Kemenangan Kaum Muslim di Bulan Ramadhan

Bulan Ramadhan adalah bulan futuhat dan kemenangan. Sejarah telah mencatat fuhuhat dan kemenangan perkembangan peradaban Islam dicapai dan terjadi pada Bulan Ramadhan. Sebut saja Perang Badar al-Kubra (2 H),  Fath Makkah atau Pembebasan Kota Makkah  (8 H), Pembukaan Kota  Andalusia “Al-Jazirah al-Hadhra” di Eropa (88 H), Penaklukan Kota Amuriah (223 H),  Pertempuran Hiththin (584 H), Perang A’in Jaluth (658 H) hingga Pertempuran “Bilath asy-Shuhada” saat kaum Muslim tiba di tembok Francis  (1400 H).

 

Perang Badar al-Kubra

Perang Badar al-Kubra terjadi pada tanggal 17  Ramadhan tahun 2 H. Hari tersebut dikenal juga dengan Hari Pembeda (Yawm al-Furqan). Pda hari itu terjadi pembeda antara haq dan bathil (Muhammad Ahmad an-Nadi, Nafahah al-Imaniyyah, 1/49). Hari itu juga merupakan hari kemenangan pertama atas kaum kafir dalam naungan Daulah Islamiyah. Di bawah kepemimpinan  Rasulullah Muhammad saw.

Kekuatan kaum Muslim saat itu mencapai 305 orang (Mahmud Syeit Khaththab, Ar-Rasul al-Qa’id [Rasulullah Sang Panglima], hlm. 84). Terdiri dari 74 orang Muhajirin. Sisanya golongan Anshar. Hanya terdapat dua penunggang kuda. Yang lain naik unta secara berboncengan. Jumlah unta kaum Muslim saat itu hanya 70 ekor. Al-Liwa (Bendera Putih) kaum Muslim saat itu dipegang oleh Mushab bin Hasyim.

Kekuatan kaum musyrik mencapai 950 orang. Kebanyakan dari kalangan Quraisy. Mereka membawa 200 ekor kuda dan sejumlah besar unta. Kekuatan fisik mereka jauh lebih besar dibandingkan dengan kaum Muslim.

Namun, dengan keimanan dan kesabaran yang kokoh, kaum Muslim n mendapatkan berbagai pertolongan. Di antaranya adalah bantuan dari Malaikat (Lihat: QS al-Anfal [8]: 9).

Pertolongan Allah SWT yang lain adalah munculnya rasa takut dari musuh-musuh Islam atas kaum Muslim (Lihat: QS al-Anfal [8]: 12).

Perang Badar ini berlangsung sejak pagi hari, Jumat 17 Ramadhan, dan berakhir pada sore harinya dengan kemenangan kaum Muslim. Di pihak Muslim ada 14 syahid (6 orang dari golongan Muhajirin) dan 8 orang dari golongan Anshar).  Di pihak kaum musyrik sebanyak 70 orang terbunuh dan 70 orang tertawan. Di antara yang terbunuh adalah Abu Jahad bin Hisyam.

 

Fath Makkah

Futuhat dan kemenangan yang diraih kaum Muslim pada bulan Ramadhan berikutnya adalah peristiwa Fath Makkah (Pembebasan Kota Makkah).  Kemenangan ini diraih pada tanggal 10 Ramadhan  tahun ke-8 H.  Ketika Rasulullah saw. masuk ke Makkah dan menghancurkan berhala (Latta dan Uzza, Manat, dan lainnya), beliau mengucapkan firman Allah SWT QS al-Isra’ [17]: 81).

Saat itu kondisi Ka’bah begitu mengenaskan, dengan sekitar 360 berhala di sekelilingnya. Pembebasan Makkah ini pada awalnya terjadi lantaran pengkhianatan kafir Quraisy di Makkah dengan umat Islam di Madinah.

Ketika kabar pengkhianatan Quraisy tersebut sampai kepada Rasulullah saw. di Madinah, mereka mengirim Abu Sufyan ke Madinah untuk memperbarui perjanjian mereka dengan kaum Muslim. Namun, Rasulullah saw. menolak. Beliaumalah memerintahkan kaum Muslim untuk menyiapkan pasukan menuju Makkah.

Rasulullah membawa pasukan  yang cukup banyak, 10.000 prajurit.  Bukan untuk membumihanguskan Kota Makkah dan penduduknya. Justru psikologi yang ingin didapat oleh Rasul saw., bahwa dengan kekuatan yang fantastis ini, penduduk Makkah jangan coba-coba untuk melakukan hal yang gegabah. Jika mereka tidak melakukan hal itu, mereka akan aman.

Perintah yang diberikan Rasulullah saw kepada para panglima perangnya adalah supaya tidak menyerang lawan, kecuali jika keadaan memaksa. Akhirnya, penaklukan itu dapat dilakukan dengan cara damai tanpa peperangan.

Saat Rasulullah dan para Sahabatnya masuk ke dalam Masjid al-Haram. Beliau mencium Hajar Aswad.  Beliau pun mengucapkan kalimat thayyibah:

لا إله إلا الله وحده لا شريك له صدق وعده ونصر عبده وهزم الأحزاب وحده

Kemudian beliau berkata kepada orang-orang Quraisy, “Wahai Kaum Quraisy, apa yang engkau lihat dariku dan yang kulakukan untuk kalian?” Orang-orang Quraisy menjawab, “Kebaikan, wahai saudara yang mulia, anak dari saudara yang mulia.”

Lalu Nabi saw. berkata, “Aku akan mengatakan apa dikatakan Nabi Yusuf kepada saudara-saudaranya, ‘(Pada hari ini) tidak ada cercaan terhadap kalian, Allah mengampuni kalian, dan Dia adalah Maha Penyayang diantara Penyayang…Pergilah kalian dan kalian bebas.’”

 

Penaklukan Kota Amoria (Ammuriah)

Terjadi pada tanggal 6 Ramadhan 223 H.  Inilah bentuk perlindungan Khalifah al-Mu’tashim kepada rakyatnya.  Al-Mu’tashim Billah merupakan gelar  dari Muhammad bin Harun ar-Rasyid, salah seorang khalifah dari Bani Abbasiyah.

Peristiwa ini dilatarbelakangi oleh fakta bahwa pasukan Byzantium sempat mengalami kekalahan. Namun kemudian, mereka berhasil bangkit dan melakukan perlawanan. Berbondong-bondong, mereka mencoba menguasai Asia Kecil. Pasukan Islam yang ada di daerah itu dihalau hingga ke bagian utara Irak. Mereka juga menguasai kota kelahiran Al-Mu’tashim, Zabreta.

Penyerangan yang dilakukan oleh pasukan Byzantium itu disertai dengan tindakan sewenang-wenang. Bahkan mereka melakukan hal yang sangat kejam kepada rakyat yang ada di kota itu. Para pria dibunuh. Anak-anak dan wanita ditawan. Siksaan yang keji dan pelecehan juga diterima penduduk kota itu.

Al-Mu’tashim segera memerintahkan para pasukan untuk menyerang kota yang telah diduduki oleh tentara Byzantium itu. Serangan pasukan Muslim berhasil memukul mundur pasukan Byzantium. Lalu mereka melarikan diri ke daerah bernama Dasymon. Di Dasymon, pasukan Muslim dan tentara Byzantium berperang sengit.

Pasukan Muslim berhasil menguasai medan dan menyisakan beberapa pasukan Byzantium. Sisa pasukan tersebut kemudian menuju Benteng Amoria (Ammuriah). Mereka bersembunyi di sana. Pasukan Muslim meneruskan perjuangan mereka dengan mengepung Galatia dalam waktu yang lama. Akhirnya, benteng itu berhasil ditaklukan.

Ada sebuah kisah masyhur terkait peristiwa ini, yang menunjukkan kepedulian Khalifah al-Mu’tashim kepada kau Muslimah. Ada seorang Muslimah dilecehkan orang Romawi. Dia adalah keturunan Bani Hasyim. Saat kejadian ia sedang berbelanja di pasar. Bagian bawah pakaiannya dikaitkan ke paku. Akibatnya, terlihat sebagian auratnya ketika ia berdiri.

Dia lalu berteriak-teriak, “Wa Mu’tashimah!” Artinya, “Di mana engkau, wahai Mu’tashim (Tolonglah aku)!”

Berita ini sampai kepada Khalifah. Dikisahkan saat itu ia sedang memegang gelas, ketika ia dengar kabar tentang seorang wanita yang dilecehkan dan meminta tolong dengan menyebut namanya, ia segera menerjunkan pasukannya. Tidak tanggung-tanggung, ia menurunkan puluhan ribu pasukan untuk menyerbu Ammuriah (di wilayah Turki saat ini).

Jumlah pasukan yang diterjunkan Al-Mu’tashim sangat banyak. Bahkan ada yang meriwayatkan tentara berbaris dengan sangat panjang. Barisan ini tidak putus dari gerbang istana Khalifah di Baghdad hingga Ammuriah (Turki). Mereka kemudian mengepung Ammuriah selama lima bulan. Kota Ammuriah takluk pada bulan Agustus.  Pertempuran itu berhasil membebaskan kota Ammuriah dari kuasa Romawi. 30.000 tentara Romawi terbunuh, sementara 30.000 lainnya ditawan.

 

Perang Hiththin

Perang ini terjadi pada bulan Ramadan tahun 584 H (1187 M), antara pasukan Muslim di bawah pimpinan Salahuddin Ayyubi dan Tentara Salib dari Kerajaan Yerusalem.

Perang ini dimenangkan oleh pihak Muslim. Ini adalah salah satu pertempuran terpenting dalam Perang Salib. Sebagian besar kekuatan tentara salib di tanah suci terbunuh atau ditawan oleh pihak Muslim (termasuk Raja Guy Lusignan yang berhasil ditawan). Setelah pertempuran ini tentara Muslim dapat merebut kembali Yerusalem dan kota-kota lainnya di tanah suci.

Dalam strateginya, Salahuddin  sengaja memancing tentara Salib ke sebuah lembah bernama Hiththin. Tentara Salib berjalan menyeberangi lembah-lembah Galilea dalam musim panas yang terik. Mereka terbebani oleh pakaian dan peralatan tempur yang berat.

Salahuddin kemudian mengirimkan para pemanah jitu untuk mengikuti mereka dari kejauhan, mengincar tentara-tentara yang terpisah sendirian. Sekitar 10,000 orang tentara salib binasa. Tentara Salib dikepung oleh Pasukan Salahuddin. Dengan jenius, Salahuddin menyuruh pasukannya untuk terus memprovokasi pasukan Salib yang kebingungan karena kebodohan pimpinannya.

 

Perang ‘Ain Jaluth

Perang ‘Ain Jaluth (salah satu daerah di Palestina) juga terjadi pada bulan Ramadhan. Tepatnya pada Jumat, 15 Ramadhan, 658 H (Tarikh al-Khulafa. Dalam Al-Bidayah wa an-Nihayah, XIII/220 dijelaskan tanggal 25 Ramadhan).

Perang ini bertujuan untuk membebaskan tanah Muslim dari bahaya Tatar di Tanah Palestina, yang sebelumnya telah berhasil ditaklukan oleh Sultan  Saladin al-Ayyubi  saat  Tentara Salib.  Berikutnya,  Sulthan Mesir Saifuddin Qutz melanjutkan rencana   untuk memulai serangan terhadap Tatar pimpinan Kitbuqa (Katbaghanuwin). Dia memerintahkan Panglimanya, Rukn ad-Din Baybars (Bibras al-Bandaqadari), untuk melanjutkan serangan terhadap pasukan Tatar yang tersebar di seluruh negeri.

Taktik yang dipakai oleh Panglima Rukn al-Din Baybars adalah dengan memancing keluar pasukan berkuda Tartar yang terkenal hebat sekaligus kejam ke arah lembah sempit sehingga terjebak. Baru kemudian pasukan kuda mereka melakukan serangan balik dengan kekuatan penuh yang sebelumnya memang sudah bersembunyi di dekat lembah tersebut.

Akhirnya, taktik ini menuai sukses besar. Pihak Tartar terpaksa mundur dalam kekacauan bahkan panglima perang mereka, Kitbuqa, berhasil ditawan dan akhirnya dieksekusi. Pasukan berkuda Sulthan Mesir secara meyakinkan berhasil mengalahkan pasukan berkuda Tartar yang belum pernah terkalahkan sebelumnya.

Pada hari Jumat, tanggal 15 Ramadhan di tahun 658 H, barisan depan pasukan Muslim bertemu dengan barisan depan Tatar, dan membuat mereka kalah telak!

 

Kunci Kemenangan Kaum Muslim

Rahasia kemenangan demi kemenangan yang diperoleh kaum Muslim saat Islam diterapkan secara menyeluruh dalam kehidupan. Mereka memiliki kekuatan penuh. Mereka memiliki negara yang menerapkan Islam secara keseluruhan dalam aspek kehidupan. Saat Rasul saw. hidup, kemenangan itu diperoleh saat beliau menjadi kepala negara, dan sesudahnya saat kaum Muslim dalam  naungan Khilafah Islamiyah dengan seorang khalifah.

Hanya dengan kepemimpinan politik Islam ini (Khilafah) dengan seorang kepala khalifah, Islam bisa diterapkan dan diamalkan dengan sempurna. Ini karena kemuliaan kaum Muslim terletak pada pengamalan dan pelaksanaan Islam.

Sebaliknya, tanpa sistem Khilafah, banyak sekali hukum Islam yang terabaikan dan tidak bisa dilaksanakan. Kekuatan dan potensi umat Islam juga tercerai-berai. Bahkan nasib umat ini kian mengenaskan. Bagaikan ayam kehilangan induk. Ini karena sistem Kekhilafahan itu telah sirna. Pada bulan Rajab 1442 H ini, genap 100 tahun kaum Muslim tidak memiliki sistem tersebut.

 

Refleksi Perjuangan Dakwah Saat ini

Karena itu perjuangan dan dakwah kaum Muslim saat ini sejatinya harus bermuara pada membangun kekuataan riil yang akan menjadi penentu kemuliaan dan kemenangan berikutnya. Itulah dakwah untuk mengembalikan Islam di seluruh aspek kehidupan dengan hadirnya sistem pemerintahan Islam, Khilafah Islamiyah ‘ala minhaj an-Nubuwwah.

Nashr[un] minalLah wa fath[un] qarib. Insya Allah. WalLahu a’lam bi ash-shawab. []

Dibaca

 97 total views,  2 views today

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi