Tak terasa kita sudah memasuki bulan Ramadhan. Nabi shallallahu’alaihi wa sallam menyebut Ramadhan sebagai bulan penuh keberkahan (syahrun mubârakun).
“Telah datang kepada kalian Ramadhan, bulan keberkahan. Allah telah mewajibkan kalian shaum di dalamnya. Di bulan itu pintu-pintu surga di buka, pintu-pintu neraka ditutup dan setan-setan dibelenggu. Di bulan itu terdapat suatu malam yang lebih baik dari seribu bulan. Barangsiapa tidak diberikan kepadanya kebajikan pada malam itu, berarti diharamkan baginya segala rupa kebajikan”. (H.R. Ahmad, An-Nasa’i, dan AlBaihaqi, dari Abu Hurairah).
Maka sungguh rugi, orang yang menyia-nyiakan bulan yang agung ini, sebagaimana sabda Nabi shallallahu’alaihi wa sallam:
“Sungguh rugi seseorang yang ketika (nama)ku disebut di sampingya tetapi dia tidak bershalawat atasku. Sungguh rugi seseorang yang bertemu dengan Ramadhan lalu Ramadhan berlalu darinya sebelum dosa-dosanya tidak diampuni.” (HR Tirmidzi)
Maka, bulan Ramadhan merupakan kesempatan berharga yang ditunggu-tunggu oleh orang-orang yang beriman kepada Allah dan ingin meraih ridha-Nya. Sehingga kaum Muslimin sudah seharusnya menyambut tamu agung tersebut dengan sebaik-baiknya. Imam Ibnu Rajab menyebutkan,
“Bagaimana mungkin orang yang beriman tidak gembira dengan dibukanya pintu-pintu surga? Bagaimana mungkin orang yang pernah berbuat dosa dan ingin bertobat serta kembali kepada Allah Ta’ala tidak gembira dengan ditutupnya pintu-pintu neraka? Dan bagaimana mungkin orang yang berakal tidak gembira ketika para setan dibelenggu?”
Oleh karena itu, jangan sampai kesempatan Ramadhan ini berlalu sia-sia. Raih keutamaan Ramadhan yakni dilipatgandakan pahala amal shaleh dengan sungguhsungguh. Perbanyak amal ibadah dengan agenda-agenda yang telah tersusun. Apakah tadarrus al-Qur’an, shalat sunnah, shadaqah, zakat, i’tikaf, qiyamul lail, amar makruf
nahi mungkar dan aktivitas taqarrub lainnya.
Ingat, Allah SWT mencintai hamba-hambaNya yang bertaqarrub kepada-Nya, terlebih lagi di bulan Ramadhan. Dalam hadits Qudsi, Allah SWT berfirman:
“Dan tidaklah hambaKu bertaqarub kepadaKu dengan sesuatu yang lebih Aku cintai dari apa yang Aku fardhukan atasnya, dan hambaKu terus bertaqarrub kepadaKu dengan amal-amal nawafil hingga Aku mencintainya …” (HR al-Bukhari, Ibnu Hibban dan al-Baihaqi).
Hadits ini menjelaskan bagaimana taqarrub yang lebih disukai oleh Allah, yaitu dengan melaksanakan apa yang diwajibkan dan melengkapinya dengan amalanamalan sunnah. Tentu, amal-amal fardhu harus diprioritaskan. Ibn Hajar al-‘Ashqalani menyatakan di Fath al-Bârî, sebagian ulama besar mengatakan bahwa
“Siapa yang fardhu lebih menyibukkan dia dari nafilah (amalan sunnah) maka dimaafkan, sebaliknya siapa yang nafilah menyibukkan dia dari amal fardhu maka dia telah tertipu”.
Hikmah diwajibkannya kita berpuasa adalah agar kalian bertakwa. Syeikh Abu Bakar Jabir al-Jazairi di dalam Aysar at-Tafâsîr menjelaskan makna firman Allah SWT ”la’allakum tattaqûn” yakni agar dengan puasa itu Allah mempersiapkan kalian untuk takwa yaitu melaksanakan perintah-perintah dan menjauhi larangan-larangan Allah
SWT (Al-Jazairi, Aysar at-Tafâsîr, I/80).
Melaksanakan perintah Allah dan meninggalkan larangan-Nya itu dilaksanakan karena kesadaran jiwa dan akal. Maka pelaksanaannya memerlukan pengetahuan syar’iy akan halal dan haram. Karenanya, takwa bisa juga dimaknai sebagai kesadaran akal dan jiwa serta pengetahuan syar’i terhadap wajibnya mengambil halal dan haram sebagai standar bagi seluruh aktivitas lalu merealisasikannya secara praktis (‘amalî) di
dalam kehidupan.
Oleh karena itu, seharusnya pasca Ramadhan nanti, akan lahir manusia-manusia baru, keluarga-keluarga baru, dan masyarakat baru yang bertakwa kepada Allah SWT, mengamalkan ajaran Islam, melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Bukankah ketakwaan yang diperintahkan oleh Allah tidak hanya bersifat individual? Apa maknanya pribadi baik tapi hidup dalam masyarakat yang mengingkari syariah Allah SWT?
Walhasil, semoga Ramadhan ini menjadi pemicu bagi kita kaum Muslim mewujudkan ketakwan hakiki, yakni menerapkan syariah Islam secara kaffah dalam seluruh aspek kehidupan: individu, keluarga, masyarakat, dan negara. Inilah wujud keimanan dan
ketakwaan yang sebenarnya.
“Jika sekiranya penduduk negeri-negeri tersebut beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (QS. Al-A’raf: 96)
Semoga Ramadhan kali ini menjadi pintu terbukanya keberkahan bagi negeri ini. Aamiin[]
Sumber: KUMPULAN KAJIAN ISLAM/ TAUSIYAH RAMADHAN 1443 H/ 2022 M
Dewan Masjid Digital Indonesia (DMDI)