Mempelajari Ayat Kauniyah: Upaya Memahami Kitab Besar Tuhan guna Menghadirkan Peradaban Agung

Oleh. Christiono

Seorang ulama mengatakan bahwa alam semesta ini merupakan Kitab Besar Tuhan. Tentu makna yang terkandung dalam pernyataan tersebut amatlah luas dan berimplikasi terhadap mindset manusia dalam memandang dan memahami seluruh fenomena yang terjadi di alam semesta ini. Alam semesta menjadi sesuatu yang tidak bisa dilepaskan dari sifat transendental Ilahiah. Dia bukan suatu fenomena yang prosesnya bisa diserahkan kepada alam semesta itu sendiri tanpa campur tangan dari Sang Pencipta.

Sejak manusia dihadirkan di atas bumi, dia berhadapan langsung dengan kitab besar Tuhan tersebut dan berupaya untuk membuka, memahami, bahkan menaklukkannya demi bisa bertahan hidup, mendapatkan kenyamanan dan untuk menunjukkan kekuasaannya. Sejarah panjang kehidupan manusia sangat diwarnai oleh upaya-upaya tersebut dan ditandai dengan beberapa keberhasilan dan kegagalan. Indikasi keberhasilan adalah ketika manusia mampu mengelola alam dengan baik, mempermudah, dan memperbaiki kehidupannya serta bisa hidup berdampingan dengan alam semesta, sedangkan pengelolaan yang gagal adalah ketika itu menjadikan ketidak seimbangan alam dan lingkungannya serta mengancam kehidupan manusia itu sendiri. Dan ini yang lebih sering terjadi!

Umat manusia pernah menyaksikan sebuah peradaban agung yang berhasil membuka, memahami dan mengelola Kitab Besar Tuhan tersebut untuk kemaslahatan manusia. Dia adalah Peradaban Islam yang terbentang hingga Andalusia, Afrika Utara, Persia, Asia Tengah dan wilayah Hindia dalam rentang waktu panjang sekitar 15 abad. Melalui peradaban Islam, ilmu pengetahuan yang merupakan sarana pokok dalam memahami kitab besar Tuhan berupa alam semesta ini, berkembang sangat pesat untuk mengungkap fenomena-fenomena alam yang sebelumnya masih dianggap sebagai misteri.

Penemuan-penemuan yang dilakukan oleh para ilmuwan muslim sangat berpengaruh dalam kehidupan umat manusia, bahkan hingga hari ini. Maka, sekaranglah saatnya umat Islam bangkit untuk kembali menghadirkan peradabadan agung tersebut.

Manfaat Memahami Alam Semesta sebagai Buku Besar Tuhan

Alam semesta yang terbentang begitu luasnya menyimpan amat banyak rahasia tersembunyi yang jika berhasil dibuka, dipelajari, dipahami, dan diaplikasikan secara benar akan bisa membawa kemaslahatan luar biasa bagi kehidupan umat manusia. Hal tersebut pernah dibuktikan oleh peradaban Islam di saat jayanya dengan banyaknya temuan-temuan ilmiah yang bisa membuat kesejahteraan dan kemaslahatan umat manusia di bawah kepemimpinan Islam. Namun, seiring dengan tumbangnya kekuasaan Islam, ilmu pengetahuan yang berhasil didapat dipisahkan dari tuntunan Sang Pencipta dan dipergunakan untuk mengembangkan teknologi yang malah semakin menjauhkan manusia dari kemanusiaannya, bukan menjadikan kemaslahatan.

1. Alam semesta sebagai Buku Besar Tuhan.

إِنَّ فِى ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ لَءَايَٰتٍ لِّلْمُؤْمِنِينَ

“Sesungguhnya pada langit dan bumi benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) untuk orang-orang yang beriman.” (QS. Al-Jasiyah: 3)

Dari ayat di atas, kita bisa mengerti bahwa seluruh alam semesta beserta segala isi dan fenomenanya adalah juga merupakan tanda-tanda atau ayat-ayat Allah yang disebut sebagai Ayat Kauniyah. Sangat tepat satu pendapat yang menganalogikan ayat kauniyah tersebut sebagai ”Kitab Besar Tuhan,” sebuah kitab berupa alam semesta yang berisi pelajaran amat penting bagi kemaslahatan umat manusia. Pelajaran yang terdapat di dalam Kitab Besar Tuhan tersebut yang sudah berhasil dipelajari, dipahami dan diaplikasikan dalam kehidupan sesungguhnya masihlah amat sangat sedikit dan masih sangat banyak yang menunggu untuk diungkap rahasianya.

