengan syariat Islam, jujur, adil, dan pastinya berpihak pada masyarakat, bukan pada korporat. Sistem pengelolaan ekonomi Islam ini akan efektif jika diterapkan oleh negara (Khilafah).
Untuk mengelola stok susu, Khilafah akan membangun pusat-pusat industri pengolahan yang akan menyerap susu dari peternak, berikut jaminan infrastruktur untuk distribusinya. Jika stok susu berlebih (surplus), Khilafah bisa mengekspornya ke negeri lain. Kebijakan ekspor susu ini baru diambil saat kebutuhan rakyat di dalam negeri sudah tercukupi. Jika produksi susu di dalam negeri sedang defisit/rendah, Khilafah bisa melakukan impor, tetapi sifatnya sementara.
Pada saat yang sama, Khilafah akan lebih fokus untuk merevitalisasi sektor peternakan di dalam negeri sehingga mencegah ketergantungan pada impor. Sektor peternakan sapi perah di dalam negeri pun akan berkembang dan berdaya sehingga ketersediaan susu dapat diwujudkan dan kelangkaannya dapat dihindari. Para peternak sapi perah bisa sejahtera dan menikmati hasil jerih payahnya tanpa harus khawatir rugi akibat susu impor.
Khilafah juga bertanggung jawab meningkatkan kesejahteraan rakyat secara individu per individu sehingga mereka memiliki daya beli yang baik untuk memperoleh komoditas susu menurut standar kecukupan gizi bagi seluruh anggota keluarganya. Dengan ini, rakyat bisa dijauhkan dari kerawanan pangan dan kelaparan. Demikianlah gambaran langkah serius Khilafah yang sangat peduli akan terpenuhinya kebutuhan rakyat, bahkan selalu berpikir untuk menyejahterakan mereka.