Oleh. H. M Ali Moeslim
Bismillahirrahmanirrahim
Sebagai umat Islam, kita miris dan marah, seorang guru Boarding School gratis di Bandung melakukan rudapaksa kepada anak didiknya sebanyak 12 wanita, sekarang berkembang menjadi 21 korban, baru tetungkap di antara korban 8 orang hamil, melahirkan bayi dan salah satunya mengalami hamil dua kali. Jangankan 21, cukup satu yang diperkosa harus sudah dirajam pelakunya, sehingga berefek jera.
Kasus-kasus yang mirip dan telah memakan banyak korban generasi bangsa umumnya dan umat Islam khususnya, mesti memunculkan kesadaran akan pentingnya umat Islam khususnya memahami sistem pergaulan dalam Islam sebagai bagian dari syariat Islam yang mengatur seluruh aspek kehidupan serta penerapan dalam kehidupan nyata. Tentu dengan sanksi yang diberlakukan jika terjadi pelanggaran terhadap hukum, sehingga berefek jera (jawazir) dan menghapus dosa (jawabir) bagi si pelanggar.
Sistem pergaulan dalam Islam terkait dengan kehidupan kaum laki-laki maupun perempuan, serta berbagai hukum yang mengatur interaksi antara keduanya, baik dalam kehidupan umum maupun kehidupan khusus. Sampai saat ini pun, masih sering dijumpai adanya kebingungan di kalangan masyarakat Barat mengenai peran antara kaum laki-laki dan perempuan dalam kehidupan.
Pada masa lalu, kaum perempuan mempunyai kedudukan yang lebih rendah dibandingkan kaum laki-laki. Perempuan dianggap makhluk setengah manusia, hidup dalam dominasi laki laki, bahkan pernah disejajarkan dengan hewan atau dipandang sebagai “makhluk yang tidak memiliki ruh”. Sementara pada masa sekarang ini, berbagai paham, seperti emansipasi maupun persamaan gender, pergerakan dan organisasi perempuan berjuang melawan status quo untuk mendapatkan status dan hak-hak yang sama sebagaimana laki-laki.
Sementara pemahaman masyarakat dari penganut agama Katolik misalnya bahwa bagi pastur maupun biarawati “diharamkan” kawin. Sementara di kalangan kaum Muslim sebagian berpandangan terhadap sistem pergaulan pria wanita (An-Nizhâm Al-Ijtimâ‘î) dalam Islam mengalami kegoncangan dahsyat. Pemahaman umat amat jauh dari hakikat Islam dikarenakan jauhnya kita dari ide-ide dan hukum-hukum Islam. Kaum Muslim berada di antara dua golongan.
Pertama, orang-orang yang terlalu melampaui batas (tafrith) yang beranggapan bahwa termasuk hak wanita adalah berdua-duaan (berkhalwat) dengan laki-laki sesuai kehendaknya dan keluar rumah dengan membuka aurat dengan baju yang dia sukai.
Kedua, orang-orang terlalu ketat (ifrath) yang tidak memandang bahwa di antara hak wanita ialah melakukan usaha perdagangan atau pertanian. Mereka pun berpandangan bahwa wanita tidak boleh bertemu dengan pria sama sekali dan bahwa seluruh badan wanita adalah aurat, termasuk wajah dan telapak tangannya.
Karena adanya sikap dua golongan ini, yakni yang terlalu melampaui batas dan yang terlalu ketat, runtuhlah akhlak dan muncullah kejumudan berpikir. Akibatnya, timbul keretakan dalam interaksi sosial dan kegelisahan di tengah keluarga-keluarga Muslim. Timbul pula banyak kemarahan dan keluhan di antara anggota keluarga serta berbagai perselisihan dan permusuhan di antara mereka.
Dalam kata pengantar kitab An-Nidham Ijtima’i fil Islam atau Sistem Pergaulan dalam Islam karangan Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani dijelaskan bahwa kaum laki-laki dan perempuan adalah makhluk Allah SWT. Dalam hal ini, kedua belah pihak memiliki kedudukan yang sama. Islam menjelaskan tujuan hidup manusia, yakni semata-mata untuk beribadah kepada Allah SWT. Sebagaimana firman-Nya:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْاِنْسَ اِلَّا لِيَعْبُدُوْنِ
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi (beribadah) kepada-Ku.” (QS Adz-Dzariyat: 56)
Peribadatan (seperti sholat, shaum, zakat, dan lain lain) ini dijalankan dengan menaati perintah-perintah Allah SWT. dan menjauhi larangan-Nya. Atas dasar ukuran ketaatan ini, seseorang akan dihisab pada hari penghisaban untuk menentukan apakah ia akan ke surga atau ke neraka. Hal ini terjadi baik pada kaum laki-laki maupun kaum perempuan tanpa ada perbedaan antara satu dengan yang lain.
Namun harus dipahami pula, bahwa Allah SWT. menciptakan laki-laki dan perempuan dengan fitrah berbeda yang menyebabkan mereka mempunyai peran yang berbeda dalam kehidupan ini. Ada sejumlah sifat yang hanya dimiliki oleh kaum laki-laki atau kaum perempuan yang tidak bisa dilakukan oleh lawan jenisnya. Misalnya, kaum perempuan mempunyai potensi untuk mengandung dan menyusui anak-anaknya, sementara laki-laki tidak bisa.
Peran yang berbeda ini tentu saja harus mengikuti aturan yang berlainan. Kaum perempuan menjalankan fungsi-fungsi seorang ibu dan kaum laki-laki menjalankan fungsi-fungsi seorang bapak, sehingga tercipta harmoni dan ketenangan. Jadi, bukannya bersaing untuk menuntut “kesetaraan” agar bisa menjalankan peran dan fungsi yang sama.
Terdapat tiga tujuan utama sistem pergaulan dalam Islam. Ketiganya adalah:
1) Untuk menentukan peran kaum laki-laki dan kaum perempuan. 2) Untuk mengelola hubungan antara kaum laki-laki dan kaum perempuan serta menyelesaikan masalah-masalah yang timbul akibat hubungan ini. 3) Untuk mengatur struktur keluarga.
Semua hukum dan aturan yang wajib ditaati oleh umat manusia dalam rangka memenuhi tujuan-tujuan tersebut telah ditetapkan oleh syariat. Ada sejumlah aturan yang bersifat khas bagi kaum laki-laki atau kaum perempuan, tetapi ada pula aturan-aturan yang diaplikasikan oleh keduanya.
Adapun prinsip-prinsip utama yang digunakan untuk menjaga interaksi laki-laki dan perempuan menurut pandangan Islam adalah:
1) Laki-laki dan perempuan wajib menutup aurat.
2) Kehidupan laki-laki dan perempuan dipisahkan, pergaulan keduanya hanya diperbolehkan dalam beberapa perkara tertentu.
3) Seorang laki-laki dan seorang perempuan yang asing tidak diperbolehkan menyendiri atau berduaan (khalwat).
4) Laki-laki dan perempuan diwajibkan menahan pandangan dan menjaga kehormatannya.
5) Tidak diperbolehkan bagi seorang perempuan melakukan perjalanan sendirian lebih dari sehari semalam, jauh dari tempat yang aman tanpa seorang mahram.
6) Pernikahan adalah institusi yang sah bagi laki-laki dan perempuan asing untuk mengadakan hubungan intim. Pernikahan dapat berakhir bila terjadi perceraian.
Wallahu a’lam bishawab.