Dalam perspektif Islam, meditasi yoga jelas haram dipraktikkan, darimulai filosofi keseluruhan hingga filosofi gerakan, jelasnya mengandung keyakinan di luar Islam.
Mempraktikkannya, dengan alasan apapun, pengobatan atau terapi kesehatan, adalah alasan yang tidak bisa dibenarkan, Islam hadir mengatur aspek keyakinan, pengobatan hingga terapi kesehatan, tidak boleh diambil dari praktik pengobatan atau terapi di luar Islam.
Tasyabbuh bi al-kuffar itu jelas diharamkan, sama saja apakah tasyabbuh pada aspek keyakinan maupun ritual dan amal perbuatan, konsekuensi tasyabbuh tersebut tergantung apa dan sejauh mana tasyabbuh tersebut, bisa jatuh pada dosa besar bahkan murtad, keluar dari Islam, wal ‘iyadzu billah. Dari Ibn ’Umar -radhiyallâhu ’anhu-, ia berkata bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
”Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk golongan kaum tersebut.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, Ibn Abi Syaibah)
Lafal man diikuti dengan fi’il tasyabbaha menunjukkan keluasan cakupan subjek, pelaku tasyabbuh (siapa saja) dan keluasan bentuk tasyabbuh itu sendiri (apa pun bentuknya: keyakinan dan perbuatan).
Umat hari ini, jelas membutuhkan eksistensi Khilafah untuk menjaga akidah, menjaga tauhid umat. Tauhid tak bisa dijaga dengan nasihat ulama belaka, tapi juga dijaga dengan apa yang ditegaskan al-Mushthafa Rasulullah ﷺ, teladan lintas generasi, salaf dan khalaf, sebagai “junnah”, perisai akidah, dari Abu Hurairah r.a.. bahwa Nabi Muhammad ﷺ bersabda:
«إِنَّمَا الْإِمَامُ جُنَّةٌ يُقَاتَلُ مِنْ وَرَائِهِ وَيُتَّقَى بِهِ»
_“Sesungguhnya al-imam (khalifah) itu perisai, dimana (orang-orang) akan berperang mendukungnya dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan) nya.”_ (HR. Al-Bukhari, Muslim, Ahmad)
Hadits yang agung ini, dalam ilmu balaghah bahkan ditegaskan dengan lafal “innama” yang berfungsi mengkhususkan dan menegaskan (al-qashr wa al-tawkid), menunjukkan penekanan Rasulullah ﷺ atas fungsi sosok penguasa sebagai perisai umat dari berbagai keburukan terutama dari penyimpangan akidah, sekaligus menunjukkan kefardhuan mengadakan al-Imam (khalifah) dengan fungsi tersebut jika ia tiada, sebagaimana pembahasan qarinah dalam ilmu ushul fikih.
Urgensi Khilafah ini semakin kentara, terlebih di zaman tatkala fitnah kekufuran, sebagaimana dikabarkan Rasulullah ﷺ yang bersabda:
«بَادِرُوا بِالْأَعْمَالِ فِتَنًا كَقِطَعِ اللَّيْلِ الْمُظْلِمِ، يُصْبِحُ الرَّجُلُ مُؤْمِنًا وَيُمْسِي كَافِرًا، أَوْ يُمْسِي مُؤْمِنًا وَيُصْبِحُ كَافِرًا، يَبِيعُ دِينَهُ بِعَرَضٍ مِنَ الدُّنْيَا»
_“Bersegeralah kalian beramal shalih, akan ada suatu masa ketika muncul berbagai fitnah seperti potongan malam gelap gulita, dimana seseorang beriman di waktu pagi dan kafir pada sorenya, dan beriman di waktu sore dan kafir pada paginya, ia menjual agamanya dengan harga dunia.”_ (HR. Muslim, Ahmad)