Jangan Lupakan Dirimu!

Oleh. Widya Astuti

“Mengapa kamu menyuruh orang (mengerjakan) kebajikan, sedangkan kamu melupakan dirimu sendiri, padahal kamu membaca kitab (Taurat), Tidakkah kamu mengerti?” (QS Al-Baqarah: 44)

Ayat ini menjadi pengingat diri bahwasanya ketika kita menyuruh orang lain untuk berbuat baik, maka jangan sampai melupakan diri kita sendiri. Artinya sembari kita menyuruh orang lain berbuat baik, maka kita juga berbuat baik. Walaupun ayat ini ditujukan pada Bani Israil, namun sebenarnya juga ditujukan kepada kita selaku ummat Islam. Seperti firman Allah SWT:

“Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.” (QS Ash Shaff: 2-3)

Na’uzubillah min zalik. Jangan sampai kita menjadi orang yang seperti itu. Jika kita orang yang beriman dan mempergunakan akal kita untuk berpikir, maka tak seharusnya kita melakukan hal demikian. Kemudian Allah juga tegaskan bahwa amat besar kebencian Allah kepada orang yang mengatakan apa-apa yang tidak dikerjakannya.

Banyak fakta hari ini, kita temukan orang yang hebat dan rajin dalam berdakwah, menyeru atau mengajak kepada kebaikan, tapi nyatanya dia sendiri tidak melakukan. Misalnya menyuruh orang lain untuk tidak pacaran karena mendekati zina, tapi ternyata secara sembunyi-sembunyi dia malah pacaran. Ketika ketahuan dia bilang, “Saya tidak pacaran, tapi hanya ta’arufan.” Tapi, kok ta’arufan terlihat seperti orang yang pacaran, ya? Wah, sama saja kalau begitu.

Contoh lain, menyuruh orang lain atau teman untuk shalat tepat waktu. Tapi giliran azan berkumandang, dia malah tetap sibuk dengan aktivitasnya. Kemudian, contoh lain ada orang yang melarang kita jangan memakan harta riba karena itu adalah haram. Tapi nyatanya, dia sendiri melakukannya.

Wah, tak baik kalau seperti itu. Gimana orang lain mau percaya dan menerima ajakan kita kalau diri kita saja tak melakukan apa yang kita sampaikan. Sikap seperti ini seharusnya tidak menjangkiti diri kita, terutama pada pengemban dakwah. Karena sikap ini termasuk akhlak yang buruk atau tercela di dalam Islam.

Dari Abu Zaid Usaman bin Zaid bin Haritsah, ia berkata, “Saya mendengar Rasulullah bersabda:
يُجَاءُ بِرَجُلٍ فَيُطْرَحُ فِي النَّارِ إِلَّا أَنَّهُ زَادَ فِيهِ فَتَنْدَلِقُ أَقْتَابُ بَطْنِهِ فَيَطْحَنُ فِيهَا كَطَحْنِ الْحِمَارِ بِرَحَاهُ فَيُطِيفُ بِهِ أَهْلُ النَّارِ

“Seseorang didatangkan pada hari kiamat kemudian dilemparkan ke dalam neraka hingga ususnya terburai keluar; dan (ia) berputar-putar di neraka layaknya keledai mengitari alat penumbuk gandum. Kemudian penduduk neraka mendekatinya

فَيَقُولُونَ يَا فُلَانُ أَلَسْتَ كُنْتَ تَأْمُرُ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَى عَنْ الْمُنْكَرِ

Maka mereka berkata: Hai Fulan! Bukankah dulu engkau memerintahkan kebaikan dan mencegah kemungkaran?

فَيَقُولُ إِنِّي كُنْتُ آمُرُ بِالْمَعْرُوفِ وَلَا أَفْعَلُهُ وَأَنْهَى عَنْ الْمُنْكَرِ وَأَفْعَلُهُ

Ia menjawab: ‘Benar, dulu aku memerintahkan kebaikan namun tidak kulakukan dan mencegah kemungkaran namun aku melakukannya.” (HR Ahmad (dan ini lafazhnya), Bukhari dan Muslim)

Ada juga hadits yang semisal dengan hadits di atas yang berbunyi, Rasulullah Saw bersabda:

رَأَيْتُ لَيْلَةَ أُسْرِيَ بِي رِجَالًا تُقْرَضُ شِفَاهُهُمْ بِمَقَارِيضَ مِنْ نَارٍ فَقُلْتُ يَا جِبْرِيلُ مَنْ هَؤُلَاءِ

“Pada Malam Isra’ku, aku bertemu dengan beberapa orang laki-laki yang lidahnya dipotong dengan gunting api. Aku bertanya, “Siapakah mereka, Wahai Jibril?”

قَالَ هَؤُلَاءِ خُطَبَاءُ مِنْ أُمَّتِكَ يَأْمُرُونَ النَّاسَ بِالْبِرِّ وَيَنْسَوْنَ أَنْفُسَهُمْ وَهُمْ يَتْلُونَ الْكِتَابَ أَفَلَا يَعْقِلُونَ

Jibril Menjawab, “Mereka adalah para khatib, di antara ummatmu yang menyeru kepada kebaikan dan mereka melupakan kebaikan itu untuk diri mereka sendiri. Padahal mereka orang-orang yang membaca al-kitab (Al-Qur’an), apakah mereka itu tidak berakal?”
(HR Imam Ahmad dan Al-Baghawi, Al-Baghawi mengatakan bahwa hadits ini hasan)

Orang yang mengajarkan kebaikan kepada orang lain dan melupakan dirinya sendiri bagaikan lilin yang menerangi orang sementara dia sendiri terbakar. Hal ini seperti yang disebutkan dalam hadits riwayat Ath-Thabrani, yang artinya:

“Perumpamaan orang yang mengajarkan kebaikan kepada orang dan melupakan dirinya sendiri adalah bagaikan lentera (lilin) yang menerangi orang, sementara dia sendiri terbakar.” (HR Ath-Thabrani)

Sahabat, semoga kita bisa melaksanakan apa-apa yang kita serukan kepada orang lain. Berdakwah ialah menyeru kepada kebenaran Islam atau kebaikan. Berdakwah adalah suatu kewajiban. Namun, jangan pula kita meninggalkan kewajiban ini dikarenakan takut tidak bisa mengamalkannya. Tetap saja kan kita berdosa karena tidak menjalankan kewajiban kita melakukan amar ma’ruf nahi mungkar?

“Tapi kan saya belum baik, saya malu dan takut nanti dikatakan munafik!” Lah, kalau begitu, ya, jalankan apa yang kita serukan, bukti ketaatan dan ketakwaan kita pada Allah. Jadikan itu sebagai pelecut atau sebagai cambukan bagi kita untuk menjadi hamba Allah yang lebih baik lagi. Kalau menunggu baik dulu baru berdakwah, kapan jadinya berdakwah? Sedangkan kebenaran atau kebaikan harus segera disampaikan, kemungkaran harus segera dicegah.

Wallahu a’lam bissawab.

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi