Partisipasi Pemuda Merefleksi Akhir Tahun

Oleh. Shofi

Majelis Taklim Remaja Muslimah Leces menyelanggarakan Refleksi Akhir Tahun bersama puluhan remaja muslimah leces pada hari Sabtu, 31 Desember 2022. Di awal acara, Kak Inas selaku host menyampaikan bahwa tak terasa kita sudah di penghujung tahun dan mengajak peserta untuk muhasabah apa saja yang sudah terjadi sejak awal tahun ini hingga akhir tahun.

Kak Inas menyebutkan, “Dalam kurun setahun ini banyak sekali fakta pemuda yang menyesakkan dada seperti seks bebas, narkoba, tawuran, bullying, dll. Itu semua disebabkan karena saat ini para pemuda lebih nyaman dengan kebebasan sehingga kerusakan dan kemaksiatan merajalela.”

Dari semua persoalan itu, forum terhubung secara online dengan 75.000 peserta nobar akbar di seluruh Indonesia.

Ibu Dwi Hendriyanti, S.Pd. merupakan perwakilan dari tenaga pendidikan beliau menyampaikan kondisi pemuda saat ini yang mejadi korban kurikulum liberal. Beliau menyampaikan bahwa saat ini sedang diterapkan kurikulum pendidikan yang liberal dan belum jelas. Di mana terkait dengan lingkungan anak-anak, tidak bisa menjamin sholihah meskipun di rumah sudah mengaji.

Sementara Prof. Dr. Mas Roro Lilik Ekowanti, M.S., menambahkan bahwa kebijakan kurikulum saat ini tidak lepas dari pengaruh demokrasi yang dipaksakan oleh para pejajah kapitalis. Kegagalan pendidikan saat ini hanya menghasilkan generasi Islam yang tidak mampu berpikir kritis. Beliau menekankan bahwa anak-anak yang lulus dari perguruan tinggi tidak bisa menjamin siap mejadi pemimpin umat. Maka, yang harus dilakukan adalah membimbing mereka agar bangga menjadi pemuda Islam.

Kehidupan pesantren pun tak lepas dari pengaruh kurikulum yang moderat. Hj. Tinting Rohani yang merupakan pengasuh dari pesantren memaparkan bahwa banyak upaya penjajah untuk mejauhkan pemuda dari agama, salah satunya yaitu dengan toleransi.
Kebijakan politik (pemerintah) biasanya pesantren memikirkan masa depan yang baik bagi umat muslim, tapi pemerintah malah mengajarkan tentang uang, uang dan uang.

Beliau memberikan solusi bagaimana agar pemuda menjadi Pemimpin umat, pertama memahamkan generasi muda pentingnya Islam kaffah, dan amar ma’ruf Nahi mungkar. Kedua, mengajak untuk turut serta mendakwahkan Islam kaffah dan yang ketiga harus berani. Apa pun risikonya, kaum muslim harus mendakwahkan Islam kaffah dan amar ma’ruf nahi mungkar. Harapan orang tua ingin anaknya supaya proses pendidikan ini harus menjadi penguatan moral, di sini tentu yang memiliki potensi besar yaitu guru. Maka, guru seharusnya memahami terlebih dahulu tentang pemimpin Islam. Inilah aturan-aturan yang merujuk tentang generasi.

Sedangkan, Apri Hardiyanti S.H., yakni Ketua Kornas Kohati periode 2018-2020 juga memberikan pandangan terkait pemuda. Beliau menjelaskan bahwa potensi besar pemuda dalam memimpin perubahan Islam, dan mengingatkan pemuda jangan sampai terjebak politik demokrasi yang sarat dengan penguasaan suara pemuda saja namun sangat jauh dari tujuan perubahan dalam pergerakan. Saat ini juga, agama selalu dijadikan sebagai sasaran fitnah dan penghinaan.

Di akhir penjelasan para narasumber, Ustadzah Ratu Erma Rahmayanti menyampaikan perbandingan bagaimana sistem Islam dan sistem saat ini dalam mendidik generasi. Beliau menyampaikan bahwa sistem Islam bisa membuat keluarga sejahtera dengan penerapan syariat Islam. Umat Islam pun bersatu untuk peduli kondisi generasi.

Hal ini berbeda dengan sistem Demokrasi yang membiarkan keluarga menjadi rapuh dan tidak dapat melindungi keluarga ditambah dengan masyarakat yang abai dan tidak peduli akan lingkungan yg merusak generasi. Beliau mengajak bersama-sama untuk sadar akan bahaya konspirasi musuh Islam, menyadarkan para pemuda tentang kebusukan propaganda barat. Para pemuda harus membekali diri dengan Al-Qur’an & Hadits dalam berargumen melawan pemikiran sekuler-liberal.

“Semua yang terjadi pada diri pemuda hari ini ialah akibat dari serangan budaya dan pemahaman Barat. Sehingga pemuda seolah lupa dengan jati dirinya sebagai pemuda muslim yang taat kepada Allah, dan justru termakan dengan stigma negatif Islam dari isu radikalisme dan moderasi beragama. Maka Sudah saatnya pemuda hari ini sadar bahwa ada potensi besar yg dimilikinya untuk diarahkan kepada kemuliaan Islam seperti mengkaji Islam intensif, menghadiri kajian-kajian Islam, dan menyebarkan Islam kepada kawan-kawan lainnya,” Pungkas Kak Inas sembari mengakhiri acara Refleksi Akhir Tahun.

Wallahu a’lam bis-shawaab.

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi