Keluarga Asmara: Pencetak Generasi Pemimpin Peradaban Mulia

Oleh. Afiyah Rasyad

Ya Salam, mendengar kata bonus tentu sangat membuat hati bercheerleader ria. Kata bonus biasanya membuat siapa pun antusias, terutama para emak yang sedang berbelanja. Bisa kalap jika ada bonusnya. Namun, ada satu bonus yang tidak begitu diperhatikan kaum hawa, bonus demografi. Boro-boro berpikir jumlah generasi yang banyak, berpikir untuk mengelola cash ini saja suka kelimpungan. Apalagi lebih besar apsak daripada tiang.

Bonus demografi sudah berjalan dan kabarnya akan mencapai puncak di tahun 2030. Bonus demografi sejatinya sangatlah memberi peluang emas lahirnya sebuah peradaban baru yang bersifat Ilahiah. Namun sayangnya, bonus demografi ini justru menjadi sebuah bom waktu bagi suatu bangsa dan dunia. Generasi saat ini adalah para calon pemimpin masa depan. Apabila bonus inj ditelantarkan, bukan semata hangus, tetapi kerusakan demi kerusakan akan semaki bermunculan.

Sudah menjadi berita umum bahwa Indonesia segera memasuki puncak bonus demografi pada tahun 2030 mendatang. Di masa itu, jumlah penduduk berusia produktif akan lebih banyak dibandingkan penduduk nonproduktif. Per tahun 2020 saja, berdasarkan data BPS, jumlah penduduk usia produktif atau angkatan kerja sebanyak 140 juta jiwa dari total 270,20 juta jiwa penduduk indonesia. Apalagi pada tahun 2030, jumlah tersebut diperkirakan akan meningkat pesat.

Pemerintah telah melakukan ragam upaya untuk menyongsong bonus demografi. Tujuannya untuk mewujudkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas dan berdaya saing, yaitu manusia yang sehat dan cerdas, adaptif, inovatif, terampil, dan berkarakter. Namun demikian, menurut Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy, kondisi pasca dari bonus demografi juga harus diperhatikan mulai dari sekarang. Sebab, setelah era bonus demografi selesai, penduduk usia produktif yang semula mendominasi otomatis akan bergeser menjadi penduduk usia tua (kemenkopmk.go.id, 2/8/2022).

Apa yang diupayakan pemerintah bukanlah hal yang negatif. Hal itu seharusnya terus dikembangkan, disosialisasikan secara merata ke seluruh keluarga. Namun faktanya, tidaklah tiap keluarga tahu arah upaya pemerintah. Belum lagi, potret milenial saat ini sangat jauh dari karakter pemikir yang inovatif dan produktif. Generasi saat ini lebih cenderung membebek pada gaya hidup Barat, semisal free sex yang sudah menjamur, fashion yang menantang aturan pakaian syar’i, dan sederet gaya hidup lainnya.

Peramasalahan generasi yang ada saat ini tentu bukan tanpa sebab. Setiap pihak, terutama pemerintah jangan sampai keliru mengupayakan satu hal tanpa melihat situasi dan kondisi beserta akar masalahnya. Selain pemerintah, setiap keluarga jangan sampai cuek dengan adanya bonus demografi. Keluarga asmara tentu akan menangkap peluang itu dengan tepat dan cerdas untuk membentuk generasi calon pemimpin peradaban mulia.

Faktor yang Menjadikan Generasi Muslim Latah dan Ikut-Ikutan

Potret buram generasi saat ini bukan semata karena kurang perhatian orang tua di rumah. Namun, faktor sebuah peraturan yang diterapkan oleh institusi negara lebih dominan. Ideologi apa yang diemban oleh suatu negara, maka rakyat, termasuk para generasi akan tumbuh dan berkembang sesuai dengan ideologi tersebut. Rusaknya generasi bukan semata keluarga yang tak lagi ada empati, tetapi peran negara dalam edukasi dan sosialisasi masih minim sekali.

Tak dimungkiri, arah kebijakan negara memberikan atmosfer paling besar dalam interaksi suatu bangsa bahkan interaksi dan komunikasi rakyat dalam semua lini kehidupan. Sementara negara dewasa ini mengadopsi sistem kapitalisme yang berasaskan sekularisme, yakni memisahkan agama dari kehidupan dunia. Walhasil, asas sekularisme ini menjangkiti siapa pun, termasuk keluarga muslim.

Keluarga muslim banyak meninggalkan dan menanggalkan ajaran Islam dalam kehidupan berkeluarga, termasuk mendidik dan mengasuh anak-anaknya. Sebagian besar keluarga muslim mencukupkan pendidikan generasi hanya di sekolah saja. Sementara sekolah pun memiliki kurikulum yang terus-terusan berganti dan tak mendatangkan solusi atas problem generasi. Penerapan ideologi kapitalisme inilah yang menjadi sebab utama latahnya generasi muslim. Sementara faktor-faktor lainnya yang membuat generasi muslim latah dan ikut-ikutan antara lain:

1. Serangan pemikiran
Keluarga muslim di negara berkembang memang dibidik dengan adanya serangan pemikiran. Adanya gaya hidup 4F (food, fun, fashion, film) dan 6S (sex, sport, song) yang merebak di tengah kehidupan, menjadikan siapa pun, terlebib generasi larut dengan kegemaran ini. Kiblat dari kegemaran gaya hidup ini adalah Barat. Melekatnya kegiatan generasi dengan 4F dan 3S, mengindikasikan keberhasilan Barat mencangkokkan pemikiran hura-hura.

Berpikir akan masa depan dikerdilkan. Berpikir tentang hakikat kehidupan dibonsai. Pemikiran generasi sepenuhnya tersita pada kegemaramnya tanpa peduli halal haram. Apalagi liberalisme dengan bill human of right sangat gencar didengungkan. Empat freedom sering dijadikan dalih untuk melakukan apa pun.

Kebebasan berbicara, kebebasan berperilaku, kebebasan beragama, dan kebebasan kepemilikan seolah-olah menjadi tameng yang ok bagi kaum muslim. Padahal sejatinya, empat freedom tersebut dijadikan alat mengegerus pemikiran kaum muslim dan menjauhkan mereka dari ajaran Islam itu sendiri. Sungguh, Barat berhasil mencangkokkan pemikiran dan gaya hidupnya pada benak generasi muslim.

2. Lemahnya visi misi keluarga
Keluarga merupakan tempat ternyaman dan teraman bagi anggotanya, terutama para anak-anak yang tumbuh kembang di dalamnya. Namun, keluarga saat ini tampak tak berjalan sebagaimana mestinya. Fungsi bapak dan ibu tak lagi tegak untuk mencari rida Allah semata. Sekularisme merusak visi dan misi keluaraga muslim. Peran ibu yang utama, yakni ummun warabbatul bayt bukanlah suatu yang keren lagi. Banyak muslimah yang berbondong-bondong berkiprah di luar rumah tanpa memperhatikan role dari syariat Islam. Sementara para ayah terlalu sibuk mencari materi. Apalagi lapangan kerja bagi para ayah tak sememadai bagi para ibu.

Sebuah kebahagiaan dalam keluarga yang kehilangan visi dan misinya hanyalah pada banyaknya materi alias kekayaan. Mereka menganggap dengan banyaknya harta akan bisa membuat bahagia dan tenang. Padahal, pandangan kapitalistik dengan asas manfaat itu justru merusak fungsi keluarga. Banyak anak yang terabaikan saat kedua orang tua sama-sama sibuk berburu kekayaan. Nahasnya, jika itu keluarga miskin yang tanpa iman alias sekuler, anak akan semakin terbaikan dan malah tereksploitasi sejak kecil.

Saat visi dan misi yang seutuhnya keluarga lemah bahkan hilang, maka generasi akan menjadi korban kekacauan fungsi keluarga itu sendiri. Mereka akan tumbuh tanpa arahan yang benar. Generasi hanya akan menyaksikan nihilnya keteladanan dari orang tua. Mereka juga tak akan merasakan kasih sayang orang tua. Mereka akan kehilangan momen bahagia bersama ibu dan ayah di masa kecil hingga balignya.

Dua faktor ini merupakan turunan dari akar masalah yang menimpa keluarga muslim. Adanya serangan pemikiran dari Barat dan landasan akidah keluarga muslim yang lemah semakin memperlebar permasalahan generasi yang serba permisif. Alih-alih bonus demografi akan melahirkan generasi pemimpin yang berkarakter, kenyataannya justru generasi diselimuti permasalahan multidimensi. Sikap latah dan ikut-ikutan semakin mendominasi.

Dampak Negatif saat Keluarga Muslim Tak Mendidik Generasi Calon Pemimpin Peradaban Mulia

Keluarga muslim seharusnya memahami konsep dan fungsi keluarga itu sendiri. Sebab, pendidikan pertama dan utama generasi berasal dari institusi keluarga. Tempat teraman dan ternyaman bagi tumbuh kembang generasi juga ada dalam keluarga. Jika anak-anak sebagai generasi terabaikan tumbuh kembangnya, maka bonus demografi bukan tidak mungkin justru menjadi malapetaka bagi suatu bangsa. Apabila keluarga muslim tidak mendidik dan mengasuh anak-anaknya di dalam rumah dengan sebaik-baik pendidikan dan pengasuhan, maka akan memberikan beberapa dampak negatif bagi generasi, yaitu:

1. Generasi tak akan memahami hakikat hidupnya

Saat generasi cemderung dibiarkan dan diabaikam tumbuh mengikuti perputaran waktu, maka generasi akan jauh dari hakikat hidupnya. Siapa dia, untuk apa hidup di dunia, dan akan ke mana setelah mati tak terpikirkan sama sekali. Jika sudah begitu, dia akan melakukan apa pun suka-suka tanpa perlu memikirkan tanggung jawabnya kelak di keabadian.

2. Generasi semakin enggan berpikir

Kebangkitan seseorang itu ditentukan dari cara berpikirnya. Para pemimpin sejatinya adalah pemikir. Namun, saat generasi tak dididik dan diasuh dengan benar oleh keluarga, maka karakter pemimpin yang pemikir akan jauh dari kenyataan. Saat ini saja, banyak dijumpai generasi yang maniak zina, khamr, narkoba, game online, konser, drama korea, dan lainnya tanpa berpikir panjang. Jangankan berpikir halal haram, faedahnya saja tak dipikirkan asal gue senang.

3. Generasi akan kehilangan jatidiri

Banyak ulah gemerasi zaman now yang menunjukkan betapa mereka mencari jatidiri. Eksistensi mereka di jagat maya marak diwarnai dengan aksi-aksi yang sesungguhnya butuh pengakuan. Bukan aksi seperti eksperimen sebuah ilmu, dakwah, dan kreativitas, tetapi lebih kepada aksi ikut-ikutan dan latah tingkat langit pada idola semu mereka. Ketika keluarga muslim tak mendidik dan mengasuh anak-anak dengan benar, mereka akan salah dalam mengidolakan seseoarang. Sehingga jatidiri muslim mereka akan larut dalam sebuah penampakan yang salah.

4. Loss generation
Meski dikata negeri ini akan memasuki bonus demografi, tetapi jika keluarga muslim abai dengan pendidikan generasi, maka kekosongam generasi bisa saja terjadi. Banyaknya jumlah generasi muda yang tidak dididik dengan akidah yang benar, akan menyebabkan kemunduran generasi itu sendiri. Kalau pun akan jadi pemimpin, mereka hanya akan menjadi pemimpin yang mirip wayang. Loss generation tak dapat dihindari apabila keluarga muslim mengabaikan dan meniadakan pendidikan yang tepat bagi generasi.

Maka dari itu, agar bonus demografi menjadi kunci perubahan peradaban, hendaknya keluarga muslim meninggalkan dan menanggalkan sumber kerusakan, yakni ideologi kapitalisme. Sudah saatnya keluarga muslim kembali pada atmosfer dan kehidupan Islam seutuhnya agar mampu mendidik dan mengasuh generasi dengan semestinya.

Strategi Keluarga Asmara dalam Menyiapkan dan Mencetak Generasi Pemimpin Peradaban Mulia

“Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu.” (QS Al-Ahzab: 21)

Tidak ada jalan lain, sosok pemimpin ideal masa depan adalah seseorang yang mengikuti Rasulullah saw. Selain sebagai bukti cinta kepada Allah Ta’ala, juga merupakan perintah di dalam Islam bahwa pemimpin masa depan hanya menerapkan syariat Islam di seluruh lini kehidupan.

“Jika kamu benar-benar mencintai Allah, ikutilah aku (Muhammad), niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS Ali Imran: 31)

Islam mengatur mulai bangun tidur sampai bangun negara. Islam pun memberi petunjuk tentang dua dimensi ibadah, ibadah mahdhah yakni hubungan hamba dengan Rabbnya dan ibadah ghairu mahdhah yang mencakup hubungan hamba dengan dirinya sendiri plus hubungan hamba dengan orang lain. Islam sebagai ideologi telah mengatur segala aspek kehidupan.

Kepemimpinan berbasis Islam, akidah, dan aturan kehidupan inilah yang harus dipahami oleh generasi muslim sebagai calon pemimpin masa depan, calon pemimpin peradaban mulia. Inilah tugas keluarga asmara, menyiapkan dan mencetak generasi calon pemimpin peradaban mulia. Adapun langkah yang bisa dilakukan antara lain:

1. Mendidik dan mengasuh generasi dengan akidah Islam

Tidak perlu diragukan, rumah adalah sebuah permulaan generasi memperoleh kasih sayang, perhatian, ketulusan, keteladan, dan berbagai pelajaran kehidupan. Saat anak lahir ke dunia, orang tua akan memyambut dengan penuh sukacita dan bahagia. Keberadaan anak bukan keinginannya dilahirkan, tapi orang tualah yang mengharapkan kehdirannya. Maka, amanah anak menjadi tanggung jawab keluarga untuk dididik dan diasuh dengan asas akidah Islam.

Keluarga asmara tentu menjadikan akidah Islam sebagai landasan hidupnya, termasuk dalam mendidik dan memgasuh generasinya. Bahkan hingga anak balig dan dewasa, orang tua akan senantiasa menjadi mandor akidah Islam anak agar tidak kendor. Penanaman pemahaman akidah dan syariat Islam kaffah harus dilakukan oleh keluarga asmara. Ketika anak memiliki akidah yang kokoh, mereka akan menjadi generasi muslim seutuhnya. Sebab, mereka akan memahami hakikat hidup dan konsekuensi keimanan dalam amal perbuatan yang kelak akan dipertanggungjawabkan.

2. Membentuk kepribadian Islam sejak dini

Syakhsiyah atau kepribadian Islam merupakan jatidiri tiap muslim. Keluarga asmara tentu akan memperhatikan betul tumbuh kembang aqliyah (pola pikir) dan nafsiyah (pola sikap) anak, selain kebutuhan jasadiahnya. Keluarga asmara akan membentuk kepribadian anak sejak dini dengan memberikan informasi yang benar dan memberikan keteladanan dalam rumah tangga. Ayah ataupun ibu seyogiayanya berkepribadian Islam juga. Saat anak sudah berkepribadian Islam, maka mereka akan menjadi generasi yang akan sadar atas hubungannya dengan Allah ketika melakukan perbuatan apa pun.

3. Membina generasi dengan tsaqofah Islam
Sebagaimana dulu Rasulullah membina sahabat di rumah Arqam bin Abi Arqam, keluarga asmara patut membuat pembinaan di dalam rumah untuk anak-anak dengan tsaqafah Islam. Pembinaan ini ditujukan untuk menguatkan akidah generasi, menelaah akar masalah kehidupan, dan mencari solusi yang benar atas permasalahan yang ada. Pembinaan ini juga bisa mendorong generasi untuk speak up di jalan yang benar, mengoreksi kebijakan, dan menyiapkan mereka menjadi pemimpin yang berilmu.

4. Membuat visi dan misi keluarga pengemban dakwah
Keluarga asmara hendaklah mengakkan visi dan misi keluarga pengemban dakwah. Anak-anak adalah calon penerus dakwah orang tua. Keluarga asmara akan memperhatikan betul saat memahamkan anak untuk butuh dan cinta dengan aktivitas dakwah, secara personal ataupun komunal. Mencetak pemimpin masa depan sudah menjadi visi dan misi orang tua dan keluarga asmara. Namun demikian, orang tua tetap memperhatikan fitrah anak sehingga akan mendidik generasi berdakwah dengan penuh kasih sayang.

Keluarga asmara tak akan jemu memberikan contoh dan gambaran aktivitas dakwah Rasul saw. dan para sahabat. Orang tua juga akan membiasakan anak dengan aktivitas dakwah dan melibatkan mereka dalam aktivitas mulia itu. Keteladan orang tua akan semakin menjadikan anak cinta dengan aktivitas dakwah. Maka, generasi akan memahami bahwa dakwah akan mampu mengubah sebuah peradaban Islam dan mampu menyelesaikan permasalahan yang ada di dunia.

Dengan demikian, kesadaran generasi muslim akan ideologi Islam sebagai solusi problem manusia ini adalah perkara penting dalam menyiapkan mereka menjadi pemimpin masa depan. Hanya dengan pembinaan Islam yang bervisi masa depan yang mampu mewujudkan kesadaran ini pada generasi.

Wallahu a’lam.

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi