Peringatan Darurat, Masihkah Demokrasi Tetap Dipertahankan?

Oleh. Ernita S
(Kontributor MazayaPost.com)

Beberapa hari ini, postingan media sosial diramaikan dengan peringatan darurat garuda biru yang telah menjadi treding topic. Pasalnya, peritiwa ini dilakukan oleh gerakan massal digunakan untuk mengawal putusan dari MK dan jalannya Pilkada 2024. Di mana pada umumnya informasi darurat disiarkan melalui radio ataupun televisi, namun kali ini berupa unggahan yang dilakukan oleh warganet (warga internet).

Warganet Indonesia di berbagai platform media sosial ramai membagikan gambar lambang burung garuda berlatar belakang warna biru yang bertuliskan “Peringatan Darurat.” Gerakan “Peringatan Darurat” ini membanjiri media sosial di tengah upaya DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) dan pemerintah menganulir putusan MK (Mahkamah Konstitusi) yang mengubah ambang batas syarat pencalonan kepala daerah. Hingga Rabu (21/8/2024) pukul 16.40 WIB, unggahan tersebut telah dibagikan oleh lebih dari 53.000 pengguna Instagram (Kompas.com, 28/8/2024).

Peristiwa demonstrasi di tengah-tengah rumitnya permasalahan bangsa membuat siapa pun menginginkan perubahan. Di mana dengan adanya aksi demonstrasi yang dilakukan oleh masyarakat pasti ada alasannya. Bagaimana tidak, hal ini bisa mengundang beragam aksi reaksi dari lapisan masyarakat sebagai bentuk protesnya ribuan massa melakukan demonstrasi.

Ribuan massa berdemonstrasi di depan kompleks DPR/MPR, di kawasan Senayan, Jakarta, Kamis (22/8), menolak revisi RUU Pilkada karena akan menganulir putusan MK tentang pilkada. Massa mewakili berbagai elemen masyarakat, mulai dari buruh, mahasiswa hingga sejumlah komika, menuntut pemerintah dan wakil rakyat untuk mematuhi putusan MK pada Selasa (20/8) lalu. Seperti diberitakan sebelumnya, MK pada Selasa mengeluarkan putusan yang menyatakan partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu dapat mendaftarkan pasangan calon kepala daerah meski tidak memiliki kursi di DPRD (Voaindonesia.com, 28/8/2024).

Berbagai lapisan masyarakat bergerak untuk melakukan aksi penolakan. Dimana tindakan ini menguatkan eksistensi dinasti dengan kekuasaan petahana sekarang. Bermcam-macam kebijakan yang dikeluarkan pemerintah nampak jelas kalau berpihak terhadap kaum elite, namun hanya dianggap sebagai ancaman demokrasi semata. Permasalahan politik selanjutnya juga sebatas memberikan celah untuk mendiskusikan demokrasi lagi. Banyaknya segala permasalahan sistem yang terjadi sekarang para politisi masih saja beranggapan bahwa ini sekedar dinamika politik. Bahkan bagian dari pemerintahan berupa lembaga legislatif (DPR) dan yudikatif melakukan melegitimasi kecurangan.

Adanya keculasan yang terjadi bukan hanya sekeluarga ataupun kelompoknya yang terus menerus untuk berkuasa. Namun, keculasan merupakan akibat dari penerapan sistem politik batil yaitu demokrasi. Dikatakan batil karena sejak lahirnya sistem demokrasi telah memberikan hukum berada ditangan manusia.
Padahal hakikatnya manusia makhluk ciptaan Allah Swt. yang pasti terbatas, lemah dan membutuhkan Sang Pencipta untuk mengatur hidupnya. Di mana seharusnya kehidupan manusia termasuk dalam kepemimpinan dan kekuasaan menggunakan aturan Allah, bukan menggunakan aturan dari manusia. Apabila memakai aturan manusia, pasti kehidupannya dalam kerusakan, kezaliman, dan kebatilan sebagaimana RUU Pilkada yang dibuat oleh DPR.

Adapun dalam demokrasi kedaulatan yang berada di tangan rakyat bukan hanya utopis, namun bertentangan dengan syariat. Karena di dalam Islam, kedaulatan ada di sisi Allah semata, Zat Pembuat hukum, bukan justru di tangan manusia. Di mana manusia memiliki pertentangan yang pola pikir dan kepentingannya berbeda-beda. Sehingga segala perkara yang ditetapkan sesuai syariat Islam bukan berasal hawa nafsu semata.

Penerapan sistem kapitalisme yang melahirkan demokrasi telah mengakibatkan kerusakan di segala bidang dan rakyat telah menjadi korban. Apabila masih ada yang memperjuangkan sistem demokrasi khususnya umat Islam dengan dalih sistem demokrasi jalan sementara untuk perjuangan Islam. Sungguh perbuatan tersebut sudah menyalahi akidah bahkan bertentangan dengan syariat Islam.
Di sisi lain, bergeraknya umat belum berasaskan pada pemahaman yang benar atas pokok permasalahan dan solusi. Oleh karena itu, bersandar pada demokrasi hakikatnya menjadi penyebab utama dari kerusakan. Sehingga dibutuhkan adanya pemahaman atas visi perubahan yang shahih pada semua kalangan dengan menerapkan syariat Islam secara kaffah.

Pada hakikatnya, Islam bukan agama ritual semata tanpa mengkaji kepemimpinan dan kekuasaan. Namun, Islam merupakan paham yang mempunyai aturan yang menyeluruh untuk mengatur kehidupan manusia. Di mana dengan syariat Islam seharusnya manusia mematuhi dan tunduk kepada aturan Sang Pencipta.

Di saat manusia telah meninggalkan agamanya sebagai sistem kehidupan, hal inilah yang menjadi penyebab berbagai kekacauan hidup. Karena secara fitrah hanya dengan menggunakan aturan Sang Khalik akan membuat hidup tenang. Selain itu, Allah memerintahkan agar manusia diatur menggunakan aturan-Nya agar kehidupan menjadi berkah.

Bermacam-macam ilusi menyatu pada demokrasi. Sudah seharusnya sekarang kaum muslim menegakkan syariat Islam. Dengan mendengungkan peringatan sistem darurat masihkah sistem demokrasi tetap dipertahankan yang tidak sesuai fitrah manusia. Untuk itu, umat membutuhkan hadirnya kelompok dakwah ideologis yang akan membina umat menuju pemahaman yang benar dan berjuang untuk menegakkan syariat Allah di muka bumi. Wallahu a’lam bisawab.

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi