Allaah Subhanahu wa Ta’aala berfirman :
{ إِنَّا أَنزلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ (1) وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ (2) لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ (3) تَنزلُ الْمَلائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِمْ مِنْ كُلِّ أَمْرٍ (4) سَلامٌ هِيَ حَتَّى مَطْلَعِ الْفَجْرِ (5) }
“Sesungguhnya kami telah menurunkannya [Al-Qur’an] pada malam kemuliaan. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu [penuh] kesejahteraan sampai terbit fajar.” (QS. Al-Qadr (97): 1-5)
Malam yang lebih baik daripada seribu bulan. Malam diturunkannya Al-Qur’an yang mulia, amat sayang terlewatkan jika tanpa amaliyah ibadah.
Syaikh Zarqani menerangkan, bahwa malam Laylatul Qadar adalah Laylatul Mubaarokah [yang penuh kebaikan], dan hanya ada pada bulan Ramadhan. Keterangan ini diambil dari ayat-ayat yang menerangkan seputar turunnya Al-Qur’an, pada QS. Ad-Dukhan, Al-Baqarah dan Al-Qadr. (Manaahil al-‘Irfan, 1/38)
Sebagian riwayat menerangkan, bahwa datangnya laylatul qadar, saat sepuluh malam terakhir atau tujuh malam terakhir.
Karena itulah Rasulullaah mengencangkan ikat pinggangnya saat memasuki 10 malam terakhir bulan Ramadhan. (HR. Al-Bukhari No. 1920)
Syaikh Musthofa Al Bugha berkata, “Ini adalah kinayah/perumpamaan bagaimana persiapan nabi dalam ibadah dan kesungguhan untuk ibadah [di sepuluh terakhir Ramadhan]”. (ta’liq dalam hadits tersebut).
Memang ada beberapa nash yang menunjukkan bahwa laylatul qadar pada sepuluh terakhir ramadhan.
Dari Ibnu Umar radhiyallaahu ‘anhuma, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
فَمَنْ كَانَ مُتَحَرِّيهَا فَلْيَتَحَرَّهَا مِنْ الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ
“Maka, barangsiapa yang ingin mendapatkan Lailatul Qadar, maka carilah pada sepuluh malam terakhir.” (HR. Al-Bukhari No.1158)
Dari Ibnu Umar radhiallahu ‘anhuma, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
أَنَّ رِجَالًا مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أُرُوا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِي الْمَنَامِ فِي السَّبْعِ الْأَوَاخِرِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَرَى رُؤْيَاكُمْ قَدْ تَوَاطَأَتْ فِي السَّبْعِ الْأَوَاخِرِ فَمَنْ كَانَ مُتَحَرِّيهَا فَلْيَتَحَرَّهَا فِي السَّبْعِ الْأَوَاخِرِ
“Sesungguhnya seorang laki-laki dari sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam melihat Lailatul Qadr pada mimpinya pada tujuh hari terakhir. Maka bersabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam: “Saya melihat mimpi kalian telah bertepatan pada tujuh malam terakhir, maka barangsiapa yang ingin mendapatkan Lailatul Qadar, maka carilah pada tujuh malam terakhir.” (HR. Al-Bukhari No. 2015, 6991, Muslim No.1165)
Dari Ibnu Umar radhiallahu ‘anhuma:
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْتَمِسُوهَا فِي الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ يَعْنِي لَيْلَةَ الْقَدْرِ فَإِنْ ضَعُفَ أَحَدُكُمْ أَوْ عَجَزَ فَلَا يُغْلَبَنَّ عَلَى السَّبْعِ الْبَوَاقِي
Bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Carilah dia pada sepuluh malam terakhir [maksudnya Lailatul Qadar] jika kalian merasa lemah atau tidak mampu, maka jangan sampai dikalahkan oleh tujuh hari sisanya.” (HR. Muslim No. 1165, 209)
Dari Abu Said Al Khudri radhiallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
فَإِنِّي أُرِيتُ لَيْلَةَ الْقَدْرِ وَإِنِّي نُسِّيتُهَا وَإِنَّهَا فِي الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ فِي وِتْرٍ
“Sesungguhnya Aku diperlihatkan Lailatul Qadar, dan aku telah dilupakannya, dan saat itu pada sepuluh malam terakhir, pada malam ganjil.” (HR. Al-Bukhari No. 813, 2036)
Adapula nash yang menerangkan datangnya laylatul qadar itu pada malam ke 24, 25, 27 dan 29.
Dari Ibnu ‘Abbas radhiallahu ‘anhuma, katanya:
التمسوا في أربع وعشرين
“Carilah pada malam ke 24.” (Atsar sahabat dalam Shahih Bukhari No. 2022)
Dari ‘Ubadah bin Ash Shamit radhiallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
فَالْتَمِسُوهَا فِي التَّاسِعَةِ وَالسَّابِعَة وَالْخَامِسَة
“Maka carilah Lailatul Qadar pada malam ke sembilan, tujuh, dan lima [pada sepuluh malam terakhir].” (HR. Bukhari No. 2023)
Berkata seorang sahabat mulia, Ubay bin Ka’ab radhiyallahu ‘anhu:
وَاللَّهِ إِنِّي لَأَعْلَمُ أَيُّ لَيْلَةٍ هِيَ
هِيَ اللَّيْلَةُ الَّتِي أَمَرَنَا بِهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِقِيَامِهَا هِيَ لَيْلَةُ صَبِيحَةِ سَبْعٍ وَعِشْرِينَ وَأَمَارَتُهَا أَنْ تَطْلُعَ الشَّمْسُ فِي صَبِيحَةِ يَوْمِهَا بَيْضَاءَ لَا شُعَاعَ لَهَا
“Demi Allah, sesungguhnya aku benar-benar mengetahui malam yang manakah itu, itu adalah malam yang pada saat itu Rasulullah memerintahkan kami untuk shalat malam, yaitu malam yang sangat cerah pada malam ke 27, saat itu tanda-tandanya hingga terbitnya matahari, pada pagi harinya putih terang benderang, tidak ada panas.” (HR. Muslim No. 762)
Berkomentar Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-‘Asqalani rahimahullaah,
“Para ulama berbeda pendapat tentang Lailatul Qadr dengan perbedaan yang banyak. Kami menyimpulkan bahwa di antara pendapat-pendapat mereka ada lebih 40 pendapat.” (Fathul Bari, 4/262)
Amalan – amalan yang dapat dikerjakan untuk meraih kemuliaan laylatul qadar diantaranya :
🔹 Dzikir dan Memperbanyak Do’a
Membaca: Allahumma Innaka ‘afuwun tuhibbul ‘afw fa’fu’anni
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ : قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَرَأَيْتَ إِنْ عَلِمْتُ أَيُّ لَيْلَةٍ لَيْلَةُ الْقَدْرِ مَا أَقُولُ فِيهَا قَالَ قُولِي اللَّهُمَّ إِنَّكَ عٙفُوٌّ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّي
Dari ‘Aisyah dia berkata “Aku berkata: Wahai Rasulullah, apa pendapatmu jika aku mengetahui bahwa pada suatu malam adalah Lailatul Qadar, apa yang aku katakan?” Beliau menjawab: “Ucapkanlah, ‘Allahumma innaka ‘afuwwun tuhibbul ‘afwa fa’fu’anni.” (HR. Ibnu Majah No. 3850)
🔹 Qiyamul Layl (Sholat Malam)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
وَمَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Dan barangsiapa shalat pada Lailatul Qadar karena Iman dan mengharap ridha Allah, akan diampuni dosa-dosanya yang lalu.” (HR. Al-Bukhari No. 35, 38, 1802. Muslim No. 760)
🔹 I’tikaf
Dari ‘Aisyah radhiallahu ‘anha:
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَعْتَكِفُ الْعَشْرَ الْأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ حَتَّى تَوَفَّاهُ اللَّهُ ثُمَّ اعْتَكَفَ أَزْوَاجُهُ مِنْ بَعْدِهِ
“Sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dahulu I’tikaf pada sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan, beliau selalu melakukannya sampai Allah mewafatkanya. Kemudian para isterinya beri’tikaf setelah beliau wafat.” (HR. Bukhari, No. 2026, Muslim No. 1171, Abu Dawud No. 2462. Ahmad No. 24613, dan lainnya)
Adapun bagi kaum perempuan yang berhalangan, itu berarti dapat mengerjakan amalan dengan dzikir, doa, sholawat, dan amalan-amalan baik lain di rumah. In Sya Allaah kemuliaan lailatul qadar tidak hanya terdapat di Masjid. (Al-Ihkam, 2/305)