Oleh: K.H. Hafidz Abdurrahman
Bagaimana tidak? Islam menjadikan wanita itu sebagai ibu, yang darinya anak-anak yang menjadi penyejuk jiwa itu dilahirkan
Bagaimana tidak? Islam telah menjadikannya sebagai kehormatan. Islam juga telah menjadikannya sebagai pengurus rumah
Maka, tidak bisa dibayangkan, jika rumah tanpa kehadiran seorang wanita. Karena itu, ketika isteri Abu Rabi’ah, ahli fikih yang sangat masyhur itu meninggal, beliau menguburkan isterinya setelah itu kembali ke rumahnya.
Kemudian, beliau mengucapkan,
“la haula wa la quwwata illa billah”, untuk mengekspresikan perasaannya, betapa berat dan rumitnya urusan di rumah yang harus diurusnya yang selama ini diurus oleh isterinya.
pada akhirnya beliau mengucapkan,
“Innalillahi wa inna ilaihi rajiun.” untuk mengenang isteri tercintanya yang selama ini telah membersamainya, dan kembali setelah purna tugasnya, menghadap penciptanya. Beliau pun tak kuasa menahan air matanya, tangisnya pun pecah
Beliau kemudian menyeru kepada dirinya,
الآن ماتَت الدَّارُ أيضًا يا أبَا خالد.
“Sekarang, rumah ini juga telah mati, wahai Abu Khalid.”
Begitulah sosok wanita di dalam kehidupan pria, dan di dalam rumahnya.
Bangunan rumah itu hidup karena ruh wanita, yang karenanya, maka seisi rumahnya menjadi hidup dan penuh dengan cahaya
Perasaan seperti itu hanya lahir dari para lelaki mulia, yang bisa memuliakan wanita. Respek dan menghargai jerih payahnya. Karena itu, saat dia tiada, semua keindahan di rumahnya akan pergi bersamanya
Tapi, jika lelaki yang bersamanya adalah lelaki yang lisannya tajam, setajam dan secepat melesatnya anak panah, wanita yang hidup bersamanya seperti mayat tanpa ruh, meski dia masih bernyawa
Maka, muliakan kaum wanita. Didiklah mereka, agar kelak mereka bisa menjadi ruh dan cahaya di tengah keluarganya. Wallahu a’lam.