Kebathilan itu Rapuh

Oleh. H. M Ali Moeslim

Bismillahirrahmanirrahim

وَمَنْ أَحْسَنُ قَوْلًا مِّمَّن دَعَآ إِلَى ٱللَّهِ وَعَمِلَ صَٰلِحًا وَقَالَ إِنَّنِى مِنَ ٱلْمُسْلِمِينَ

“Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: “Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang menyerah diri?” (QS Fushilat: 33)

Syaikh Prof. Dr. Wahbah Az-Zuhaili menjelaskan bahwa tidak ada orang yang lebih baik ucapannya daripada orang yang mengajak agar hanya menyembah Allah dan mengerjakan amal shalih yang diperintahkan oleh-Nya. Dia berkata dengan lantang:

“Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang tunduk kepada perintah Allah.”

Ini merupukan penggabungan antara akidah dan amal. {Man} adalah istifham yang mengandung makna nafi. Maknanya adalah tidak ada satupun yang ucapannya lebih baik. Ayat ini diturunkan untuk Rasulallah Saw. dan para sahabatnya.

Kemudian Allah SWT. memperjelas kenapa harus berdakwah? Bahwa perbedaan antara mereka yang tersesat dan mereka yang meniti jalan-Nya:

إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعۡلَمُ بِمَن ضَلَّ عَن سَبِيلِهِۦ وَهُوَ أَعۡلَمُ بِٱلۡمُهۡتَدِينَ

“Sungguh Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui siapa yang tersesat dari jalan-Nya, dan Dia pula yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS An-Nahl: 125).

Dalam ayat ini, Allah SWT. menegaskan informasi (khabar bi at-taukîd) tentang Diri-Nya (al-tafrîd li al-madh). Adapun mereka yang tersesat digambarkan dalam bentuk kata kerja lampau (al-fi’l al-mâdhi): menunjuk terikat pada orientasi waktu. Sebaliknya, mereka yang meniti jalan petunjuk diungkapkan dalam bentuk kata benda (al-ism) lafal al-muhtadîn yang merupakan ism al-fâ’il (kata benda subjek) dari kata kerja ihtadâ (mengambil petunjuk). Ini berfaedah li al-tsubût wa al-istimrâr (tetap dan terus-menerus). (Al-Hafizh al-Suyuthi, Al-Itqân, IV/1324).

Ini menunjukkan kesesatan jauh lebih rapuh daripada kebenaran yang sejalan dengan fitrahnya. Allah menciptakan hamba-hamba-Nya dengan sifat fitri yang lurus, namun menyimpang disebabkan tipu daya setan:

وَإِنِيّ خَلَقْتُ عِبَادِي حُنَفَاءَ كُلَّهُمْ, وَإِنَّهُمْ أَتَتْهُمُ الشَّيَاطِينُ فَاجْتَالَتْهُمْ عَنْ دِينِهِمْ

“Sungguh Aku menciptakan hamba-Ku dalam keadaan lurus seluruhnya dan sungguh setan-setan mendatangi mereka sehingga mereka berpaling dari agamanya.” (HR Muslim dan Ahmad)

Adapun kesesatan itu rapuh serapuh pijakannya, diserupakan oleh Allah (tasybîh) dengan pembuat rumah dari sarang laba-laba dalam surat Al-’Ankabût: 41)

مَثَلُ الَّذِيْنَ اتَّخَذُوْا مِنْ دُوْنِ اللّٰهِ اَوْلِيَاۤءَ كَمَثَلِ الْعَنْكَبُوْتِۚ اِتَّخَذَتْ بَيْتًاۗ وَاِنَّ اَوْهَنَ الْبُيُوْتِ لَبَيْتُ الْعَنْكَبُوْتِۘ لَوْ كَانُوْا يَعْلَمُوْنَ

“Perumpamaan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah adalah seperti laba-laba yang membuat rumah. Dan sesungguhnya rumah yang paling lemah ialah rumah laba-laba, sekiranya mereka mengetahui.”

Kisah sahabat yang dikenal teguh memegang prinsip, Umar bin Al-Khaththab ra misalnya, bisa luluh menerima kebenaran Islam dan menjadi tokoh agung berjuluk Al-Fârûq.

Hal itu merupakan motivasi untuk optimis mendakwahi makhluk-Nya meskipun dihadapkan pada berbagai tantangan. Allah dalam surat An-Nahl ayat 126:

وَإِنْ عَاقَبْتُمْ فَعَاقِبُوا۟ بِمِثْلِ مَا عُوقِبْتُم بِهِۦ ۖ وَلَئِن صَبَرْتُمْ لَهُوَ خَيْرٌ لِّلصَّٰبِرِينَ

“Dan jika kamu memberikan balasan, maka balaslah dengan balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu. Akan tetapi jika kamu bersabar, sesungguhnya itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang sabar”.

Penjelasan dari Syaikh Prof. Dr. Wahbah Az-Zuhaili, Ayat ini turun ketika Hamzah mati syahid di tangan seseorang dan disiksa, lalu Nabi SAW bersabda:

“Sungguh aku akan kulakukan hal serupa kepada 70 orang di antara mereka seperti yang mereka lakukan kepada Hamzah.”

Lalu Nabi bertaubat dari janjinya dan tidak jadi balas dendam. Dan kalimat {‘Uuqibtum bihi} yaitu kalian disakiti dengan hal serupa itu. Hal ini untuk menamai penyebab menggunakan nama akibat dan hasil dari tindakan itu, seperti contoh: Langit menyirami tanaman. Maksudnya yaitu air hujan yang menyebabkan tumbuhnya tanaman. Begitu pula dalam ayat 127 surat An-Nahl:

وَٱصْبِرْ وَمَا صَبْرُكَ إِلَّا بِٱللَّهِ ۚ وَلَا تَحْزَنْ عَلَيْهِمْ وَلَا تَكُ فِى ضَيْقٍ مِّمَّا يَمْكُرون

“Bersabarlah (hai Muhammad) dan tiadalah kesabaranmu itu melainkan dengan pertolongan Allah dan janganlah kamu bersedih hati terhadap (kekafiran) mereka dan janganlah kamu bersempit dada terhadap apa yang mereka tipu dayakan”.

Allah SWT. Membimbing hamba-hamba-Nya yang berdakwah untuk menghadapi tantangan para penentang dakwah, sekaligus mengingatkan mereka untuk bersabar atasnya. Ini mengandung dilâlah adanya kelaziman tantangan di jalan dakwah dan tuntunan untuk kokoh di atas kebenaran. Apalagi Allah meneguhkan keyakinan dengan motivasi indah:

إِنَّ ٱللَّهَ مَعَ ٱلَّذِينَ ٱتَّقَواْ وَّٱلَّذِينَ هُم مُّحۡسِنُونَ

“Sungguh Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan.” (QS An-Nahl: 128)

Senantiasa “bersama” dengan Allah inilah yang dihadirkan generasi as-salaf ash-shâlih tatkala mendakwahkan Islam di tengah berbagai kezaliman kaum kuffar dan munafik. Tiada yang menghentikan dakwah kecuali tibanya masa menuju keharibaan-Nya.

Wallahu a’lam bishawab.

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi