Oleh. Christiono
Pada masa Nabi dahulu, yang kemudian diikuti oleh para penggantinya yaitu Khulafaur Rasyidin dan berlanjut kepada era kekhalifahan, masjid berfungsi sangat vital sebagai pusat peradaban yang di dalamnya dilakukan berbagai aktivitas. Mulai dari ibadah mahdhah, kegiatan muamalah, interaksi antara pemimpin dengan umatnya dan antara masyarakat satu dengan lainnya, sebagai tempat menimba ilmu pengetahuan, tempat tinggal bagi orang yang dalam perjalanan, sebagai rumah sakit, bahkan sebagai benteng dan lain sebagainya. Peran masjid yang begitu sentral seperti itu terbukti bisa menjadi penyangga kestabilan dan menjadi penyebab majunya peradaban Islam.
Bagaimana kondisi masjid saat sekarang, apakah masih berfungsi sebagaimana pada masa-masa tersebut di atas? Kenyataan menunjukkan bahwa saat ini kebanyakan masjid hanya difungsikan sebagai tempat ibadah, tempat untuk menyembah Allah namun kurang difungsikan sebagai tempat untuk muamalah, interaksi antar umat, apalagi untuk urusan politik dan kenegaraan. Hal tersebut mengindikasikan kebenaran pernyataan bapak bangsa sekaligus Ulama kita Moh. Natsir: “Islam beribadah dibiarkan, Islam berekonomi diawasi, Islam berpolitik dicabut seakar-akarnya.”
Keterpurukan peradaban Islam saat ini semakin menempatkan posisi umat Islam berada di bawah tekanan ideologi lain yang tidak henti-hentinya merangsek pemikiran umat Islam agar menjauh dari ajarannya dan mengikuti cara berpikir mereka yang sekuler. Masjid sebagai tempat yang paling ideal untuk mempertahankan mindset Islam agar umat Islam dalam melakukan segala kegiatannya selalu berpedoman pada ajaran agamanya tentu menjadi salah satu sasaran utama. Indonesia sebagai negara berpenduduk mayoritas beragama Islampun tidak jauh berbeda dengan negara Muslim lainnya dalam memfungsikan masjid, bahkan terlihat kesan adanya kecurigaan penguasa terhadap kegiatan yang dilakukan di masjid antara lain dengan adanya sinyalemen dari BIN bahwa 41 masjid dari 100 yang ada di lingkungan kementerian, lembaga, dan BUMN, terpapar radikalisme.
Menjadi tugas umat Islam saat ini untuk mengupayakan dikembalikannya fungsi masjid seperti dahulu sebagai salah satu strategi ditegakkannya kembali peradaban Islam di atas dunia. Masjid sebagai tempat bermunajat ke hadirat Yang Maha Kuasa sangat cocok dijadikan sebagai markas umat Islam agar setiap gerak langkah dan strategi perjuangannya tidak keluar dari aturan yang ditetapkanNya sehingga pertolonganNya pun akan datang segera. Suasana masjid akan memungkinkan nilai-nilai Islam untuk diimplementasikan ke dalam kehidupan nyata sebagai petunjuk bagi gerak langkah perjuangan demi tegaknya kembali peradaban mulia.
Perkembangan Fungsi Masjid dari Waktu ke Waktu.
Dalam sebuah artikelnya yang berjudul: ”PITIK di Masjid itu Radikal,” Tri Widodo mengutip dari Muhammad Ash-Shallabi dalam kitabnya Sejarah Lengkap Rasulullah, menulis yang intinya:
Masjid sebagai simbol universalitas Islam memiliki peran:
1. Masjid dibangun untuk tempat beribadah, yaitu shalat bagi orang mukmin, dan tempat mengingat Allah, mentasbihkan-Nya, mensucikan-Nya, memuji-Nya, dan menyatakan syukur atas nikmat yang diberikan kepada mereka.
2. Masjid merupakan tempat bertemunya Rasulullah dengan para Sahabat dan orang luar yang menyatakan keimanan.
3. Masjid menjadi tempat untuk menimba ilmu pengetahuan, sebagaimana yang dianjurkan Al-Qur’an. Masjid sebagai tempat para kaum mukmin untuk mengasah pikiran dan akal mereka serta tempat untuk menimba ilmu bagi setiap orang dari setiap penjuru.
4. Masjid juga berfungsi untuk tempat tinggal bagi orang asing dan orang yang dalam perjalanan tanpa perlu membayar sedikit pun.
5. Masjid juga berguna sebagai benteng untuk mengumpulkan para mujahid ketika mereka berlarian. Di dalamnya terpancar keagungan jihad dan dakwah kepada Allah. Panji para pemimpin dikibarkan di dalamnya sehingga mereka siap untuk terjun ke medan laga. Di bawah naungan masjid, berdiri tegak para tentara Allah yang selalu siap meraih kemenangan dan mati syahid.
6. Masjid pun berfungsi sebagai rumah sakit yang siap menampung para tentara Allah yang terluka dan membutuhkan perawatan. Sehingga Nabi dapat dengan mudah mengontrol keadaan mereka, memberikan pengobatan tanpa kesulitan.
7. Masjid juga berguna sebagai kantor pos yang menyebarkan berita dan surat. Dari sana pula didapat kabar situasi politik, damai, dan perang, demikian juga berita kemenangan. Disana pula diperoleh berita mengenai orang yang mati syahid dalam peperangan jihad supaya dapat menghibur orang yang kehilangan serta untuk memacu semangat orang yang berkompetisi meraih syahid.
8. Masjid juga bisa merupakan alat kontrol masyarakat muslim. Disana dapat diketahui gerakan-gerakan musuh yang mengancam, terlebih lagi para musuh yang hidup bersama mereka dan berbaur dengan mereka di dalam negara dari fitnah Yahudi, kejahatan kaum munafik dan kebohongan kaum paganis yang tetap memegang teguh kepada kemusyrikan. Sehingga masyarakat muslim selamat dari pengkhianatan mereka.
Peran atau fungsi masjid seperti yang dicontohkan selama masa Nabi SAW memerintah tersebut kemudian diteruskan oleh para Khulafaur Rasyidin dan berlanjut terus hingga era kekhilafahan Islam. Banyak bukti-bukti yang menunjukkan bahwa masjid pernah difungsikan sebagaimana pada masa kejayaan Islam dahulu, antara lain adalah keberadaan masjid yang terintegrasi dengan istana sebagai pusat pemerintahan dan juga pasar sebagai pusat kegiatan ekonomi. Jejak-jejak keberadaan masjid sebagai pusat peradaban seperti itu masih bisa kita temui di bekas kerajaan yang ada di Indonesia saat ini.
Tetapi sangat disayangkan peran dan fungsi dari masjid seperti yang pernah dilakukan oleh umat Islam pada masa kejayaannya saat ini tinggal kenangan atau hanya berupa peninggalan secara fisiknya saja. Yang dominan terlihat adalah masjid yang difungsikan hanya sebagai tempat untuk kegiatan ibadah yang bersifat ritual, jikapun ada beberapa masjid yang melakukan kegiatan ekonomi di masjid, itu hanyalah sebatas kegiatan ekonomi mikro yang tidak berdampak luas. Saat ini fungsi pendidikan untuk menimba ilmu sudah dialihkan dari masjid ke institusi pendidikan yang mengadopsi sistem pendidikan Barat yang sekuler, fungsi kesehatan diambil alih oleh rumah sakit yang terpisah dari masjid bahkan sistem kesehatan yang diterapkan sudah lebih berorientasi pada keuntungan, fungsi ekonomi pun sudah dikuasai oleh sistem perbankan yang kapitalistik.
Kendala yang Dihadapi dalam Memfungsikan Kembali Masjid Sebagaimana Pada Masa Kejayaan Islam
Sebenarnya umat Islam sudah mulai menyadari betapa pentingnya masjid diberikan fungsi sebaimana pernah dilakukan oleh Nabi SAW sampai pada masa kejayaan Islam dalam rentang waktu yang begitu panjang, tetapi ternyata dalam kenyataannya tidaklah semudah apa yang dipikirkan. Banyak kendala yang harus dihadapi oleh umat Islam untuk merealisasikan hal tersebut, baik kendala yang berasal dari luar maupun kendala yang justru berasal dari dalam diri umat Islam sendiri.
1. Kendala yang berasal dari luar:
a. Adanya campur tangan Barat dalam rangka menghalangi bangkitnya umat Islam.
Seperti sudah sering dibahas, pihak musuh Islam khususnya masyarakat Barat selalu ingin menghalang-halangi kebangkitan umat Islam karena tidak ingin superioritas mereka terganggu. Mereka menyadari betul bahwa umat Islam memiliki potensi yang sangat besar sehingga kebangkitan Islam akan mengancam eksistensi mereka sebagai penguasa dunia saat ini. Oleh karena itu segala daya upaya selalu mereka lakukan untuk mencegah terjadinya kebangkitan Islam, dalam hal ini masjid sebagai tempat yang strategis bagi bangkitnya umat Islam akan selalu diganggu agar tidak lagi berfungsi sebagai pusat perjuangan Islam.
b. Tekanan yang dilakukan oleh pihak penguasa.
Hampir semua negara berpenduduk Muslim memiliki sistem pemerintahan yang tidak berdasarkan kepada syari’at Islam,mereka mengadopsi sistem yang berasal dari Barat yang notabene memiliki dendam sejarah pada Islam. Maka bagaimana akan bisa dihasilkan suatu pemerintahan yang secara substansi membela kepentingan umat Islam? Yang terjadi justru sebaliknya, mereka malah berperan sebagai proxy bagi kepentingan Barat termasuk dalam upayanya untuk menekan kebangkitan Islam, salah satunya adalah dengan menjauhkan kegiatan sosial keumatan, ekonomi dan pemerintahan dari masjid agar nilai-nilai Islam yang unggul tidak dijadikan acuan.
c. Tekanan yang dilakukan oleh kelompok minoritas nonmuslim.
Kelompok minoritas nonmuslim seringkali ikut bersuara miring terhadap setiap kegiatan yang diadakan di masjid yang mereka anggap mengganggu atau mengancam mereka. Mereka melakukan semua itu dengan dalih toleransi, kemanusiaan dan persamaan hak. Dengan memanfaatkan kondisi umat Islam yang lemah dan penguasa yang kurang berpihak pada umat Islam, mereka semakin berani bersuara, apalagi ada sinyalemen bahwa pihak luar memberi dukungan baik moril ataupun materiil terhadap apa yang mereka perjuangkan.
2. Kendala yang berasal dari dalam diri umat Islam:
a. Kondisi umat Islam yang tertinggal dalam segala bidang kehidupan.
Akibat dari runtuhnya peradaban Islam sejak jatuhnya kekhilafahan terakhir di Turki, kondisi umat Islam di seluruh dunia mengalami keterpurukan sehingga menjadikan posisinya berada di bawah sistem lain yang saat ini menguasai dunia. Ketertinggalan ini meliputi aspek ipoleksosbudhankam dan juga teknologi dengan jarak yang sedemikian jauh sehingga seakan mustahil untuk dikejar tanpa ada perubahan mendasar pada diri umat Islam. Ketertinggalan tersebut sangat berpengaruh terhadap kejiwaan sebagian besar umat Islam yang kemudian sebagian merasa berputus asa dan mengalihkan perhatiannya kepada aspek ibadah secara vertikal di dalam masjid.
b. Adanya perpecahan di kalangan umat Islam.
Di atas telah disinggung bahwa musuh Islam selalu berupaya untuk menghalangi bangkitnya kembali peradaban Islam, diantaranya dengan memecah belah umat Islam sebagaimana yang dilakukan oleh Rand Corporation dengan klasifikasinya. Sayangnya upaya Rand Corporation tersebut justru secara tidak langsung malah “disokong” oleh umat Islam sendiri dengan membentuk kelompok-kelompok yang eksklusif, merasa paling benar, saling menyalahkan kelompok lainnya dan memberikan label moderat, liberal, fundamental/radikal dan yang lainnya. Masjid yang seharusnya terbuka untuk seluruh umat Islam tanpa kecuali, kadang “dikuasai” oleh kelompok tertentu yang kemudian mengarahkan kegiatan masjid sesuai dengan keinginan kelompoknya.
Strategi Untuk Mengembalikan Fungsi Masjid Sebagai Pusat Peradaban Islam
1. Memperkuat aqidah pengelola masjid beserta jama’ahnya.
Aqidah merupakan pondasi yang utama bagi seorang Muslim agar segala olah pikir dan gerak lakunya selalu hanya diperuntukkan karena Allah semata. Dengan pemahaman aqidah yang kuat, seorang Muslim akan menomorsatukan Allah dibandingkan dengan diri pribadi, keluarga, pertemanan maupun kelompoknya. Kekuatan aqidah juga akan menjadi benteng pertahanan yang kokoh terhadap gempuran ideologi-ideologi buatan manusia yang semakin gencar yang datang dari segala penjuru dan disokong oleh kekuatan besar dunia.
Pengelola masjid atau yang biasa disebut sebagai Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) merupakan tulang punggung bagi jalannya roda kegiatan masjid dan menjadi penentu arah dan orientasi. Oleh karena itu menjadi sesuatu yang sangat penting untuk membentuk karakter para pengelola masjid dengan pembekalan aqidah yang kuat agar mampu memberi arah kepada Islam yang benar dalam mengelola masjid beserta jama’ahnya. Beberapa langkah bisa dilakukan dalam memberikan pembekalan aqidah dimaksud:
a. Mengirim pengelola masjid ke pondok pesantren ternama untuk menimba ilmu aqidah kepada Ulama yang hanif.
b. Setelah memiliki pemahaman aqidah yang kuat, pengelola masjid tersebut kemudian mengajarkannya kepada jama’ah masjid.
c. Dengan adanya pemahaman aqidah yang baik dari pengelola dan jama’ah masjid, arah kegiatan masjid perlahan-lahan dikembalikan kepada fungsinya sebagai cikal bakal pusat peradaban Islam.
2. Menjadikan masjid sebagai mercu suar yang memancarkan nilai-nilai Islam yang universal.
Sebagai agama yang rahmatan lil ‘alamin (menjadi rahmat bagi semesta alam), ajaran Islam pasti mengandung nilai-nilai universal yang cocok, bisa dipahami dan menjadi kebaikan bagi semua makhluk di alam tidak terkecuali. Oleh karena itu apabila didapati ada orang atau masyarakat yang tidak paham atau tidak merasakan adanya kebaikan pada nilai-nilai yang diajarkan Islam, boleh jadi itu bukan karena kebodohan atau karena mereka tidak mau menerima kebaikan tersebut tetapi mungkin karena orang Islamnya yang masih belum paham atau tidak pandai menerangkan atau memberi contoh nilai-nilai Islam tersebut pada diri atau kelompoknya. Maka peran masjid menjadi sangat penting sebagai sarana untuk menyuarakan nilai-nilai dan kebaikan Islam yang bersifat universal itu sehingga akan menarik perhatian semua orang untuk menerima ajakan kebaikan Islam.
3. Menjadikan masjid sebagai tempat untuk merangkul semua pihak kepada Islam.
Esensi dakwah adalah ”mengajak”, artinya memanggil orang lain untuk mendekat agar bisa dirangkul dan diajak pada kebaikan. Orang akan mau mendekat apabila dia merasa aman, nyaman dan dengan mendekatkan dirinya dia akan mendapatkan kebaikan. Berikut ini beberapa cara agar orang atau pihak lain mau mendekat kepada Islam melalui masjid:
a. Mengajak penguasa untuk mendekat ke masjid, dengan cara sebisa mungkin menghindari terjadinya konfrontasi dan dengan mentaati aturan yang ada serta mendukung program pemerintah yang sejalan. Cara yang tegas atau keras pada penguasa sementara kekuatan belum ada hanya akan menjadi kontra produktif bagi dakwah Islam.
b. Mengajak minoritas nonmuslim agar tidak bersikap memusuhi umat Islam dengan cara dakwah yang tidak menyinggung ataupun menyakiti perasaan mereka dan menjelaskan kebaikan Islam untuk semuanya.
c. Mengajak saudara sesama Muslim yang masih belum memahami Islam dengan cara mengajak diskusi secara santun dan memberikan contoh kebaikan Islam pada diri sendiri.
4. Berupaya untuk memfungsikan masjid sebagaimana seharusnya sesuai dengan kemampuan yang ada.
Masjid harus mulai difungsikan kembali seperti yang pernah dilakukan pada masa Nabi dan pemerintahan Islam selanjutnya. Tetapi dengan adanya berbagai kendala seperti yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, pengelola masjid harus pandai-pandai melihat peluang mana fungsi yang sudah memungkinkan untuk dilakukan lalu membuat perencanaan. Sebenarnya banyak fungsi masjid yang bisa dijalankan tetapi belum dilakukan, seperti:
a. Fungsi ekonomi, dengan memanfaatkan sistem Baitul Mal dan mengembangkannya sesuai dengan ekonomi modern tetapi berbasis Islam.
b. Fungsi sosial dengan memfasilitasi masjid sebagai tempat singgah bagi musafir.
c. Fungsi keumatan, sebagai tempat bertemunya para pengelola masjid untuk membicarakan masalah keumatan.
d. Fungsi pendidikan, dengan membangun lembaga pendidikan yang terintegrasi dengan masjid dan memakai sistem pendidikan Islam.
e. dlsb.
5. Menggalang persatuan Islam.
Semua strategi yang disebutkan di atas tidak akan bisa berjalan dengan baik apabila tidak didukung adanya persatuan umat Islam. Program untuk memfungsikan masjid tadi meskipun sudah dilakukan oleh banyak masjid tetapi jika tidak dilakukan secara terpadu dan dengan agenda bersama, tidak akan berdampak luas kecuali hanya pada lingkungan kecil di sekitar masjid itu berada. Namun jika kita menginginkan agar hal tersebut bisa berdampak secara signifikan dan mampu untuk membangkitkan kembali peradaban Islam yang agung, persatuan itu adalah sesuatu yang mutlak harus dilakukan.
Fungsi ekonomi, sosial, keumatan, pendidikan bahkan politik akan bermanfaat bagi umat secara keseluruhan hanya apabila ada persatuan Islam yang otomatis akan menempatkan masjid-masjid ke dalam satu kesatuan program yang tersusun secara terstruktur, sistematis dan massif. Dengan persatuan, umat Islam akan memiliki basis kekuatan yang sangat diperlukan dalam mendukung setiap langkah perjuangannya agar dianggap dan diperhitungkan oleh lawan. Dengan memiliki kekuatan, umat Islam akan lebih percaya diri untuk melangkah dan melakukan gerakan pembaharuan masjid agar difungsikan kembali sebagaimana pasa masa kejayaan Islam dahulu sebagai salah satu langkah perjuangan menegakkan peradaban Islam.