Oleh. Afiyah Rasyad
(Aktivis Peduli Ummat)
Marhaban ya Ramadhan. Semerbak mewangi aroma Ramadhan mulai tercium. Gerbangnya sudah tampak di pelupuk mata. Hati berharap, raga dan jiwa bisa bersua dengannya dan memahat kepatuhan pada Sang Pemilik semesta. Ramadhan adalah bukan mulia dan penuh berkah.
Ramadhan karim bukanlah ketaqwaan semusim. Ramadhan ditetapkan oleh Alalh sebagai bulan diwajibkannya berpuasa sebulan penuh agar kaum muslim menjadi pribadi yang bertaqwa. Ketaqwaan totalitas, bukan sekadar di bukan Ramadhan. Sebagaimana firman Allah SWT:
“Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS Al-Baqarah: 183)
Saat ini, memang banyak fenomena ketaqwaan semusim. Hanya di bulan Ramadhan, kaum muslim seakan dekat dan tunduk pada Allah. Pakaian muslim dikenakan, aurat tertutup meski tak sempurna, amalan sunnah pun berlomba-lomba dilakukan. Tapi, setelah Ramadhan pergi, pakaian taqwa itu entah ke mana bersembunyi.
Ramadhan harusnya membekas kuat dalam jiwa kaum muslim. Sayangnya, sekularisme menghalangi kaum muslim menjadi muslim sejati dengan ketaqwaan yang terus terpatri dalam diri. Pemisahan agama dengan kehidupan menjadikan bulan-bulan lain selain Ramadhan seperti jalan tol kemaksiatan. Hal ini tentu tak lepas dari riayah atau pengurusan negara terhadap seluruh rakyat, termasuk kaum muslim. Hingga kini negara masih setia dengan aturan kehidupan tanpa peranan agama. Sehingga, ketaqwaan semusim marak terjadi.
Sungguh, ketaqwaan yang sesungguhnya mengandung konsekuensi agung, yakni kepatuhan menjalankan semua perintah Allah dan meninggalkan seluruh larangan-Nya. Ketaqwaan sebagai buah dari ibadah puasa seharusnya menjadi bekal untuk 11 bulan berikutnya hingga bersua kembali dengan Ramadhan. Konsekuensi kepatuhan tanpa tapi dan tanpa nanti harus diwujudkan setiap saat, tak menunggu musim Ramadhan saja.
Perjalanan puasa 30 hari di bulan yang penuh ampunan seharusnya menjadi cambuk bagi kaum muslim untuk tobatan nasuha agar lepas Ramadhan selendang taqwa tetap dikenakannha. Berkah Ramadhan lainnya pun menjadi bonus dalam tiap amalan yang pahalnya bisa berlipat. Amalan wajib dilipat ganda, amalan sunnah pahalanya seperti amalan wajib. MasyaAllah. Tak layak seorang muslim hanya menautkan hati hanya pada ketaqwaan semusim.
Satu malam lebih utama dari seribu bulan pun ada di dalam bulan Ramadhan karim. Momen Lailatul Qodar ini seharusnya dicari dan dinanti dalam 10 malam terakhir Ramadhan demi menyempurnakan bekal taqwa untuk sebelas bulan berikutnya. I’tikaf adalah jalan untuk berburu Lailatul Qodar. Saat ketaqwaan bukan ketaqwaan semusim, maka hati akan terus merindu momen ini di bulan Ramadhan.