Jejak Khilafah Di Tatar Sunda (3)

Keempat: Sesuai informasi dalam naskah Carita Purwaka Caruban Nagari yang ditulis oleh Pengeran Arya Cirebon, yang salah satu rujukannya naskah Pustaka Nagarakretabhumi-nya  Pangeran Wangsakerta‘. Keduanya termasuk trah Kesultanan Pakungwati Cerbon. Nasab keduanya dapat dianggap sebagai sanad-nya bahwa Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Djati memiliki hubungan erat dengan Makkah dan Mesir. Jika ditinjau masanya maka keduanya termasuk wilayah yang tunduk pada Khilafah Abbasiyyah di Kairo. Apalagi disebutkan pula adanya hubungan dengan Pasai yang memang berkaitan erat dengan Khilafah Abbasiyah.

 

Nasab Sunan Gunung Djati

Naskah Carita Purwaka Caruban Nagari :

 

Kawruhan ta dheng sakweh, (wa) an Susuhunan Jati Purba ika anakira Sarip Abdullah kang atemu tangan lawan putri sakeng Mesir nagari, Nurul Alim anak ing Jamaludin kapernah ing Kemboja nagari yata anak ing Jamaludin, Jamaludin anak ing Amir, Amir anak ing Abdulmalik kapernah ing Indiya nagari, anak ing Alwi kapernah ing Mesir nagari, Alwi anak ing Muhamad, Muhamad anak ing Ali Gayam, Ali anak ing Alwi, Alwi anakira Muhamad, Muhamad anakira ing Baidillah, Baidillah anak ing Ahmad, Ahmad anakira al-Bakir, al-Bakir anak ing Idris, Idris anak ing Kasim al-Malik, Kasim anakira Japar Sadik, kapernah ing Parsi, Japar Sadik anak ing Muhamad Bakir, Muhamad Bakir anakira Jenal Abidin, Jenal Abidin anak ing Sayid Husen, Sayid Husen anak ing Sayyidina Ali kang atemu tangan lawan Siti Patimah anak ing Rasul Muhammad Nabi kang luhung.1

 

Terjemah:

Ketahuilah oleh sekalian bahwa Susuhunan Jati Purba itu putra Sarip Abdullah, yang beristrikan putri dari negeri Mesir, Nurul Alim putra Jamaludin berasal dari negeri Kemboja, ialah putra Jamaludin, Jamaludin putra Amir, Amir putra Abdulmalik berasal dari negeri India, ia adalah putra Alwi berasal dari negeri Mesir, Alwi putra Muhamad, Muhamad putra Ali Gajam, Ali putra Alwi, Alwi putra Muhamad, Muhamad putra Baidillah, Baidillah putra Ahmad, Ahmad putra al-Bakir, al-Bakir putra Idris, Idris putra Kasim al-Malik, Kasim al-Malik putra Japar Sadik dari Parsi, Japar Sadik putra Muhamad Bakir, Muhamad Bakir putra Jenal Abidin, Jenal Abidin putra Sayid Husen, Sayid Husen putra Sayyidina Ali yang beristrikan Siti Patimah, Putri Rasul Muhammad, Nabi yang mulia. 2

 

Kutipan Tarikh al-Islam fi Bantan:

وأما نسبه فقد ذكر صاحب دليل بانتن نسب مولانا حسن الدين ابن سونن جاتي المذكور فقال هو مولانا حسن الدين في بانتن بن مولانا شريف هداية الله في شربون بن راجا عمدة الدين فيجمقا بن علي نور عالم في أنام بن مولانا جمال الدين الأكبر الحسين في البوقيس بن سيد أحمد شاه جلال في هندستان بن أمير عبد الملوك في هندستان بن سيد علوي في تريم حضرموت بن سيد محمد صاحب مرباط حضرموت بن سيد علي خالع قسم بتريم حضرموت بن سيد علوي في بيت جبير حضرموت بن سيد محمد في بيت جبير حضرموت بن سيد علوي في سمل حضرموت بن عبد الله في العرض بور حضرموت بن إمام أحمد بن عيسى بحضرموت بن إمام عيسى النقيب في البصرة بن إمام محمد نقيب في البصرة بن إمام علي العريضي في المدينة بن إمام جعفر الصادق في المدينة بن إمام محمد الباقر في المدينة بن سيد علي زين العابدين في المدينة بن سيد حسين السبط في المدينة بن سيدة فاطمة زهراء في المدينة بنت سيد ونبينا محمد رسول الله صلى الله عليه وسلم . هذا نسبه الذي ذكره صاحب دليل بانتن إسماعيل بن محمد من علماء بانتن وقد قابلناه بالشجرات المعتمدة كالشجرة التي بفلمبغ عند ذرية سلاطين فلمبغ والشجرة التي بشربون شجرة رادين صفوان من ذرية سونن جاتي والشجرة التي من بانيوواغي وغيرها فكانت مطابقة لما ذكر، نعم وقع تحريف في بعض الكلمات من النساخ وسقط فقوله عمدة الدين هذا لقبه واسمه عبد الله ، عبد الملوك: الصحيح عبد الملك، ومرباط حضرموت والصحيح أن مرباط ظفار القديمة على ساحل بلاد العرب وليست في حضرموت وعبد الله يقال له عبيد الله ونقيب الصحيح النقيب وكذلك كلمات سيد

Terjemah (ringkas):

Adapun silsilah nasabnya (maksudnya: nasab Maulana Hasanuddin, putra Sunan Gunung Jati) adalah demikian: Maulana Hasanuddin di Banten adalah putra Syarif Hidayatullah di Cirebon, bin raja ‘Umdatuddin di Campa bin ‘Ali Nur’alam, bin Maulana Jamaluddin Al-Akbar al-Husain di Bugis, bin Sayyid Ahmad Syah Jalal di Hindustan, bin Amir Abdulmuluk di Hindustan, bin Sayyid ‘AIwi di Tarim Hadramaut, bin Sayyid Muhammad Sahib Mirbat, bin Sayyid ‘Ali Khali’ Gasam di Tarim Hadramaut, bin Sayyid ‘Ali di Bait Jubair Hadramaut, bin Sayyid Muhammad di Bait Jubair Hadramaut, bin Sayyid Muhammad di Bait Jubair Hadramaut, bin Sayyid ‘Alwi di Samal Hadramaut, bin ‘Abdullah di Al-arti-bur Hadramaut, bin Imam Ahmad Al-Muhajir di Hadramaut bin Imam ‘Isa Naqib di Basrah, bin Imam Muharnmad Naqib di Basrah, bin Imam ‘Ali Al-uraidi di Madinah, bin Ja’far As-sadiq, bin Imam Muharnmad Al-Baqir, bin Sayyidina Ali Zainal Abidin, bin Sayyidina Husain (bin ‘Ali bin Abi Tolib), bin Sayyidatina Fatimah, binti Sayyidina Muhammad Rasulullah SAW. Demikianlah silsilah nasab Sunan Gunung Jati dari naskah tersebut itu, yang oleh penyusunnya telah dibandingkan dengan sejarah – sejarah nasab yang terdapat di Palembang pada keturunan Sultan-Sultan Palembang dengan sejarah nasab pada R. Safwan dari keturunan Sunan Gunung Jati, dengan sejarah nasab dari Banyuwangi dan lain-lainnya. Semuanya cocok dengan yang tersebut tadi itu. Meskipun begitu, namun terdapat juga beberapa perubahan dalam beberapa perkataan dan salahnya penurun, dan ada pula yang gugur. Misalnya ‘umdatuddin adalah sebetulnya gelar, sedang namanya ‘Abdullah; nama “Abdulmuluk”, benarnya “Abdulmalik”, “Sahib Mirbat Hadramaut” benamya “Sahib Mirbat Zafar”, (yaitu Zafar lama di pesisir Arab Selatan, bukan Hadramaut, pedalaman); ‘Abdullah bin Ahmad bin Isa disebut orang pula: ‘Ubaidillah; perkataan “Naqib” benarnya : An-Naqib: dsb.4

 

Syaikh Abdullah ibn Nuh menjelaskan tentang riwayat Sayyid Ahmad ibn Isa al-Muhajir sebagai berikut:

 

Akhimya kembalilah ia ke Basrah, ia memegang jabatan Naqib, menggantikan saudaranya yang meninggal. Jabatan Naqib itu ialah jabatan khas untuk pemeliharaan silsilah, kelahiran dan segala sesuatu yang berhubungan dengan keturunan dsb. Kemudian ia pegang pula direksi urusan wakaf bagi golongan para syarif dengan pengesahan dari Khalifah Bani ‘Abbas. Kemudian bersuluklah ia dan berhubungan dengan para ahli tasawwuf, suka berkhalwat, akhirnya ditinggalkannyalah segala jabatan itu, terutama setelah menyaksikan peristiwa – peristiwa pemberontakan bangsa Zinji (Negro) di sana, yang menyerbu masuk ke Basrah, di mana terbunuh Ahmad bin Faraj Riasyi. Diwaktu itu ia (Almuhajir) bersembunyi dalam sebuah sumur dengan keluarganya. Kemudian keadaan bertambah kacau dengan datangnya kaum Karamitah di Basrah.5 

 

Akhirnya berhijrahlah ia mula-mula ke Hijaz di bulan Rajab 316 Hijrah, beserta isterinya, Sayyidah Zainab binti ‘Abdullah bin Hasan bin ‘Ali ‘Uraidi bin Ja’far Sadiq. Ikut pula puteranya yang bernama ‘Abdullah, berusia 20 tahun. Demikian pula ikut dalam perjalanan ini beberapa orang lainnya, diantaranya beberapa putera dari Husain bin ‘Ali Hadi bin Muhammad Jawad bin ‘Ali Rido bin Musa Kazim. Almuhajir dan rombongannya keluar dari Basrah menuju Bagdad, lalu melanjutkan perjalanan ke Damsik, kemudian menuju Madinah. Mereka sampai di Madinah pada tanggal 18 Syawal 316 H. Ada beberapa orang tetap tinggal di Basrah yaitu : puteranya bernama Muhammad bin Ahmad, mewakili ayahnya sebagai naqib para Syarif, dan beberapa orang lagi dari putera-putera saudaranya, (Muhammad bin ‘Isa). Dalam perjalanannya ke Hijaz, mereka singgah di Mosul, Palestina, Syam. Akan tetapi setelah sampai di Madinah, maka dalam tahun itu pula kaum Karamitah masuk ke Madinah dan  Makkah di mana mereka mengacau dan melakukan pembunuhan terhadap jema’ah haji. Maka dilanjutkannyalah hijrahnya itu ke Yaman pada tahun 317 H. Kemudian berpindahlah ia dari negeri ke negeri, sehingga  akhirnya diusulkan orang supaya ia pergi ke Hadramaut untuk rnenyebarkan ilmu dan hidayat di sana. Maka berhijrahlah ia ke Hadramaut.6  [Bagian Ketiga-Bersambung]

[Abdurrahman Al-Khaddami dan Wirahadi Geusan Ulin ; (Tim Penulis Naskah Film Jejak Khilafah di Tatar Sunda)]

Catatan kaki:

1        Dadan Wildan, Sunan Gunung Jati, hlm. 196 mengutip Atja, Carita Purwaka Caruban Nagari, hlm. 137 – 138

2        Dadan Wildan, Sunan Gunung Jati, hlm. 196 mengutip Atja, Carita Purwaka Caruban Nagari, hlm. 174 – 175

3        Ibn Hasan, al-Mukhtar al-Mashun min A’lam al-Qurun, hlm. 895 – 896 mengutip Ahmad as-Saqqaf dalam Tarikh al-Islam fi Bantan

4        Ibn Nuh, Ringkasan Sejarah Wali Songo, hlm. 13 – 14

5        Ibn Nuh, Ringkasan Sejarah Wali Songo, hlm. 18 – 19

6        Ibn Nuh, Ringkasan Sejarah Wali Songo, hlm. 19 – 20

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi