Untukmu Saudaraku yang Kucintai karena Allah

Oleh. Alia
(Aktivis Dakwah Bima)

Masyarakat adalah sekolah kehidupan yang sebenarnya, penuh dengan onak dan duri perjuangan, bahkan terkadang menguras hati dan air mata. Jika aktivis dakwah saat belajar di kampus hanya menghadapi beberapa masalah seperti kendala waktu yang berbenturan dengan jadwal kursus/agenda, baik dosen atau pun pelajar. Aktivitasnya hanya seputar dakwah di dunia kampus, menggirohkan semangat juang karena dari background yang sama. Lahan dakwahnya cukup subur untuk menyemai bibit-bibit unggul yang siap berjuang untuk dikirim ke sekolah kehidupan (masyarakat).

Namun, saat para pejuang tangguh di medan kampus kembali ke masyarakat, merek akan menemukan hal yang berbeda dengan dunia sebelumnya. Dakwah di masyarakat adalah sekolah kehidupan yang sesungguhnya. Tantangan kajian dan dakwah pun datang dari berbagai penjuru, baik dari diri sendiri, teman kajian atau guru, orang tua, tempat kerja dalam hal ini atasan atau rekan kerja, anak, saudara, suami, istri, teman, sahabat, karib kerabat, masyarakat, hingga pemerintah. Hal yang sangat sulit dirasakan adalah menghadapi rongrongan orang tua yang tidak bisa menerima aktivitas dakwah anaknya yang tiada henti, bahkan dicap anak durhaka.

Aktivis dakwah dihadapkan pada dua kewajiban sekaligus. Namun, masih bingung mana yang harus di taati. Padahal, keduanya sama-sama harus dijalankan dan bagian dari perintah Allah selama tidak melanggar ketaatan kepada Allah dan melanggar hukum syara. Maka, di sinilah ikhtiar maksimal aktivis dakwah untuk gercep agar kewajiban kedua-duanya bisa tertunaikan sebagai bagian dari pada birulwalidain sang aktivis kepada orang tuanya.

Sementara orang tua yang tercekoki oleh paham kapitalis menuntut sang aktivis atau pelajarnya untuk bekerja menghasilkan uang dibanding dakwah yang tidak menghasilkan apa-apa selain hanya menghabiskan uang dan waktu. Hal yang tersulit adalah menghadapi masalah di dalam tubuh jamaah, sesama pengemban dakwah. Karena, di dalamnya banyak kepala pasti banyak pemikiran yang saling berbenturan jika tidak dikokohkan oleh masnah yang mengatur di dalamnya, maka dakwah akan berjalan tanpa arah.

Belum lagi cibiran tetangga dan masyarakat yang sering mengatakan perempuan kok sering keluyuran tidak jelas, mending diam di rumah saja. Cukup urus rumah tangga taat pada suami sudah dijamin Allah surga bagi yang sudah berkeluarga. Apatah lagi menikah dengan beda harokah pada akhirnya futur dan hengkang dari dakwah.

Perempuan cukup belajar di rumah atau di sekolah bisa lewat YouTube atau majelis taklim, tidak perlu koar-koar ke sana ke mari menghabiskan waktu, tenaga, pikiran, apalagi harta. Hingga ocehan tak pantas mendakwahkan Islam karena orang yang didakwahkan lebih tinggi tingkat pendidikan dan kedudukannya di tengah masyarakat dan komunitas hingga minimnya tsaqofah yang dimiliki aktivis dakwah menjadi alasan untuk melabeli sang aktivis dakwah dengan kata “tidak layak.”

Padahal dakwah tidak menuntut ilmumu banyak baru berdakwah, tidak menuntut harus kuliah S1, S2, S3 hingga S Teller baru boleh mendakwahkan Islam. Dakwah adalah tugas mulia, wajib diemban oleh siapa pun kaum muslim. Dakwah bisa disampaikan siapa saja selama itu dalam menyampaikan kebenaran meskipun itu keluar dari lisan seorang anak kecil.

Itulah sekolah kehidupan yang sesungguhnya bagi para aktivis dakwah di mana pun ia berada. Karena, dakwah tidak boleh memilih tempat dan objek yang didakwahi, tapi di mana saja aktivis dakwah berada, maka di situlah tempatnya berdakwah untuk menyampaikan kebenaran melanjutkan risalah Nabi. Kajian rutin hanyalah bagian dari perbendaharaan tsaqofah untuk diri sang aktivis dan pelajar sendiri sebagai bekal untuk mengarungi sekolah kehidupan yang sesungguhnya yang masih berstatus sebagai pembelajar yang sedang belajar menyiapkan bekal, karena belajar seumur hidup. Para pembelajar memang diuji dengan berbagai macam ujian agar bisa naik kelas dan layak untuk mendapatkan predikat pengemban dakwah tangguh penjaga Islam terpercaya.

Yang kelak akan mampu mengemban dakwah disemua Medan kehidupan tanpa mundur sejengkal pun.

Yang kelak akan membina para kader-kader dakwah untuk mempersiapkan calon-calon pejuang tangguh seperti pada generasi sahabat sebelumnya.

Ketahuilah para aktivis dakwah, kalian adalah pembelajar pada sekolah kehidupan. Kalian belum benar-benar terjun di sekolah kehidupan yang sesungguhnya jika pemikiran Islammu belum dibenturkan dengan pemikiran yang merusak sehingga melahirkan gejolak dan proses berpikir di tengah-tengah kehidupan. Kalian belum benar-benar berada di medan perang kehidupan sesungguhnya jika dakwah yang dilakukan masih adem ayem tanpa diwarnai berbagai macam ujian. Engkau masih di tempat dengan zona nyaman. Naiklah lebih setingkat demi setingkat dan perlahan. Benarlah firman Allah Swt. bahwa:

“Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan, “Kami telah beriman,” sedang mereka tidak diuji.” (QS Al-‘Ankabuut: 2)

Masihkah mengeluh, “Ujianku sungguh berat penuh masalah kenapa tidak ada yang mengerti?” Padahal, engkau sedang di uji memang di titik-titik terlemah mu. Dengan ujian itu, apakah kita mau bersabar dan bersyukur terhadap apa pun yang menimpa kebaikan atau keburukan dengan tetap berhusnudzon kepada Allah atau kita justru kufur kepada Allah. Ingatlah ujian adalah tanda sayang Allah, Katakanlah, “Wahai Allah, Engkau Yang Maha Besar, dan masalahku tidak ada apa-apanya.”

Masihkah mengeluh bahwa saya adalah orang yang paling menderita, sementara di luar sana baik-baik saja tanpa ada beban? Sementara banyak saudara kita bahkan menyembunyikan kepedihan hidupnya karena takut mengeluh dan tidak ingin terlihat lemah kemudian Allah mencelanya dengan sifat keluh kesah meskipun itu manusiawi?

Masihkah mengeluh bahwa saya begitu banyak kesibukan sementara yang lain tidak sibuk sehingga leluasa berdakwah kesana kemari? Dakwah pun hanya disisa-sisa waktu, bahkan lalai hadir di kajian karena kesibukan dunia yang tidak bisa di bawa mati? Padahal mereka jauh lebih sibuk. Namun, mereka mampu mengatur waktunya dengan baik. Padahal kita diberikan hak waktu yang sama 24 jam sehari. Katamu dakwah adalah poros hidup, dakwah adalah cinta …?

Hmmmm ….

Marilah jangan mengeluh, kenapa si Fulanah begini dan kenapa si Fulanah begitu. Dakwah di sini beda dengan dakwah di sana. Kenapa aturannya di sini begini kenapa aturannya di sana begitu? Apa yang berbeda, sementara lahir dari rahim yang sama?

Ketahuilah, tugas kita hanya sami’na wato’na selama itu tidak melanggar ketentuan hukum syara. Jika masing-masing orang mempertahankan pendapatnya, maka dakwah tidak akan pernah jalan. Karena, hanya sibuk mengurusi hal tehnik, sementara urusan umat terbengkalai dan menjadi dosa bagi semua pengemban dakwah yang ada di dalamnya.

Jika sang guru membebani sang pelajar dengan amanah ini itu, lebih karena ia sangat mencintaimu dan ingin melatih serta mengajarkan bagaimana cara berjuang. Bagaimana menaklukkan nedan dakwah yang sulit meskipun dengan tim yang tidak sesuai keinginan. Kemudian sang guru bertanya ini itu, kok kepo banget sampai urusan k emana-mana ditanya padahal bukan pelanggaran hukum syara.

Ingatlah, sesungguhnya sang guru jauh lebih dari itu dihisab untuk mempertanggungjawabkan amanah yang dibebankan kepadanya. Lantas bagaimana jika Allah hisab di akhirat kelak jika ia tidak tunaikan? Yang dosanya bukan saja ia tanggung sendiri, tetapi yang lain juga ikut merasakan?

Tahukah, saat pelajar tidak merespon chat gurunya. Sang guru sangat merasa khawatir apakah pelajarnya sakit atau sedang ada masalah yang membutuhkan solusi?

Tahukah bahwa setiap hari ia memikirkan dan mendoakanmu agar baik-baik saja. Memikirkan bagaimana cara menyenangkanmu agar engkau tetap hadir di majelis ilmu. Jika ada kendala, maka ia akan mencarikan solusi agar saling meringankan urusan ngaji dan dakwah agar bisa tertunaikan?

Marilah kita luruskan niat dengan mengikhlaskan hati untuk belajar dan mengajar, membina dan membersemai dengan sepenuh hati hanya untuk mengharapkan ridho dari Allah semata. Bersabar atas setiap keputusan dan kebijakan di atas. Meskipun tidak sesuai dengan yang diinginkan, tidak sesuai dengan yang kita harapkan. Tidak ego dengan pendapat masing-masing.

Kepada siapa lagi dakwah ini akan diamanahkan selain kepada orang yang benar-benar Allah pilih untuk mengembannya. Mari kita memantaskan diri untuk menjadi bagian dari pengembang dakwah tangguh pilihan itu. Karena, yang mengembannya tidak semua orang mampu untuk mengembannya…

Mpuri, 9 Januari 2022
Dari Sang Fakir Ilmu

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi