Oleh: Ustaz Iwan Januar
Bagi Anda yang belum nyadar, pernikahan berbalut sakinah mawaddah wa rahmah bukanlah kiriman dari langit alias datang begitu saja. Ia adalah hadiah terindah dari Allah SWT. bagi pasangan suami istri yang bekerja keras mengendalikan diri, memperbagus akhlak, dan banyak mendekatkan diri pada Allah SWT.
Masih banyak pasangan yang tidak mau paham kalau pernikahan yang penuh cinta dan barakah ini adalah hasil usaha. Pasangan seperti ini biasanya hanya berusaha menciptakan pernikahan indah di tahap awal atau pranikah. Mereka pasang kualifikasi yang tinggi untuk mencari pendamping hidup, tapi kemudian lalai merawat pernikahan dan mengendalikan diri masing-masing.
Tidak heran meski di antara mereka adalah aktifis dakwah, ahli ibadah, penghafal al-Qur’an, tapi rumah tangganya berprahara. Rutin berkonflik, jarang komunikasi, dan istrinya royal meminta cerai.
Percekcokan seperti itu karena biasanya mereka terbiasa ‘memainkan’ lima permainan dalam pernikahan. Mereka menganggap hal itu wajar padahal akhirnya hanya memperburuk hubungan mereka.
Pertama. Permainan Berhitung.
‘Kalau si dia begitu, aku akan begini’. Ini permainan yang sering dimainkan pasangan yang rumah tangganya bermasalah. Suami dan istri kerap menghitung-hitung jasa pribadi dan kelakuan pasangannya yang dianggap buruk. Mereka menimbang hubungan dalam pernikahan dengan asas manfaat. Buat apa saya baik pada dia kalau dia tidak baik pada saya.
Segera tinggalkan permainan mental macam ini. Rumah tangga bukan jual-beli juga bukan pabrik yang setiap barang ditawarkan atau jasa yang diberikan harus diganjar dengan reward.
Pasangan yang kerap memainkan hal ini akan semakin jauh dari sakinah. Bila ingin sakinah mawaddah wa rahmah, landasi relasi dengan si dia dengan ketulusan, memberi dengan keikhlasan.
Kedua. Permainan Menang-Menangan.
Tak ada pernikahan tanpa konflik. Besar maupun kecil. Tapi kalau rumah tangga Anda ingin selamat sampai ke akhirat, jangan pernah tempatkan konflik dengan pasangan dalam permainan menang-menangan. Jadi ketika konflik itu pecah hindari hasrat menyelesaikannya sebagai pemenang dengan mengalahkan ego pasangan. Bila itu dilakukan, berlakulah pepatah; kalah jadi abu, menang jadi arang. Sama-sama binasa, rumah tangga nelangsa.
Tahanlah diri untuk menyerang pasangan. Belajar diam dan mendengarkan. Apalagi bila konflik itu disebabkan hal yang tak prinsipil, tak haram di mata Allah, maka mengalah adalah jalan untuk keluar sebagai pemenang bersama.
Belajar juga untuk menerima kesalahan karena tidak selamanya posisi kita benar. Dalam keadaan seperti itu mengakui kesalahan adalah jiwa pemenang sebenarnya, pernikahan pun akan terselamatkan.
Permainan macam ini cocok untuk adu tangan gunting-batu-kertas anak-anak, bukan untuk orang dewasa yang semestinya belajar untuk bijak dan menerima kebersamaan dalam pernikahan.
Ketiga. Permainan Petak Umpet.
Dalam game ini, pemain pertama akan bersembunyi lalu yang lain akan mencari. Dalam pernikahan jangan lari dari persoalan dan membuat pasangan bertanya-tanya dan mencari tahu solusi sendiri. Jawaban atas persoalan dalam pernikahan harus ditemukan bersama, untuk itulah kita hidup bersama dalam sebuah pernikahan.
Ada orang yang lebih senang menyembunyikan persoalan ketimbang mencoba untuk mendiskusikannya dengan pasangan. Ada juga yang kemudian melarikan persoalan kepada orang lain seperti orang tua, ini biasanya kaum perempuan.
Mulailah belajar untuk sharing persoalan dengan pasangan. Mungkin awalnya tidak nyaman, karena kita terbiasa sharing dengan orang lain. Namun begitu kaki kita menjejak di mahligai pernikahan, menjadikan pasangan sebagai teman diskusi dan bersama-sama mencari solusi menjadi kemestian. Mulailah belajar berkomunikasi yang baik dengan pasangan.
Keempat. Permainan ‘Bagi Kue’.
Seperti anak-anak yang sedang membagi kue, mereka ingin bagiannya sama rata. One for me, one for you. Ini kelihatannya fair. Setiap orang dapat bagian yang seimbang, tapi nanti dulu dalam pernikahan, khususnya bila Anda ingin mendapatkan hubungan pernikahan yang berkualitas.
Memang benar dalam pernikahan ada hak dan kewajiban suami istri yang seimbang. Suami dan istri sudah memiliki bagian hak dan kewajiban yang diatur oleh Allah Ta’ala. Firmannya;
Dan para wanita punya hak yang seimbang dengan kewajibannya dengan cara yang ma’ruf (TQS. al-Baqarah: 228).
Suami ditetapkan di antaranya sebagai pencari nafkah, istri sebagai ibu dan pengatur rumah tangga. Lantas, apakah bila kemudian kewajiban mereka tidak terlaksana, lalu pasangan boleh mengabaikan haknya? Ketika nafkah suami terganggu, maka berkurang pula kewajiban istri melayaninya? Ketika istri sakit dan tak bisa melayani suami, lantas hak mereka – misalnya nafkah – dikurangi suami?
Tidak demikian menurut Allah. Suami istri harus tetap bekerja sama dan berkasih sayang sekalipun ada kewajiban di antara mereka yang tidak sempurna. Tidak otomatis ketidaksempurnaan kewajiban seseorang pada pasangannya lalu mengurangi hak mereka.
Rumah tangga itu dasarnya adalah keimanan. Seorang suami/istri wajib percaya kalau Allah tidak akan menyia-nyiakan amal soleh seorang hamba pada sesama. Seorang muslim harus yakin bahwa tujuan amal yang utama adalah mardlotillah, bukan balasan dari orang lain.
Kemudian, kasih sayang harus menjadi perekat di antara suami istri. Meskipun ada kewajiban yang tak tertunaikan secara sempurna, namun kasih sayang tetap mengikat mereka. Khadijah bin Khuwailid ra. tetap setia, cinta dan menyayangi Rasulullah SAW. sekalipun Khadijah adalah wanita yang jauh lebih kaya ketimbang Rasulullah SAW. bahkan harta Ummul Mukimin Khadijah dinafkahkan habis-habisan untuk perjuangan dakwah Islam. Jadi, pernikahan bukan sekedar bicara hak dan kewajiban, tapi mesti ada kasih sayang dengan keimanan sebagai landasan.
Jadi, ketika Anda membagi kue pada pasangan, Anda akan mulia di hadapan Allah ketika memberikan banyak bagian pada pasangan Anda. Itulah pernikahan. Itulah cinta.
Ingin pernikahan berlimpah sakinah mawaddah wa rahmah? Hindarilah empat permainan ini bersama pasangan.[]
Sumber : IWAN JANUAR – Inginkan Pernikahan Sakinah? Hindari 4 Permainan Ini