Selama ini, yang kita kenal sebagai ayat-ayat Allah adalah Al-Qur’an yang disebut juga sebagai ayat qauliyah yang berjumlah 6.236 ayat terdiri dari 114 surat. Lalu, apa hubungannya antara Al-Qur’an sebagai ayat qauliyah dengan alam semesta sebagai ayat kauniyah?

Ayat-ayat yang terdapat di dalam Al-Qur’an meskipun secara kuantitatif terbatas, tetapi makna dan esensi yang terkandung di dalamnya amat sangat luas dan tidak terbatas. Sementara itu ayat kauniyah berupa alam semesta beserta segala isi dan fenomenanya adalah amat luas dan tidak terbatas. Ayat-ayat di dalam Al-Qur’an bersifat tetap dan tidak boleh diubah, sementara alam semesta dan segala fenomenanya bersifat dinamis, selalu mengalami perubahan dari waktu ke waktu (panta rei).

2. Manfaat memahami ayat-ayat kauniyah

Banyak ayat-ayat di dalam Al-Qur’an yang tidak akan bisa dipahami dan diaplikasikan sepenuhnya tanpa adanya pemahaman terhadap ayat-ayat kauniyah, yaitu dengan memahami berbagai fenomena alam semesta beserta segala isinya. Apalagi dengan adanya perubahan yang setiap saat terjadi. Beberapa contoh dari ayat-ayat Al-Qur’an yang mutlak memerlukan pemahaman terhadap alam semesta adalah:

“Dan Dialah yang telah menciptakan malam dan siang, matahari dan bulan. Masing-masing dari keduanya itu beredar di dalam garis edarnya.” (QS. Al-Anbiya: 33)

“Dan apakah orang-orang kafir tidak mengetahui bahwa langit dan bumi keduanya dahulunya menyatu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya; dan Kami jadikan segala sesuatu yang hidup berasal dari air; maka mengapa mereka tidak beriman?” (QS. Al-Anbiya: 30)

Dua ayat yang telah disebutkan di atas merupakan ayat-ayat yang membutuhkan pengamatan dan penelitian terhadap fenomena alam agar bisa dipahami. Sudah barang stentu, ayat-ayat yang senada jumlahnya masih banyak lagi. Pemahaman akan ayat-ayat kauniyah menjadi sangat diperlukan agar apa yang tertulis di dalam Al-Qur’an bisa dipahami dan diimplementasikan dengan baik dan benar bagi kemaslahatan umat manusia dalam membangun peradaban.

Dengan pengertian akan ayat kauniyah di atas, maka sangat gegabah orang yang mengatakan bahwa hukum yang ‘dibuat’ oleh manusia yang diambil dari perenungan terhadap ayat-ayat atau tanda-tanda kekuasaan Allah di alam semesta merupakan ’thoghut’ yang tidak boleh dipatuhi. Karena sejatinya semua itu juga merupakan hukum-hukum Allah yang ada di alam semesta yang bisa diambil, dipelajari, dipahami dan diaplikasikan oleh siapa saja yang mampu melakukannya. Sikap yang terbaik adalah dengan memilah-milah mana yang sesuai dengan Al-Qur’an dan mana yang tidak serta berupaya funtuk memperbaiki dan menyempurnakannya.

Golongan Manusia yang Diharapkan Mampu untuk Memahami Ayat Kauniyah

Timbul pertanyaan, “Siapa saja yang harus memahami alam semesta?” Pertanyaan ini muncul karena ada yang merasa bahwa manusia yang terdiri dari bermacam-macam suku bangsa memiliki kemampuan yang berbeda satu sama lain, baik dalam hal yang berkaitan dengan fisik dan kepribadian maupun intelektualitas.

1. Semua manusia harus mau berusaha sekuat kemampuannya untuk bisa memahami fenomena yang terjadi di alam semesta.

”Dan ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi”. Mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.”

Dalam ayat 30, surah Al-Baqarah di atas, Allah menyatakan bahwa manusia merupakan ”khalifah,” yang artinya wakil atau pengganti. Tentu yang dimaksud adalah bahwa manusia diciptakan Allah dan ditempatkan di bumi sebagai wakil ataupun pengganti-Nya untuk mencari, mempelajari, memahami dan mengimplementasikan segala sesuatu yang ada di alam semesta, sesuai dengan kehendak-Nya. Amanah yang sedemikian mulianya ini ternyata sama sekali tidaklah ringan dipikul oleh manusia, bahkan dalam Al-Ahzab: 72 Allah, menyatakan bahwa langit, bumi dan gunung-gunung pun enggan menerima amanat tersebut karena mereka khawatir akan mengkhianati amanah tersebut.

Di dalam ayat selanjutnya, yaitu pada ayat 31, surah Al-Baqarah, Allah tidak begitu saja menjadikan manusia sebagai khalifah atau wakil-Nya di bumi, tetapi juga membekalinya dengan ilmu pengetahuan yang disimbolkan dalam firman-Nya: “Dan Dia ajarkan kepada Adam nama-nama (benda) semuanya.” Oleh karena itu, seseorang yang tidak mau mempergunakan secara maksimal nikmat yang telah diberikan oleh Allah berupa akal pikiran sebagai alat untuk memahami alam semesta bagi kemaslahatan umat manusia, berarti telah berlaku tidak amanah. Begitu pula orang yang memanfaatkan alam semesta hanya sebagai pemuas nafsu syahwatnya belaka dan tidak didasarkan pada kemauan Tuhan yang menciptakannya.

2. Para cendekiawan dan ulama, yaitu sebagai sarana untuk mendidik dan memimpin umat dalam mengarahkan pemanfaatan alam semesta sesuai dengan Kehendak Sang Pencipta.

Para cendekiawan dan ulama harus berusaha maksimal untuk menguak dan memahami rahasia alam agar bisa dipergunakan untuk sebesar mungkin kemaslahatan umat manusia seluruhnya. Para cendekiawan dan ulama merupakan sebagian kecil saja dari manusia yang telah diberikan kelebihan nikmat berupa kecerdasan berpikir, menganalisa dan memecahkan berbagai permasalahan yang dialami oleh umat manusia maupun alam lingkungannya. Upaya maksimal yang mereka lakukan tersebut merupakan salah satu bentuk pelaksanaan amanah yang diberikan Tuhan pada saat proses penciptaannya.

Manusia memiliki kemampuan yang berbeda-beda dalam memahami alam semesta, sesuai dengan disiplin ilmu yang dipelajarinya. Begitu beragam fenomena alam, begitu pula beragamnya fakultas ilmu pengetahuan yang dipelajari. Masing-masing fakultas mempelajari suatu bagian dari fenomena alam ini dari sudut pandang yang berbeda-beda sebagai upaya untuk mengungkap seluruh rahasia alam semesta beserta seluruh fenomenanya.

Alam semesta sebagai ayat kauniyah diibaratkan jasad atau fisiknya, sedangkan ayat qauliyah berupa Al-Qur’an adalah merupakan ruhnya. Manusia tidak boleh mempelajari dan memperlakukan alam semesta sebagai ayat kauniyah secara terpisah dari apa-apa yang termaktub di dalam Al-Qur’an sebagai ayat qauliyah. Yang terjadi saat ini adalah ibarat jasad yang terpisah dari ruhnya, yaitu ketika ilmu pengetahuan dan pemanfaatan teknologi tidak didasarkan kepada aturan Sang Pencipta yang tertulis di Al Qur’an, sehingga yang dihasilkan bukanlah kemaslahatan tetapi justru kerusakan di berbagai aspek kehidupan maupun di alam serta lingkungannya.

Strategi Umat Islam dalam Memahami Alam Semesta agar Mampu Menghadirkan Peradaban yang Agung

Alam semesta beserta seluruh fenomena di dalamnya adalah ayat kauniyah yang diibaratkan sebagai sebuah Buku Besar Tuhan yang telah diberikan kepada manusia sebagai amanah Tuhan yang harus dibaca, dipelajari, dipahami dan diimplementasikan untuk kemaslahatan umat manusia seluruhnya. Sebagaimana yang lainnya, semua upaya tersebut di atas haruslah disertai dengan strategi yang tepat jika ingin mendapatkan hasil yang optimal. Beberapa opsi di bawah ini semoga bisa menambah inspirasi dalam menerapkan strategi tersebut.

1. Mempelajari dan memahami alam semesta dengan menerapkan sifat-sifat utama Nabi saw.

Untuk bisa membaca, mempelajari, memahami sampai mengaplikasikan hasil kajian terhadap Buku Besar Tuhan berupa alam semesta beserta segala fenomena dan dinamikanya, ternyata tidaklah semudah yang kita pikirkan. Sangat banyak faktor yang mempengaruhi upaya tersebut, baik yang berasal dari diri manusia sendiri berupa karakter, kemampuan dan habit (kebiasaan), maupun dari luar diri seperti lingkungan hidup manusia beserta segala prasarananya. Sehingga diperlukan strategi yang tepat agar manusia mampu mempelajari ayat-ayat kauniyah tersebut dengan efektif.

Nabi Muhammad saw. telah memberikan contoh terbaik bagaimana caranya memahami ayat-ayat Al-Qur’an yang dikorelasikan secara kontekstual dengan ayat-ayat kauniyah melalui sifat-sifat dan karakter mulia beliau. Umat Islam harus bisa mencontoh dan menerapkan sifat-sifat dan karakter mulia Nabi tersebut pada dirinya masing-masing dalam upayanya untuk memahami ayat kauniyah agar tidak tergelincir. Melalui penerapan sifat-sifat dan karakter mulia Nabi tersebut, faktor-faktor yang bisa mempengaruhi hasil pengamatan terutama yang berasal dari diri sendiri akan bisa teratasi.

a. Shiddiq, artinya benar, nyata, berkata benar, menepati janji, benar perkataan atau perbuatan. Dengan menerapkan sifat shiddiq, maka seorang muslim harus jujur dalam memahami alam, tidak didustakan meskipun itu tidak sesuai dengan keinginan atau jika terjadi conflict of interest.

b. Amanah, artinya dapat dipercaya. Penerapan sifat ini menjadikan seorang muslim akan selalu mengarahkan semua penelitian dan pemanfaatan terhadap alam maupun terhadap interaksi sosial untuk tujuan melaksanakan amanah yang telah dibebankan oleh Sang Pencipta, yaitu kemaslahatan untuk seluruh umat manusia.

c. Tabligh artinya menyampaikan. Dengan sifat tabligh ini, seorang muslim tidak boleh mempelajari alam semesta beserta segala fenomenanya ini untuk kepentingan dirinya sendiri. Dia harus menyampaikan dan mengajarkan apa yang telah didapat kepada orang lain agar ilmu tersebut bisa dinilai, dikritisi dan terus dikembangkan.

d. Fathonah artinya cerdas. Memahami fenomena alam semesta beserta segala isinya yang tidak mudah ini haruslah dilakukan dengan cerdas, tidak bisa dengan upaya yang sekedarnya saja. Apalagi dengan sifat alam yang selalu berubah dari waktu ke waktu, setiap hasil penelitian yang telah dilakukan harus selalu dikaji ulang secara kontekstual sesuai perubahan yang terjadi.

2. Membentuk “Islamic Creative Minority” sebagai kumpulan para cerdik cendekiawan muslim di bidangnya masing-masing.
Konsep Creative Minority digagas oleh seorang sejarawan asal Inggris, Arnold Joseph Toynbee melalui buku yang bertitel A Study of History, yaitu mengenai sekelompok kecil masyarakat yang memiliki kelebihan dan mampu menjawab tantangan-tantangan yang dihadapi oleh suatu peradaban.

Konsep Creative Minority ini dimaknai sebagai kelompok kaum pemimpin, yang merupakan golongan kecil, namun karena superioritas jiwa dan rohnya serta kekuatan dan keteguhan keyakinannya, sanggup menunjukkan jalan dan membimbing massa yang pasif, kehilangan arah dan mengalami kebingungan (Sutarno, 2011).

Para cendekiawan muslim, yaitu sebagian kecil dari umat manusia yang diberi Tuhan nikmat menguasai ilmu pengetahuan tersebut, amat dibutuhkan kehadirannya dalam membaca, mempelajari dan memahami apa saja yang tertulis pada buku besar Tuhan berupa alam semesta beserta segala fenomena yang sangat beragam tersebut yang harus didekati dari segala aspeknya.

Dengan berkumpulnya mereka dalam Islamic Creative Minority, pembahasan semua aspek dalam fenomena alam semesta ini akan bisa disinergikan untuk memahami apa yang terkandung di dalam ayat qauliyah berupa Al-Qur’an Al-Karim. Hasil dari pembahasan tersebut menjadi sarana untuk menunjukkan jalan dan membimbing umat yang kehilangan arah dan mengalami kebingungan serta untuk menjawab berbagai tantangan yang dihadapi.

Seorang saintis akan membahas fenomena alam berupa ilmu-ilmu hayati (biologi), astronomi, fisika dan kimia. Seorang psikolog mempelajari tingkah laku manusia dengan segala perilaku, fungsi mental dan proses mental manusia. Seorang ahli hukum akan mempelajari cara mengatur hubungan antar warga manusia perseorangan dengan masyarakat. Semuanya harus dibaca dan dipelajari dari buku besar Tuhan berupa alam semesta beserta isinya dengan segala dinamika perubahan yang terjadi serta di bawah panduan Al-Qur’an untuk menghadirkan kembali peradaban Islam yang agung.

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi