Ulama-ulama Nusantara Sepanjang Era Khilafah (3)

Dalam catatan sejarah Islam di negeri ini, para ulama Nusantara sudah dikenal luas di Dunia Islam. Mereka bahkan menjadi maraji’ di Haramayn. Di antaranya Syaikh Muhammad Nawawi al-Bantani, Syaikh Ahmad Khatib al-Minangkabaui, Syaikh Abdush Shamad al-Falimbani, Syaikh Muhammad Arsyad al-Banjary, Syaikh Ahmad al-Ripangi, termasuk ulama pejuang seperti Syaikh Yusuf al-Makasari dan Syaikh Tajul Khalwaty.

Berikut ini, para ulama negeri ini beserta jejaring keulamaannya yang paling terkemuka di Nusantara.

 

  1. Syaikh Muhammad Nawawi al-Bantani.

Ulama kenamaan dari Tanara, Banten, ini memiliki nasab mulia hingga kepada keluarga Nabi saw. Keluarga dari pihak ayahnya, Umar bin Arabi, tersambung kepada Husain bin Ali bin Abi Thalib, cucu Rasulullah saw. Nawawi belia belajar Islam pertama kali kepada ayahnya sendiri, Syaikh Umar. Berikutnya berguru kepada KH Sahal, seorang ulama masyhur di Banten, kemudian Raden Yusuf al-Burwakarty, seorang ulama terkemuka di Purwakarta.

Setelah menyelesaikan pembelajarannya di Purwakarta, Nawawi menunaikan haji ke Haramayn dan bermukim di Makkah selama tiga dasawarsa untuk memperdalam ilmu agama melalui para masyaikh mazhab Syafii, seperti Syaikh Khatib Sambas dan Syaikh Abdul Ghani Bhima dari Nusantara, juga belajar kepada Syaikh Yusuf Syumulawany dan Syaikh Nahrawi dari Mesir. Beliau juga belajar kepada Syaikh Abdul Hamid Daghastani dari Dagestan, Kaukasia. Nawawi muda yang haus ilmu ini pun belajar pula kepada banyak masyaikh yang jadi maraji’ di Makkah.

Setelah berguru tiga puluh tahun lamanya, keilmuan Syaikh Nawawi pun menghantarkan dirinya menggantikan para gurunya tersebut untuk mengajar murid-muridnya di ma’had dan madrasahnya di Kota Makkah. Selain mengajar, Syaikh Nawawi pun banyak menyusun kitab yang dijadikan panduan beliau untuk mengajar. Sepanjang 1881-1886, tercatat lebih dari 20 kitab yang dihimpun sebagai karya intelektual Syaikh Nawawi. Di antaranya adalah: Syarh Fath al-Mujib, Syarh Kitab al-Jurrumiyah, kitab balaghah Lubab al-Bayan, Syarh Dhari’atul Yaqin, Syarh ad-Dur al-Farid, Syarh Maulid Barzanji, Syarh Manasik Haji li Sarbini, dua kitab syarh Suluk al-Jaddah wa Sullam al-Munajjah, Syarh Bidayah al-Hidayah li al-Ghazaly, kitab Tafsir Nawawi Bantany, dan yang lainnya.

Murid-murid Syaikh Nawawi terhimpun dari berbagai negeri Islam, terutama para alim dari Nusantara. Para murid dari Nusantara inilah yang kemudian banyak berkiprah dalam syiar dakwah di penjuru Tanah Air. Mereka mensyiarkan pemikiran Nawawi dan mazhab Syafii melalui pondok-pondok pesantren tradisional di Indonesia.

 

  1. Syaikh Ahmad Khatib al-Minangkabaui.

Masyaikh aseli urang awak kelahiran Bukittinggi ini memiliki nasab kepada para pejuang Paderi saat perang mengusir penjajah Belanda berlangsung di tanah Minang. Ayahanda Ahmad Khatib kecil adalah jaksa kepala di Padang, sedangkan ibunya adalah putri dari Tuanku Nan Renceh, seorang pejuang Paderi.

Sejak berusia 11 tahun, Ahmad Khatib belia sudah diajak bermukim di Makkah oleh ibundanya. Apalagi setahun sebelumnya beliau sudah menunjukkan bakatnya dalam ilmu agama. Ahmad Khatib berguru kepada alim ulama terkemuka di Makkah hingga beliau pun dipercaya sebagai imam dan khatib di Masjidil Haram. Berikutnya beliau pun dipercaya sebagai grand masyaikh di Masjidil Haram, Makkah.

Syaikh Ahmad Khatib al-Minangkabaui ini memiliki istri dari seorang saudagar kitab di Makkah, yang bernama Syaikh Shaleh al-Kurdy dari Kurdistan. Selama menjadi guru besar di kota Makkah, beliau banyak menyusun kitab. Di antaranya adalah kitab Izhharu Zaqh lil Kadzihin fi Tasyabbuhinan bis Shadiqin, Al-Minhaj al-Masyru’, Rawda al-Hussab fi ‘Ilm al-Hisab, Al-Jawahir al-Nagiyyah fi al-Amal al-Jaihiyyah, Riyadu’ul Wardiyah fi Ushul Tauhid wal Furu’l Fiqih, dan yang lainnya.

Sejak Ahmad Khatib menjadi grand syaikh di Makkah, beliau diposisikan sebagai ulama paling berilmu di Haramayn yang berasal dari Indonesia. Banyak ulama Nusantara yang berguru kepada beliau. Di antaranya adalah KH Ahmad Dahlan, KH Hasyim Asy’ari, KH. Muhammad Jamil Jambek, KH Abdullah Ahmad, KH Abdul Karim Amrullah (ayahanda Hamka) alias Haji Rasul. Dua nama terakhir bahkan pernah mewakili Nusantara saat kongres Dunia Islam di Kairo, Mesir, untuk membincangkan penegakkan kembali Khilafah Islam pasca keruntuhannya di Turki.

Selain mereka, ada juga ulama Nusantara lainnya yang berguru kepada Syaikh Ahmad Khatib. Muridnya ini begitu istimewa bagi Syaikh Ahmad Khatib karena beliau adalah keponakannya sendiri, yakni KH Agus Salim. Ulama pejuang yang dikenal sebagai The Grand Old Man ini pernah mewakili kaum Muslim Nusantara dalam Kongres Khilafah di Makkah pada 1927.  [Bersambung]

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi