Kewajiban Menafkahi Kerabat


Oleh: Ustaz M. Taufiq NT

Menafkahi para kerabat (orang tua, saudara dan lainnya) menjadi wajib jika terpenuhi syarat-syaratnya, di antaranya:

Pertama, jika kerabat tersebut dalam keadaan fakir atau miskin sehingga tidak mampu menafkahi diri mereka sendiri, dan tidak ada orang lain yang menafkahi mereka. Tetapi jika mereka mampu, atau ada orang lain yang menafkahi mereka dengan cukup, maka gugurlah kewajiban ini.

Kedua, jika anak atau orang tersebut mempunyai kelebihan setelah menafkahi diri dan tanggungan terdekatnya, Rasulullah bersabda;

ابْدأْ بِنَفْسِكَ فَتَصَدَّقْ عَلَيْهَا فَإِنْ فَضَلَ شَيْءٌ فَلِأَهْلِكَ فَإِنْ فَضَلَ عَنْ أَهْلِكَ شَيْءٌ فَلِذِي قَرَابَتِكَ

‘’Mulailah menafkahi dirimu sendiri, jika tersisa, maka untuk anggota keluargamu, jika tersisa, maka untuk kerabat dekatmu.’’ (HR. Muslim)

Adapun kadar besaran nafkah kepada kerabat adalah sama dengan kadar besaran nafkah kepada istri yaitu mencukupi kebutuhan mereka dengan cara yang patut sesuai kemampuan. (al-Fiqhul Muyassar, 3/221)

Lalu bagaimana nasib kerabat tersebut jika dia perlu ada yang menanggung nafkahnya, namun semua kerabat yang lainnya tidak memenuhi syarat yang kedua?

Jawabannya adalah negara, kepala negaralah yang kelak akan dimintai pertanggungjawaban ketika ada rakyat yang kelaparan. Namun selain negara, tetangga orang tersebut juga akan dimintai tanggungjawab jika dia tahu tetangganya kelaparan namun dia tidak mengusahakan untuk membantunya, baik secara langsung dengan memberikan bantuan, atau memberitahu negara agar negara membantunya.

Rasulullah ﷺ bersabda:

وَأَيُّمَا أَهْلُ عَرْصَةٍ أَصْبَحَ فِيهِمْ امْرُؤٌ جَائِعٌ فَقَدْ بَرِئَتْ مِنْهُمْ ذِمَّةُ اللهِ تَعَالَى

Penduduk negeri manapun yang berada di pagi hari, sementara di tengah-tengah mereka ada orang yang kelaparan maka jaminan Allah telah lepas dari mereka. (HR Ahmad, al-Hakim dan Abu Ya’la)[1]

مَا آمَنَ بِي مَنْ بَاتَ شَبْعَانَ وَجَارُهُ جَائِعٌ إِلَى جَنْبِهِ وَهُوَ يَعْلَمُ بِهِ

Tidaklah beriman kepadaku orang yang bermalam dalam kondisi kenyang, sedangkan tetangga sebelahnya lapar dan dia mengetahui (HR. Thabrani dan Al Bazzar dari Anas dg sanad shahih).

Imam Abu Yusuf (w. 182 H), dalam kitabnya, Al-Kharaj, menceritakan bahwa khalifah Umar bin Abdul Aziz, sebagaimana diceritakan oleh istrinya, biasa bekerja untuk melayani kebutuhan-kebutuhan rakyat sepanjang hari, bahkan kadang sampai malam. Suatu sore, ketika urusan sudah selesai, ia meminta lampu yang ia beli dari hartanya sendiri, tidak dengan fasilitas negara.

Kemudian dia salat dua rakaat. Setelah itu dia duduk merenung sambil berlinang airmata hingga terbit fajar. Paginya dia puasa. Istrinya bertanya:

“Hai, Amirul Mukminin, ada apa gerangan, aku tidak mendapati engkau seperti malam tadi?” Dia menjawab:

أَجَلْ، إِنِّي قَدْ وَجَدْتُنِي وُلِّيتُ أَمْرَ هَذِهِ الأُمَّةِ أَسْوَدِهَا وَأَحْمَرِهَا فَذَكَرْتُ الْغَرِيبَ الْقَانِعَ الضَّائِعَ، وَالْفَقِيرَ الْمُحْتَاجَ، وَالأَسِيرَ الْمَقْهُورَ وَأَشْبَاهَهُمْ فِي أَطْرَافِ الأَرْضِ؛ فَعَلِمْتُ أَن الله تَعَالَى ساءلني عَنْهُمْ، وَأَنَّ مُحَمَّدًا صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَجِيجِي فِيهِمْ؛ فَخِفْتُ أَنْ لَا يَثْبُتَ لِي عِنْدَ اللَّهِ عُذْرٌ، وَلا يَقُومُ لِي مَعَ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حُجَّةً، فَخِفْتُ عَلَى نَفْسِي

“Ya, sesungguhnya aku mendapati diriku diserahi urusan umat ini, baik yang berkulit hitam maupun yang merah. Aku mengingat orang yang terasing, yang miskin, yang kehilangan, yang faqir yang membutuhkan, tawanan yang tertindas, dan lain sebagainya di berbagai pelosok bumi ini. Dan aku tahu bahwa Allah Swt. pasti akan menanyaiku tentang mereka dan Muhammad ﷺ niscaya akan membantahku dalam masalah mereka (jika aku mungkir). Aku takut Allah tidak menerima alasanku, dan aku tidak punya hujjah bersama Rasulullah ﷺ, aku takut (akan nasib) diriku” [2]

Jika tahu akan beratnya tanggung jawab ini, padahal ini hanya sebagian diantara tanggung jawab yang lain, sungguh lucu jika seseorang begitu berambisi menjadi penguasa, lalu menghalalkan segala cara!

Wallahu a’lam.
_______

[1] Sanad hadits ini diperselisihkan, menurut tahqiq Syu’aib Arna’ut sanadnya lemah karena Abu Bisyr majhûl, Al Hafidl Ibn Hajar dalam al-Qawl al-Musaddad(hal.22, maktabah syamilah) mengomentari riwayat di atas, “Abu Bisyr di sini ia adalah Ja’far bin Abi Wahsyiyah, termasuk rijâl asy-syaykhayn (perowi Bukhory Muslim)”.

[2] Imam Abu Yusuf (w. 182 H), Al-Kharaj, hal 26

===
Sumber: https://mtaufiknt.wordpress.com/2018/09/13/kewajiban-menafkahi-kerabat/

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi