Rahmatan Lil ‘Alamin Tanpa Formalisasi Syariat

Oleh. H. M Ali Moeslim

Bismillahirrahmanirrahim

Mengapa muncul pertanyaan tentang perlukah formalisasi syariat Islam? Atau bisakah meraih maqhasidu-syar’i (tujuan adanya syariat) tanpa penerapan dan pelaksanaan syariat Islam yang kaffah? Pertanyaan-pertanyaan tersebut muncul karena kita hidup di alam sekularisme dimana agama -baca syariat Islam- dipisahkan dari kehidupan, dipisahkan dari negara. Agama menjadi aturan yang berada pada wilayah masing-masing individu saja.

Saat syariat Islam menjadi sistem atau tata aturan kehidupan harian dalam segala segi kehidupan, maka pertanyaan tersebut tidak akan muncul. Sejak Nabi Muhammad Saw. mendirikan Negara Madinah, kemudian dilanjutkan oleh Khulafaur Rasyidin, lalu dilanjut para khalifah dari keturunan Umayyah, Abasiyyah, dan Utsmaniyyah selama lebih kurang 14 abad lamanya, syariat Islam itulah yang diterapkan negara dan pemerintahan. Syariat Islam mengatur semua segi kehidupan walaupun tata aturan itu banyak yang tidak tertulis. Adapula yang tertulis secara formal, lebih karena itu perintah khalifah untuk dituliskan sebagai pedoman di kemudian hari, menjadi dokumen dan nomenklatur sejarah seperti kitab Kharajiyyah (tanah kharaj) pada zaman Khalifah Harun Al-Rasyid.

Masyarakat yang hidup dalam Daulah (Negara) Islam itu mafhum bahwa syariat Islam inilah yang berjalan mengatur kehidupan mereka dalam setiap seginya. Begitupula masyarakat di luar Daulah Islam tahu bahwa masyarakat Daulah Islam itu berada dalam sistem syariat Islam. Perlu dipahami, ketika Nabi Muhammad Saw. diutus oleh Allah, beliau bukan hanya diutus untuk menjadi nabi dan rasul yang bertugas untuk menyampaikan risalah saja, namun Nabi Muhammad saw. juga ditugaskan untuk menerapkan pemerintahan berdasarkan wahyu yang Allah SWT. turunkan. Allah SWT. berfirman:

وَأَنِ ٱحۡكُم بَيۡنَهُم بِمَآ أَنزَلَ ٱللَّهُ وَلَا تَتَّبِعۡ أَهۡوَآءَهُمۡ وَٱحۡذَرۡهُمۡ أَن يَفۡتِنُوكَ عَنۢ بَعۡضِ مَآ أَنزَلَ ٱللَّهُ إِلَيۡكَۖ ٤٩

“Hendaklah kamu menerapkan hukum di antara mereka dengan apa yang telah Allah turunkan. Janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. Berhati-hatilah terhadap tipu daya mereka kepadamu yang bisa memalingkan kamu dari sebagian yang Allah turunkan kepadamu.” (QS Al-Maidah: 49)

Lalu setelah beliau wafat, sistem pengaturan dan penjagaan masyarakat dilanjutkan oleh para khalifah. Sistem pemerintahannya disebut Khilafah, yakni institusi penerapan seluruh syariat Islam yang terkait dengan publik (fardhu kifayah) yang hanya berjalan efektif dan optimal dengan kehadiran negara.

Keberadaan Khilafah juga sekaligus metode mempersatukan ummat Islam sedunia dan menyebarkan rahmat ke seluruh alam. Di dalamnya ada berbagai sistem yang diterapkan seperti sistem ekonomi, pendidikan, pergaulan, hubungan internasional, dll. Tak cuma sistem pemerintahan yang ada, apalagi cuma suksesi. Kekuasaan dalam Khilafah ada pada ummat. Keamanan negara di tangan kaum Muslim.

Khalifahlah yang bertanggung jawab memilih dan menerapkan salah satu pendapat fikih Islam yang paling kokoh dalil syar’i maupun manath al-hukmi-nya. Semua ditujukan untuk kebaikan seluruh alam, tidak hanya bangsa tertentu, golongan tertentu, bahkan tak hanya untuk manusia.

Para khalifah itulah yang melakukan formalisasi hukum Islam (menjadi hukum positif) dari aktifitas legislasi (tasyri) hukum syariat Islam. Perlu dipahami bahwa legislasi (at-tasyri’) dalam Islam memiliki dua makna. Pertama, menyusun hukum syariat dari awal. Kedua, mengadopsi dan menjelaskan hukum yang digali dari syariat yang telah ada.

Islam menetapkan bahwa penyusunan hukum syariat dari awal semata-mata hanya menjadi hak Allah SWT. Manusia tidak berhak untuk membuat suatu keputusan hukum sendiri terkait halal atau haram.

Adapun makna kedua, yakni mengadopsi dan menjelaskan hukum yang digali dari syariat yang ada. Dalam hal ini, Allah SWT. sebagai Al-Hakim (Pembuat hukum) telah memerintahkan hamba-Nya yang beriman untuk merujuk pada kitab-Nya dan Sunnah Rasululullah Saw. guna menggali hukum dan menjelaskannya.

Pihak-pihak yang melegislasi hukum dalam pengertian ini -berupa aktivitas menggali dan melahirkan hukum dari sumber-sumber syariat/hukum- adalah para mujtahid dari kalangan kaum Muslim. Mereka berkewajiban memahami nash syariah, menggali serta melahirkan hukum-hukum dengan ijtihad. Dengan demikian, hukum Islam akan selalu up to date, senantiasa selaras dengan zaman, bahkan hingga Hari kiamat. Hal tersebut karena Islam senantiasa mendorong para mujtahid menggali hukum dari sumber hukum utama, yakni Al-Qur’an dan As-Sunnah.

Begitupula tidak akan ada pernyataan bahwa substansi syariat akan tercapai tanpa penerapan atau formalisasi syariah dalam kehidupan bernegara. Misalnya keadilan, bisakah ditegakkan jika yang diterapkan bukan hukum Allah SWT? Adil bukan sekadar kata di mulut, tapi memiliki definisi dan perspektif yang khas.

Dalam Islam, seorang pencuri yang telah mencapai ukuran tertentu dalam had pencurian wajib dipotong tangan, itulah keadilan bagi pencuri. Sebab, jika dia hanya dipenjara dua tahun misalnya, hal itu tak bisa menjadi penebus dosa karena hukumnya tidak sesuai syariat Islam. Serta
pencuri yang dipenjara 2 tahun misalnya, menyebabkan dirinya tidak dapat menanggung nafkah keluarnya. Hal ini, merupakan kezaliman bagi anak istri dan keluarganya. Problem lainya adalah pencuri lainnya tidak akan jera sehingga kasus pencurian tidak akan turun apalagi berhenti.

Belum lagi hukuman penjara itu menambah biaya instruktur termasuk gaji petugas dan menyiapkan makanan bagi para penghuni penjara yang sangat mahal. Begitu pula maqhasidu syar’i tentang kesejahteraan yang akan diraih. Bagaimana bisa sejahtera, jika syariat Islam tidak ditegakkan? Bagaimana rakyat negeri ini sejahtera jika sumber daya alam yang merupakan karunia Allah SWT. dikangkangi atau dirampok Amerika, China dan lain lain, atau dikuasai kelompok minoritas negeri ini? Bagaimana bisa syariat Islam menjadi rahmatan lil alamiin tanpa formalisasi?

Wallahu a’lam bishawab.

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi