Tujuan Perbuatan Manusia

Penulis: Ustaz Hafidz Abdurrahman

Tujuan perbuatan yang hendak diraih oleh manusia ketika melakukan aktivitas mutlak harus dipahami. Dengan begitu setiap perbuatan yang dilakukannya akan bisa direalisasikan dengan baik dan sempurna. Dengan itu juga perbuatannya akan mempunyai nilai.

Tanpa adanya pemahaman mengenai tujuan perbuatan tersebut, seseorang tidak bisa menentukan apakah dia berhasil atau tidak, dan apakah (perbuatan itu terlaksana secara, peny.) sempurna atau tidak. Dengan demikian, tujuan perbuatan tersebut mutlak dipahami oleh seseorang yang akan melakukan perbuatan.
Di samping itu, tiap orang yang akan melakukan perbuatan harus mempunyai tujuan untuk mewujudkan satu nilai, yaitu nilai yang telah ditetapkan oleh as-Syari’ untuk direalisasikan oleh manusia ketika melakukan perbuatan. Sebab, tujuan manusia melakukan perbuatan tersebut pada dasarnya hendak mencapai dan mewujudkan nilai-nilai tertentu yang ada di dalamnya.

Jika kita menganalisis hukum-hukum syarak yang memerintahkan kita untuk melakukan perbuatan tertentu, niscaya kita akan menemukan nilai-nilai tertentu yang diperintahkan pada manusia agar direalisasikan pada saat melakukan perbuatan atau aktivitas. Nilai-nilai itu adalah nilai materi (al-qimah al-madiyah), kemanusiaan (al-insaniyah), akhlak (al-akhlaqiyah), dan nilai spiritual (ar-ruhiyah).

Karena itu, setiap muslim wajib memperhatikan tercapainya nilai-nilai tersebut ketika melakukan aktivitasnya, baik ketika memenuhi kebutuhan jasmani maupun nalurinya. Tentu saja setelah dirinya mengikatkan diri dengan hukum-hukum syarak.

Sebagai contoh, ketika Allah memerintahkan jual beli, bekerja, ataupun membentuk syirkah adalah untuk merealisasikan nilai materi, atau mendapatkan materi. Nilai materi (al-qimah al-madiyah) tersebut berbentuk benda atau materi yang dapat diindra dan diraba, seperti makanan, mobil, uang, tanah, serta barang yang bisa dimanfaatkan, seperti pakaian yang dipakai atau makanan yang dimakan.

Sedangkan nilai akhlak (al-qimah al-akhlaqiyah) akan diraih oleh seorang muslim dengan cara menghiasi setiap perbuatan dan aktivitasnya dengan sifat-sifat yang diperintahkan oleh Allah Swt.. Sifat-sifat tersebut terlihat pada diri seorang muslim ketika dia melakukan ibadah, muamalah, uqubat (sanksi hukum), makan, dan minum yang dilakukan sesuai dengan perintah dan larangan Allah Swt..

Sebagai contoh, ketika seorang muslim menaburkan biji jagung untuk memberi makan burung dan karena faktor belas kasihan pada sesama makhluk, maka hakikatnya perbuatan dan aktivitas tersebut merupakan usaha untuk merealisasikan nilai akhlak.

Berbeda dengan nilai kemanusiaan (al-qimah al-insaniyah) yang ingin diraih oleh seseorang. Nilai tersebut merupakan layanan manusia pada sesamanya, sebagai sesama manusia.

Misalnya, menyelamatkan orang yang tenggelam, atau membantu orang yang mengalami kesulitan materi, dan sebagainya tanpa memperhatikan agama, keturunan, warna kulit, bahasa, dan pertimbangan yang lain merupakan realisasi dari nilai kemanusiaan. Semuanya ini dilakukan semata-mata karena faktor kemanusiaan semata-mata.

Dalam Al-Qur’an, dorongan untuk mewujudkan nilai-nilai tersebut telah dinyatakan, antara lain,
وَيُطْعِمُوْنَ الطَّعَامَ عَلٰى حُبِّهٖ مِسْكِيْنًا وَّيَتِيْمًا وَّاَسِيْرًا اِنَّمَا نُطْعِمُكُمْ لِوَجْهِ اللّٰهِ لَا نُرِيْدُ مِنْكُمْ جَزَاۤءً وَّلَا شُكُوْرًا
“Dan mereka memberi makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim, dan orang yang ditawan. Sesungguhnya kami memberikan makanan kepada kamu hanyalah untuk mengharapkan keridaan Allah. Kami tidak menghendaki balasan dari kamu, serta tidak pula ucapan terima kasih.” (QS al-Insan: 8-9)

Demikian juga sabda Nabi Saw.,
“Dan siapa saja yang menganiaya Ahli Dzimah, maka sesungguhnya sama dengan menganiaya aku.”

Nilai tersebut diperintahkan oleh Islam agar dicapai oleh seorang muslim, bukan karena keuntungan materi. Karena justru dalam mencapai nilai kemanusiaan ini, kadang kala seseorang malah mengorbankan hartanya. Semuanya itu sanggup dia kerjakan karena motivasi spiritual yang diperintahkan oleh Allah Swt. semata.

Nilai-nilai tersebut berbeda dengan nilai spiritual (al-qimah al-ruhiyah) yang ingin diraih oleh seorang muslim. Karena nilai tersebut dicapai dengan tujuan agar hubungan seseorang dengan Tuhannya dapat meningkat pada saat dia mengerjakan aktivitas tertentu. Dengan itu, naluri beragama orang tersebut akan terpenuhi, sehingga memperoleh ketenangan dan ketenteraman hati.

Allah telah memerintahkan agar nilai-nilai tersebut dapat diraih oleh seorang muslim, seperti halnya salat, zakat, haji, puasa, dan jihad. Meskipun untuk semuanya itu, seseorang harus mengorbankan harta, tenaga, dan bahkan nyawanya sekalipun.

Di samping itu, nilai spiritual ini bersifat peribadi. Karena itu, orang lain tidak akan dapat merasakannya, kecuali orang yang melakukannya sendiri. Berbeda dengan nilai kemanusiaan dan akhlak, bila diraih oleh seseorang, maka orang atau makhluk lain lain ikut merasakannya, sekalipun tidak bisa diraba secara fisik.

Berbeda dengan nilai materi yang dicapai oleh seseorang. Karena orang lain juga bisa merasakan, sekaligus merabanya secara fisik. [MNews/Rgl]
===
Sumber: Hafidz Abdurrahman, Islam Politik & Spiritual

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi