Mengurusi Lalat Tercebur

Oleh. H. M Ali Moeslim

Bismillahirrahmanirrahim

Tidak ada ajaran di muka bumi ini selain Islam yang mengatur segala urusan dengan begitu lengkap, dari perkara kecil sampai perkara besar, seperti bagaimana aturan ketika masuk toilet, masuk rumah, sampai masuk ke negeri asing atau bagaimana orang asing masuk ke negeri Islam. Begitu pula aturan tentang makan sampai aturan perang.

Bagaimana pula Islam dengan syariatnya memerintahkan untuk menutup bejana air, sampai bagaimana jika ada hewan kecil dan menjijikkan karena suka menempel di tempat kotor, yakni lalat yang tercebur ke dalam minuman kopi kita. Rasulullah Saw. bersabda:

وَأَوْكُوا الْأَسْقِيَةَ وَخَمِّرُوا الطَّعَامَ
وَالشَّرَابَ وَلَوْ أَنْ تَعْرُضُوا عَلَيْهِ بِعُودٍ

“Tutuplah bejana serta tempat makan dan minum, walaupun hanya engkau taruh sepotong kayu di atasnya.” (HR Ahmad)

Rasulullah Saw. juga bersabda:

“Jika ada seekor lalat yang terjatuh pada minuman kalian maka tenggelamkan, kemudian angkatlah (lalat itu dari minuman tersebut), karena pada satu sayapnya ada penyakit dan pada sayap lainnya terdapat obat.” (HR Bukhari)

Dari Hadits ini saja menunjukkan beberapa bukti tentang kebenaran Islam yang berasal dari Zat Yang Mahatahu (Al-Ilmu). Berkenaan dengan sayap lalat, saat ini ketika ilmu pengetahuan semakin maju berkembang, bahwa sayap kiri dari lalat itu mengandung mikroba yang tidak menguntungkan bagi manusia, namun sayap kanan adalah penawarnya.

Hal ini juga membuktikan bahwa ajaran Islam itu syumuliyah (aturannya mencakup segala aspek kehidupan). Bagaimana tidak, perkara yang kecil seperti lalat saja telah dibahas dan diatur bagi kemaslahatan manusia. Sementara manusia sebagai makhluk yang diciptakan memiliki misi di dunia untuk ibadah. Sebagaimana firman Allah:

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْاِنْسَ اِلَّا لِيَعْبُدُوْنِ

“Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku.” (QS Adz-Dzariyat: 56)

Maka, pastilah tata aturan kehidupan telah diturunkan semuanya untuk diikuti dan dijalankan oleh manusia:

وَيَوْمَ نَبْعَثُ فِيْ كُلِّ اُمَّةٍ شَهِيْدًا عَلَيْهِمْ مِّنْ اَنْفُسِهِمْ وَجِئْنَا بِكَ شَهِيْدًا عَلٰى هٰٓؤُلَاۤءِۗ وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْكِتٰبَ تِبْيَانًا لِّكُلِّ شَيْءٍ وَّهُدًى وَّرَحْمَةً وَّبُشْرٰى لِلْمُسْلِمِيْنَ ࣖ

“Dan (ingatlah) pada hari (ketika) Kami bangkitkan pada setiap umat seorang saksi atas mereka dari mereka sendiri, dan Kami datangkan engkau (Muhammad) menjadi saksi atas mereka. Dan Kami turunkan Kitab (Al-Qur’an) kepadamu untuk menjelaskan segala sesuatu, sebagai petunjuk, serta rahmat dan kabar gembira bagi orang yang berserah diri (Muslim).”

Islam adalah agama yang mengatur segala urusan dunia dan mengabarkan akhirat. Rasulullah Saw. bersabda:

“Islam itu tinggi dan tidak ada yang mengalahkan ketinggiannya.”

Syumuliyatul Islam mencakup tiga hal, yakni:

Pertama, syumuliyatul zaman, maksudnya risalah Islam berlaku untuk semua zaman dan generasi, bukan risalah yang terbatas oleh masa tertentu. Para nabi sebelum nabi Muhammad SAW diutus untuk periode tertentu dan waktu yang terbatas. Sedangkan Nabi Muhammad, diutus untuk umat manusia hingga akhir zaman. Namun, para nabi tersebut pada hakikatnya memiliki kesatuan risalah (QS Al-Anbiyaa ayat 25).

Kedua, syumuliyatul minhaj. Aspek ini meliputi al-asas, al-bina, dan al-mu’ayyidat. Islam adalah risalah yang sempurna bagaikan sebuah bangunan yang kokoh. Al-asas (fondasinya) adalah
al-aqidah (akidah). Bangunan Islam (al-bina) adalah al-akhlaq (akhlak), al-‘ibadah (ibadah), al muamalah (sosial), at-ta’jir (sangsi atas pelanggaran), dan al khilafah (penjaga asas wal bina).

Ketiga, syumuliyatul makan. Maksud dari konsep ini adalah Islam merupakan pedoman hidup yang tidak dibatasi oleh batas-batas geografis tertentu. Islam adalah adalah agama yang disyariatkan untuk seluruh umat manusia yang meliputi berbagai suku dan bangsa.

Islam sebagai salah satu agama terbesar di dunia. Namun, ummat Islam juga sering dihadapkan dengan berbagai permasalahan, terutama yang berkaitan problematika kehidupan. Apakah Islam dapat menjadi solusi (mualajah)? Tentu dengan merujuk pada sumber hukum yang pertama, yakni Al-Qur’an dan Sunnah, para ulama juga menggunakan ijma’ sahabat dan qiyas syar’i untuk menjawab itu semua.

Untuk menjawab problematika yang terjadi sepeninggal Nabi atau sebuah perkara yang tidak terjadi pada zaman di mana Nabi masih hidup, para ulama melakukan istinbhat atau penggalian hukum terhadap Al-Qur’an, Al-Hadits, ijma sahabat, dan qiyyas syar’i melalui jalan ijtihad.

Mayoritas ulama ushul fiqh sendiri memaknai ijtihad adalah pencurahan segenap kesanggupan (secara maksimal) seorang ahli fikih dengan syarat-syatat keilmuan mujtahid untuk mendapatkan pengertian tingkat dhanni terhadap hukum syariat. ijtihad sendiri dalam khazanah keilmuan Islam memiliki beberapa fungsi yakni:

Pertama al-ruju’ (kembali), mengembalikan ajaran-ajaran Islam kepada Al-Qur’an dan Sunnah dari segala interpretasi yang kurang relevan.

Kedua, al-ihya (kehidupan), menghidupkan kembali bagian-bagian dari nilai dan Islam semangat agar mampu menjawab tantangan zaman.

Ketiga, al-inabah (pembenahan): membenahi pendapat yang mungkin keliru terhadap suatu perkara dan dianggap benar oleh mayoritas masyarakat, padahal bukan merupakan pendapat yang terkuat.

Wallahu a’lam bishawab.

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi