Umat ini adalah umat yang dimuliakan dengan Islam (QS al-Maidah [3]: 5). Umat ini dijanjikan memimpin muka bumi untuk menegakkan Diin yang Allah ridhai (QS an-Nur [24]: 55). Umat ini disifati sebagai umat terbaik (QS Ali ’Imran [3]: 110) serta tak layak terhina (QS Ali ’Imran [3]: 139). Itu semua akan diraih tatkala umat beriman dengan akidah Islam dan beramal dengan syariah Islam. Predikat-predikat unggul inilah yang seharusnya mengantarkan umat yang besar ini memimpin dunia, menghantarkan petunjuk dan rahmat Islam ke seluruh penjuru alam semesta, sekaligus mencegah kejahatan kaum durjana.
Tidaklah Allah SWT menurunkan nushrah-Nya kepada suatu umat untuk menegakkan kekuasaan Islam, al-Khilafah, melainkan sifat keimanan dan amal shalih melekat pada mereka. Mereka berkeyakinan dengan akidah Islam dan beramal dengan syariah Islam. Allah SWT berfirman:
وَعَدَ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ مِنكُمۡ وَعَمِلُواْ ٱلصَّٰلِحَٰتِ لَيَسۡتَخۡلِفَنَّهُمۡ فِي ٱلۡأَرۡضِ ٥٥
Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal shalih bahwa Dia sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di muka bumi… (QS an-Nur [24]: 55).
Al-Imam Fakhruddin ar-Razi (w. 606 H) dalam At-Tafsîr al-Kabîr (XXIV/412) menyifati:
أَيِ الَّذِينَ جَمَعُوا بَيْنَ الْإِيماَنِ وَالْعَمَلِ الصَّالِحِ
Itulah mereka yang menyatukan antara keimanan dan amal shalih.
Menafsirkan frasa wa ’amilû al-shâlihât, Al-Hafizh Ibn Jarir ath-Thabari (w. 310 H) menjelaskan, yakni orang-orang yang menaati Allah dan Rasul-Nya, dalam hal-hal yang Allah dan Rasul-Nya perintahkan dan larang.1 Hal ini menegaskan mereka yang beramal shalih, yakni mereka yang menegakkan syariah Islam. Sebabnya, kata ash-shâlihât dalam ayat ini diungkapkan dengan alif lâm ta’rîf yang bermakna khusus atau spesifik, yakni syariah Islam, bukan sembarang syariah; yang juga dilandasi oleh keimanan, yakni akidah Islam. Merekalah golongan yang Allah sifati sebagai golongan yang mengimani Rasulullah saw., memberikan pertolongan terhadap dakwahnya dan meniti jalan Islam:
فَٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ بِهِۦ وَعَزَّرُوهُ وَنَصَرُوهُ وَٱتَّبَعُواْ ٱلنُّورَ ٱلَّذِيٓ أُنزِلَ مَعَهُۥٓ أُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡمُفۡلِحُونَ ١٥٧
Orang-orang yang beriman kepada dia (Muhammad saw.), memuliakan dia, menolong dia dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepada dirinya (al-Quran), mereka itulah kaum yang beruntung (QS al-A’raf [7]: 157).
Mereka adalah golongan yang berdakwah, menyampaikan hidayah Islam kepada umat manusia dan menegakkan keadilan Islam di tengah-tengah mereka:
وَمِمَّنۡ خَلَقۡنَآ أُمَّةٞ يَهۡدُونَ بِٱلۡحَقِّ وَبِهِۦ يَعۡدِلُونَ ١٨١
Di antara orang-orang yang Kami ciptakan ada umat yang memberikan petunjuk dengan haq dan dengan yang haq itu (pula) mereka menjalankan keadilan (QS al-A’raf [7]: 181).
Bercermin dari Generasi Pemenang
Bercermin dari kisah teladan yang terukir dalam sejarah besar umat Islam, maka akan didapati cerita dari masa ke masa yang tak pernah lengang dari teladan. Tinta-tinta emas sejarah tak pernah kering dari kisah sejuta kebaikan. Rasulullah saw. dan para Sahabatnya adalah generasi terunggul umat ini. Keunggulannya disaksikan sejarah umat manusia. Bahkan Allah menggambarkan keadaan mereka:
وَكَأَيِّن مِّن نَّبِيّٖ قَٰتَلَ مَعَهُۥ رِبِّيُّونَ كَثِيرٞ فَمَا وَهَنُواْ لِمَآ أَصَابَهُمۡ فِي سَبِيلِ ٱللَّهِ وَمَا ضَعُفُواْ وَمَا ٱسۡتَكَانُواْۗ وَٱللَّهُ يُحِبُّ ٱلصَّٰبِرِينَ ١٤٦
Berapa banyak nabi yang berperang bersama-sama mereka sejumlah besar dari pengikutnya yang bertakwa. Mereka tidak menjadi lemah karena bencana yang menimpa mereka di jalan Allah, tidak lesu dan tidak (pula) menyerah (kepada musuh). Allah menyukai orang-orang yang sabar (QS Ali ‘Imran [3]: 146).
Tak sedikit seorang Sahabat didikan Rasulullah saw. bisa dinilai setara dengan seribu orang. Baik dari segi kualitas keimanan, keberanian, keikhlasan maupun ketepatan cara berpikirnya layak untuk diteladani. Al-Imam al-Alusi (w. 1270 H) dalam Rûh al-Ma’âni (I/92) bertutur:
إِنْ لَمْ تَكُوْنُوْا مِنْهُمْ فَتَشَبَّهُوْا * إِنَّ التَّشَبُّهِ بِالكِرَامِ فَلاَحٌ
Meskipun kalian belum seperti mereka, serupailah mereka/Sungguh menyerupai orang-orang mulia itu adalah keberuntungan.
Tercatat dalam sejarah penaklukkan Mesir dari penjajahan Romawi, Khalifah ‘Umar bin al-Khaththab r.a. menulis surat untuk ‘Amr bin al-‘Ash ra.:
أما بعدُ : فَقَدْ عَجَبْتُ لإِبْطَائِكُمْ عَنْ فَتْحِ مِصْرَ، إِنَّكُمْ تُقَاتِلُونهم مُنْذُ سِنِيْنَ، وَمَا ذَاكَ إِلا لِمَا أَحْدَثْتُمْ وَأَحْبَبْتُمُ مِنَ الدُّنْيَا مَا أَحَبَّ عَدُوُّكُمْ، وَإِنَّ الله تَبَارَكَ وَتَعَالَى لا يَنْصُرُ إِلا بِصِدْقٍ نِيَّاتِهِمْ
Ammâ Ba’d: Aku heran atas keterlambatan kalian dalam menaklukkan Mesir. Sungguh kalian telah memerangi Mesir bertahun-tahun lamanya. Tidaklah hal yang demikian terjadi melainkan karena apa yang telah kalian perbuat dan kecintaan kalian pada dunia, sama seperti kecintaan musuh kalian. Sungguh Allah SWT tidak akan memberikan pertolongan-Nya melainkan dengan sebab lurusnya niat mereka.
Khalifah ‘Umar bin al-Khaththab r.a., mengirimkan 4 orang Sahabat. Mereka adalah: Al-Zubair bin al-‘Awwam, Al-Miqdad bin al-Aswad, ‘Ubadah bin al-Shamit, Maslamah bin Mukhallad—radhiyalLâhu ‘anhum. Mereka dinilai oleh Khalifah setara dengan 4000 orang. Mereka dikirim untuk membantu ’Amr bin al-’Ash ra. Dalam menaklukkan Mesir yang telah berlangsung bertahun-tahun lamanya. Dalam Kanz al-‘Ummal (V/706) dan lainnya dikisahkan, Khalifah ‘Umar bin al-Khaththab ra. pun bertutur dalam suratnya:
إِنِّيْ قَدْ أَمْدَدْتُكَ بِأَرْبَعَةٍ آلاَفِ رَجُلٍ، عَلَى كُلِّ أَلْفِ رَجُلٍ مِنْهُمْ مَقَامِ اْلأَلْفِ
Sungguh aku telah mengirimkan bantuan kepada kamu (‘Amr bin al-‘Ash r.a.) sebanyak empat ribu orang. Untuk seribu orang diwakili satu orang. Satu orang di antara mereka setara dengan seribu orang.
Ketika datang surat tersebut, ‘Amr mengumpulkan orang-orang, lalu membacakan surat tersebut kepada mereka, kemudian memanggil keempat Sahabat yang dikirim tersebut untuk maju berdiri di depan orang-orang. Selanjutnya ia memerintahkan mereka untuk bersuci, shalat dua rakaat, lalu berdoa bersama meminta pertolongan Allah. Akhirnya, mereka—bi idznilLâh wa bi nashrihi—berhasil merangkul Mesir ke dalam pangkuan Islam.
Apa syarat meraih pertolongan-Nya? Berjuang dengan lurusnya keimanan dan benarnya amal perbuatan, dengan kata lain dengan kelurusan fikrah dan tharîqah.
Menariknya, generasi seperti ini tak akan pernah sirna dan akan senantiasa ada hingga Allah SWT menutup masa umat ini dengan akhir kejayaannya, Rasulullah saw. bersabda:
ولا تَزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ أُمَّتِي ظَاهِرِينَ عَلَى الْحَقِّ لَا يَضُرُّهُمْ مَنْ خَذَلَهُمْ حَتَّى يَأْْتِيَ أَمْرُ اللهِ وَهُمْ كَذَلِكَ
Akan senantiasa ada sekelompok dari umatku, yang tegak di atas kebenaran. Tidak membahayakan mereka siapapun yang mencela mereka, atau menyelisihi mereka, hingga tiba keputusan Allah dan ereka senantiasa dalam keadaan demikian (HR al-Bukhari dan Muslim).
Mereka adalah golongan yang senantiasa bertawakal kepada Allah SWT. Tatkala Allah memberikan pertolongan kepada mereka, tak ada satu makhluk-Nya pun mampu menghadang dan mengalahkan mereka:
إِن يَنصُرۡكُمُ ٱللَّهُ فَلَا غَالِبَ لَكُمۡۖ وَإِن يَخۡذُلۡكُمۡ فَمَن ذَا ٱلَّذِي يَنصُرُكُم مِّنۢ بَعۡدِهِۦۗ وَعَلَى ٱللَّهِ فَلۡيَتَوَكَّلِ ٱلۡمُؤۡمِنُونَ ١٦٠
Jika Allah menolong kalian, tak ada akan orang yang dapat mengalahkan kalian. Jika Allah membiarkan kalian (tidak memberi kalian pertolongan), siapakah gerangan yang dapat menolong kalian (selain) dari Allah sesudah itu? Karena itu hendaklah kepada Allah saja kaum Mukmin bertawakal (QS Ali Imran [3]: 160).
Sudahkah kita memantaskan diri menjadi generasi pemenang, penjemput nashrulLâh yang setara dengan seribu orang? AlLâh al-Musta’ân. [Irfan Abu Naveed]
Catatan Kaki:
1 Muhammad bin Jarîr Abu Ja’far al-Thabari, Jâmi’ al-Bayân fî Ta’wîl al-Qur’ân, juz XIX, hlm. 208.