Menjemput Lailatul Qadar di Majelis Taklim KAISHA

Oleh. Ummu Zakkiyah

Memasuki bulan Ramadan 1444 H, Kajian Ibu Shalihah (Kaisha) kembali dihelat. Kali ini tema yang diangkat adalah seputar Ramadan dengan judul “Menjemput Malam Lailatur Qadar.”

Ahad 26 Maret 2023, di Leces, Probolinggo. Tepat pada pukul 09.00 WIB, acara kajian rutin bulanan itu pun dimulai. Suasana pagi itu syahdu tidak terlalu terik. Para tamu undangan silih berganti memasuki ruang acara. Senyum hangat tersuguh dari para panitia menyambut kedatangan mereka. Beberapa ibu tampak riweh dengan anak-anaknya. Meskipun berpuasa, mereka tetap semangat mengkaji ilmu.
Apalagi di bulan Ramadhan, bulan dilipatgandakannya pahala.

Beberapa menit berselang tampaklah Ustazah Dwi Susi sebagai moderator membuka forum kajian dengan sapaan hangat dan dilanjutkan dengan lantunan kalam Ilahi oleh Ustazah Anita.

Pucuk dicinta ulam pun tiba. Ustazah Sri Sumarwasih sebagai pemateri pun dengan sigap mengisi acara dengan materi yang membahana.

Marhaban Yaa Ramadhan.
Ramadhan bulan penuh kebaikan yang di sana, tepatnya di 10 malam terakhir, ada satu malam yang mulia, malam yang lebih baik dari 1000 bulan. Malam yang sangat dinantikan tetapi dirahasiakan kedatangannya, yaitu Malam Lailatur Qadar.

Bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Carilah Lailatul Qadar itu pada malam-malam ganjil dari sepuluh hari terakhir (bulan Ramadan).” (HR. Al-Bukhari 4/225 dan Muslim 1169)

Menurut Imam Al-Ghazali dan juga ulama lainnya, sebagaimana disebut dalam I’anatut Thalibin juz 2, hal. 257, bahwa cara untuk mengetahui Lailatul Qadar bisa dilihat dari hari pertama dari bulan Ramadan:

1. Jika awalnya jatuh pada hari Ahad atau Rabu, maka Lailatul Qadar jatuh pada malam ke-29.

2. Jika awalnya jatuh pada hari Senin maka Lailatul Qadar jatuh pada malam ke-21.

3. Jika awalnya jatuh pada hari Selasa atau Jum’at maka Lailatul Qadar jatuh pada malam ke-27.

4. Jika awalnya jatuh pada hari Kamis maka Lailatul Qadar jatuh pada malam ke-25.

5. Jika awalnya jatuh pada hari Sabtu maka Lailatul Qadar jatuh pada malam ke-23.

Sungguh, suatu kenikmatan luar biasa jika seorang muslim bisa mendapatkan malam kemuliaan tersebut.

Selanjutnya, pemateri mengajukan pertanyaan kepada hadirin. Lantas, langkah apa saja yang harus dilakukan untuk menjemput Lailatur Qodr tersebut? Apakah hanya beribadah khusyuk maksimal di 10 malam terakhir atau malam-malam ganjil saja. Tentu tidak.

Beliau melanjutkan, bahwa hal-hal yang perlu dilakukan dalam menjemput Lailatur Qodr di antaranya:

1. Menyiapkan diri.
Memantapkan diri, menguatkan niat dengan persiapan fisik juga mental untuk melaksanakan ibadah semata-mata karena Allah Swt. Mengingat, pada bulan Ramadan ini, segala amal kebaikan bernilai pahala yang berlipat. Berbeda dengan amalan di waktu yang lain. Semisal puasa, puasa ini pahalanya berbeda dengan amalan lain. Tentang puasa, Allah sendiri yang akan memberi balasan tak terbatas untuk hamba-Nya. MasyaAllah.

2. Berserah diri kepada Allah Swt.
Mujahadah berserah diri kepada Allah dengan mengisi dan meningkatkan ibadah, terlebih di 10 malam terakhir diisi dengan ibadah wajib dan sunnah. Memaksimalkan ibadah wajib dan tidak mengutamakan yang sunnah. Seringkali, ada yang terbalik dalam menyikapi hal ini.

3. Memperbanyak doa dan bermuhasabah.
Rasullullah menganjurkan umatnya untuk memanjatkan doa, sebagaimana dalam hadis beliau yang berbunyi:

“Barangsiapa yang pada malam Lailatur Qadar mengerjakan ibadah dan berdoa dengan penuh keimanan yang dipersembahkan semata-mata untuk Allah Swt. akan diampuni segala dosanya yang terdahulu dan yang akan datang.” (HR. Ahmad dan Thabrani)

Sedangkan doa yang dianjurkan untuk dibaca ketika Lailatur Qodar adalah

اللهم إنك عَفُوٌّ تُحِبُّ العَفْوَ فَاعْفُ عَنِّي

“Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Pema’af, Engkau suka memaafkan (hamba-Mu), maka maafkanlah aku.”

Pemateri menambahkan bahwa dosa itu terbagi menjadi 3 yaitu:

a) Dosa Individu
Adalah dosa yang dilakukan baik secara sadar atau tidak, dilakukan oleh dirinya sendiri. Baik mencangkup dosa besar maupun dosa kecil. Misalnya dosa terhadap orang tua dan suami, dosa ghibah dll.

b.) Dosa Jariyah
Adalah dosa yang selalu mengalir tanpa kita sadari. Semisal suka berfoto selfi kemudian di share medsos dengan tidak menutup aurat, foto-foto ini jika dikonsumsi publik, maka akan mengakibatkan dosa yang mengalir tanpa kita sadari. Atau karena minimnya ilmu, kita hanya sekadar ikut-ikutan mengshare konten yang mungkin isinya adalah hadis palsu.

Inilah pentingnya kita harus selalu mengkaji ilmu, bukan sekadar ingin berbuat baik atau bernilai baik. Tetapi semua yang kita lakukan harus bersumber pada syariat Islam.

c) Dosa Investasi
adalah dosa yang seringkali tidak kita sadari karena kelalaian kita dalam beramar makruf nahi mungkar. Ini adalah dosa yang paling berat.

Di dalam Surat Al Baqarah ayat 208 disebutkan:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ

“Wahai orang yang beriman, masuklah kamu semua ke dalam Islam. janganlah kalian mengikuti langkah-langkah setan. Sungguh, setan itu musuh yang nyata bagi kalian.”

Kita saat ini dihadapkan pada sistem pemerintahan yang sekuler, di mana hukum Islam tidak diterapkan secara keseluruhan (Islam kaffah) sehingga meskipun mayoritas penduduknya beragama Islam tetapi perilaku bermasyarakat masih jauh dari syariat Islam sehingga banyak penyimpangan-penyimpangan terjadi di mana-mana. Semisal, masih adanya riba, ikhtilat, perzinahan, suap menyuap dsb.

Jika hukum Islam tidak diterapkan, dan ada saudara muslim tertindas, maka kita juga akan terkena dampaknya berupa dosa investasi. Terlebih jika kita hanya berpangku tangan, hanya menjalankan ritual ibadah untuk diri sendiri tanpa adanya amar makruf nahi mungkar ke dalam masyarakat bahwasannya semua kehidupan sudah ada aturan dari sang pencipta dan agama Islam adalah agama rahmatan lilalamin.

4. I’tikaf di 10 malam terakhir Ramadan

أَنَّ النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – كَانَ يَعْتَكِفُ الْعَشْرَ الأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ حَتَّى تَوَفَّاهُ اللَّهُ ، ثُمَّ اعْتَكَفَ أَزْوَاجُهُ مِنْ بَعْدِهِ

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam beri’tikaf pada sepuluh hari yang akhir dari Ramadhan hingga wafatnya, kemudian isteri-isteri beliau pun beri’tikaf setelah kepergian beliau.” (HR. Bukhari Muslim)

Pada 10 hari terakhir Ramadan, Rasullullah saw. mengikatkan tali pinggangnya dalam artian:

1. Tidak berhubungan suami istri.
2. Menghidupkan malam dengan ritual ibadah.
3. Membangunkan anggota keluarga untuk ikut beribadah.

“Dari Aisyah ra, Rasullullah saw. sangat bersungguh-sungguh beribadah pada 10 hari terakhir bulan Ramadhan melebihi kesungguhan beribadah di malam tersebut.” (HR. Muslim)

Terakhir Ustadzah pemateri juga menyampaikan sekaligus mengingatkan kembali tentang doa Malaikat Jibril yang diaamiinkan oleh Rasullullah yang berbunyi :

رَغِمَ أَنْفُ عَبْدٍ – أَوْ بَعُدَ – دَخَلَ عَلَيْهِ رَمَضَانُ فَلَمْ يُغْفَرْ لَهُ

“Celakalah seorang hamba yang mendapati bulan Ramadan kemudian Ramadan berlalu dalam keadaan dosa-dosanya belum diampuni” (HR. Ahmad).

Demikianlah pemaparan Ustazah Sri Sumarwasih yang membuat ibu-ibu yang hadir semakin antusias untuk bertanya di sesi berikutnya. Ustazah pun menjawab semua pertanyaan dengan memuaskan.

Acara beranjak dengan pemberian doorprize kepada hadirin. Serta ditutup dengan doa oleh Ustazah Rosyidah. Moderator mengakhiri acara dengan ucapan maaf dan terimakasih atas kehadiran para tamu undangan. Moderator pun mengajak kepada ibu-ibu yang hadir agar pada kesempatan berikutnya bisa mengkaji ilmu dengan tema menarik lainnya. Semoga Ramadan tahun ini adalah Ramadan terakhir tanpa Kh1l4f4h yang menerapkan hukum Islam secara kaffah. Aamiin.

Tepat pukul 11.00 WIB, acara selesai dan diakhiri dengan bersalam-salaman serta foto bersama.

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi