Surat Kecilku untuk Ibu

Oleh. Widiya Ratnasari

Tuhan menitipkanku pada seorang perempuan yang luar biasa. Perempuan itu kusebut Ibu. Suatu hari, aku melihat ibuku sedang memandang sebuah foto. Aku mendekatinya dan bertanya, “Itu foto siapa, Bu?” Lalu ibu menjawab, “Ini kamu, Nak. Ini kamu saat masih bayi.”

Kulihat wajah ibu, matanya telah penuh dengan air mata yang tertahan. Belum sempat aku bertanya mengapa, ibu membuka suaranya. Ia bercerita bagaimana aku dilahirkan, sampai aku telah sebesar ini. Jangankan ibuku, aku hanya mendengarkan ceritanya pun ikut menangis.

Aku menangis karena sebesar itu perjuanganku untuk terus hidup sampai saat ini. Dan aku lebih menangis lagi teringat aku yang hidup di atas perjuangan Ibu. Ibu ku adalah pejuang paling hebat di hidupku. Ia mau mempertaruhkan apa pun yang ada dalam dirinya untukku.

Untuk aku yang mungkin masih banyak menyakiti daripada membahagiakannya. Aku belum cukup waktu untuk bisa membalas semuanya, bahkan sekali pun aku menyerahkan hidupku. Aku tau bagaimana perjuangan hidupnya untuk melindungiku. Saat aku telah sedewasa ini, aku menyaksikan banyak sekali hal yang membuatnya terluka.

Ia adalah perempuan kuat yang menjadi panutanku untuk lebih kuat juga. Tidak lah cukup lembaran ini untuk menceritakan bagaimana ibuku. Namun, lewat lembaran ini, aku ingin menyampaikan … dan ini adalah Surat Kecilku untuk Ibu.

”Bu, menangislah di hadapanku ketika dunia menyakitimu. Agar aku tahu dan aku bisa melawannya untukmu. Menangislah, Bu, ketika kau benar-benar lelah dengan semuanya, agar aku bisa menjadi sandaranmu. Aku tahu, ibu sangat hebat dalam menyembunyikan hal yang akan membuatku cemas. Tapi, bantulah aku untuk bisa melakukan sesuatu untukmu. Hanya itu yang mungkin dapat aku lakukan. Aku tahu mana saja orang-orang yang telah menyakitimu, dan aku akan terus mengingatnya. Ibu memang tidak pernah mengajarkanku untuk menjadi pendendam, aku tidak akan seperti itu, Bu. Namun, aku hanya ingin mengingat siapa saja yang telah melukaimu, karena lukamu adalah lukaku. Bertahanlah, Bu, aku akan membalas sakitmu dengan terwujudnya harapanmu untukku. Aku meyakini doamu, selagi doamu mengalir deras untukku, aku yakin semuanya akan baik-baik saja. Dan aku menjadi seorang perempuan yang kauharapkan.”

Terlalu banyak kata untuk menceritakan bagaimana dan siapa ibuku. Hanya tangisan yang dapat mewakili semuanya. Untuk ibuku, terimakasih untuk semua perjuanganmu dan maaf untuk segala kekuranganku.

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi