Pendidikan di Persimpangan Jalan

Oleh. K.H. M Ali Moeslim

Bismillahirrahmaanirrahiim

Prinsip dasar dari pendidikan di sebuah negara itu hanyalah bagian belaka dari sistem kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Jika sistem kehidupan bermasyarakat dan bernegaranya sekular, tentu sistem pendidikannya pun sekular, bahkan juga materialistik.

Bagaimana tidak, dalam sistem kehidupan sekular, aturan-aturan, pandangan, dan nilai-nilai Islam tidak pernah secara sengaja untuk menata atau “mengurusi” berbagai bidang.

Dalam bidang ekonomi misalnya, kegiatan ekonomi digerakkan semata untuk meraih perolehan materi tanpa memandang halal dan haram, bathil atau benar dalam hukum Islam. Dalam tatanan budaya misalnya, budaya telah berkembang secara liar sebagai bentuk ekspresi pemuas nafsu jasmani semata.

Kegalauan umat saat ini pun begitu tampak, tulisan yang ditulis oleh Prof. Dr. Fahmi Amhar dengan judul “CIRI CIRI ORANG YANG KELIHATAN SHOLEH TAPI PEMIKIRAN MASIH SEKULAR” misalnya:

“Orang itu, subhanallah, begitu sholehnya.
Tak pernah ia ketinggalan sholat shubuh di masjidnya. Puasa Dawud juga selalu dikerjakannya. Istri dan putri-putrinya juga memakai jilbab dengan anggunnya. Taddarus Qur’an, ya setiap hari minimal satu juz dibacanya. Menghafal Qur’an bahkan salah satu obsesinya. Dia juga gemar bersedekah ke siapa saja. Atau silaturahmi ke para Ulama dan orang-orang tua.

Shalawat dan dzikir sering menghias bibirnya. Kalau pilih makanan, halal itu nomor satu baginya. Dan pergi umrah menjadi ritual tahunannya. Ya, orang itu begitu sholehnya.

Namun, dia menganggap perbankan ribawi tak usah dilarang negara; toh bank syariah sudah dibolehkan, biarlah semuanya saling berlomba. Soal HPH, konsensi tambang atau sejenisnya itu bukan urusan ulama; biarlah semua diserahkan kepada para ahlinya. Ulama juga tidak usah ribut soal utang luar negeri yang terus berbunga, kalau perlu datangkan pakar dari IMF atau Bank Dunia.

Dia juga menganggap pelacuran di berbagai kota bukan urusannya; toh negara belum mampu memberikan solusi pada para PSK-nya; yang penting dia tidak terlibat, apalagi menikmatinya. Kalau soal pornografi, ulama silakan menjaga umatnya saja; tidak usah ribut-ribut, apalagi mendemo televisi dan media.

Dia juga menganggap wajar miras ditawarkan di hotel bintang lima, kan ada turis asing atau nonmuslim yang menikmatinya; yang penting bukan di minimarket di dekat rumahnya. Dia bahkan menganggap hukuman hudud dan qishash itu tidak perlu ada, karena hukuman yang sekarang ini sudah lebih adil begitu rupa. Maka ternyata, orang sholeh itu bisa sekuler juga.

Seolah-olah Al-Qur’an yang dia baca, itu hanya untuk individu saja, sama sekali tidak berlaku untuk masyarakat, apalagi negara. Kita yang selama ini salah duga, seolah-olah, yang sekuler itu pasti fasiklah orangnya. Padahal antara kesalehan individu dan kesalehan sosial, ya inilah bedanya. Orang sholeh yang sebenarnya tidak pernah membedakan ayat tentang puasa:

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa.” (QS. Al-Baqarah: 183)

Dengan ayat tentang qishaash atas pembunuhan berencana:

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba dan wanita dengan wanita. Maka, barangsiapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya, hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi maaf) membayar (diyat) kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik (pula). Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Rabb kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampui batas sesudah itu maka siksa yang sangat pedih baginya.” (QS. Al Baqarah: 178)

Dia tidak membeda-bedakan ayat karena semua adalah perintah-Nya. Dan Dia Yang Mahatinggi lebih tahu tentang segalanya.”

Islam begitu jelas tidak mengenal pemisahan (sekularisasi) antara urusan ritual dengan urusan duniawi. Umpamanya salat, puasa bulan Ramadhan, zikir yang merupakan ibadah mahdhah adalah bagian dari syariat Islam, di mana umat mesti terikat. Sebagaimana keterikatan umat Islam dalam syariat yang lain dalam bidang ekonomi, sosial, pulitik, budaya maupun hukum hukum.

Harus kita sadari bahwa terjadi kelemahan yang masif pada tiga unsur pelaksana pendidikan yakni:

(1) Kelemahan pada lembaga pendidikan formal tercermin pada kacaunya kurikulum serta tidak berfungsinya guru sebagai pendidik, tapi semata sebagai pengajar bahkan transfer ilmu pengetahuan saja. Serta lingkungan sekolah atau kampus sebagai media pendidikan karakter atau kepribadian seorang muslim.
(2) Kehidupan keluarga yang tidak mendukung.
(3) Keadaan masyarakat yang abai atau tidak peduli terhadap ajaran agama dan keterikatan pada syariat Islam yang kaffah.

Secara paradigmatik, pendidikan harus dikembalikan pada asas akidah Islam yang akan menjadi dasar penentuan arah dan tujuan pendidikan, kurikulum, standar nilai ilmu pengetahuan, serta proses belajar mengajar. Berlangsung secara berkesinambungan mulai dari TK sampai perguruan tinggi dengan berkualitas, murah bahkan bila perlu gratis.

Sebagaimana tujuan pendidikan dalam Islam adalah upaya sadar dan terprogram, serta sistematis dalam upaya membentuk manusia yang berkepribadian Islam, menguasai tsaqofah Islam dan menguasai ilmu kehidupan. Bagaimana Rasulullah saw. telah memberikan tiga langkah dalam mendidik umat, yakni:

Pertama, menanamkan akidah Islam dengan metode tepat yakni sesuai dengan kategori akidah Islam, yakni aqidah ‘aqliyah (membentuk keyakinan melalui proses berpikir).

Kedua, bertekad bulat untuk senantiasa sikap dan perilakunya tegak di atas fondasi Islam dan hanya rida Allah yang menjadi tujuan hidup.

Ketiga, membakar semangat untuk bersungguh-sungguh mengembangkan kepribadian dan pemikirannya dengan tsaqafah Islam, mengamalkan, dan memperjuangkannya dalam seluruh aspek kehidupan sebagai konsekwensi ketakwaan kepada Allah Swt.

Wallahu a’lam bishawab.

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi