Afiyah Rasyad
Mengaku-ngaku saja
Bilang cinta padahal banyak alpa
Bilang rindu padahal sering lupa
Senampan cinta larut dalam rapalan sholawat
Perkara syariat sering terlewat
Menapaki majelis merindu syafaat
Namun, membisu saat Baginda Nabi dihujat
Cinta, tapi diam
Saat syariat dihina
Rindu dalam kelam
Membisu saat Nabi dinista
Apa hendak dikata?
Saat Baginda di depan mata
Lantas bertanya pada diri yang nista
Akan rasa yang bernama cinta
Pertanyaan lain pun turut serta
“Benarkah kau ummatku?”
“Apakah kau mencintaiku?”
“Mana bukti cintamu?
“Jika kau benar ummatku, kenapa diam membisu?”
“Di mana kau saat orang kafir melecehkanku?”
“Di mana kau saat saudara seakidahmu menyeru risalahku?
Gemetar seluruh tubuh
Basah dibanjiri peluh
Saat pertanyaan mulai ditabuh
Lari terbirit
Di antara rongga dada yang semakin mengimpit
Hati mulai menjerit
Menumpuk puing-puing rasa sakit
Jawaban apa yang akan diberi
Saat cinta tak ada bukti
Ya Nabi, salam ‘alaika!
Maafkan al faqir yang tak tahu diri
Mengaku cinta hanya ucapan belaka
Terlalu lama untuk menyadari
Ya Rasulallah, ya Habibi!
Rindu kini berbalut sunyi
Mengingat lonceng muhasabah
Yang tak bersegera dalam terapkan syariah
Ya Habibi, salam ‘alyka
Rasa malu menyapa sekujur tubuh
Saat akal baru terbuka
Dengan pertanyaan dari lisanmu yang menyentuh
“Benarkah kau ummatku?”
“Benarkah kau mencintaiku?”
“Lantas kenapa diam saat saudara seakidahmu disiksa?”
“Kenapa membisu saat ajaran Islam dinista?”
“Mana bukti cinta yang kaurenda?”
“Mana rasa rindu yang katanya menderu?”
Lonceng muhasabah telah terpasang
Memperbaiki diri sebuah keharusan
Melayakkan diri sebuah keniscayaan
Agar aqal kuat ditempa, tak mudah hilang
Berusaha bangkit
Meski kondisi sulit mengimpit
Membuka tabir dan pintu langit
Dalam untaian bait-bait
Ya Rasulallah yang mulia
Kucari kau dalam bait-bait doa
Mengurai persoalan yang kian rumit
Dakwah Islam terus melejit
Tanpa henti terus melaju
Tak peduli dengan sempitnya waktu
Hujan panas terus berlalu
Bingkisan bukti mulai menderu